Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa kebijakan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) tak hanya diterapkan di Indonesia, tetapi juga di Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
“Tentu terkait dengan retensi 100 persen dan 1 tahun ini sesuai dengan best practice yang dilakukan di berbagai negara lain. Jadi bukan hanya dengan Indonesia, tetapi Malaysia, Thailand, atau bahkan Vietnam melakukan hal yang sama,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025 yang mewajibkan seluruh eksportir menyimpan dana devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) di bank-bank dalam negeri.
Para eksportir diwajibkan menempatkan devisa hasil ekspor sumber daya alam sebesar 100 persen dalam jangka waktu 12 bulan sejak penempatan di dalam bank-bank nasional di dalam negeri.
Airlangga menjelaskan perbedaan aturan DHE SDA di Indonesia dengan negara lain terletak pada kewajiban pembayaran dalam bentuk valas. Sementara, negara lain seperti Malaysia dan Thailand perlu untuk dikonversi ke mata uang lokal masing-masing.
“Regulasi mereka, dana itu bisa dilakukan untuk operasional dan juga membayar kewajiban dalam bentuk valas. Tapi kalau dalam negara lain seperti Malaysia, 100 persen menggunakan Malaysian Ringgit. Demikian pula Thailand dengan Thai Bath,” jelasnya.
Fasilitas ini diberikan agar tidak ada transfer pricing dan guna kelancaran operasional perusahaan eksportir masing-masing.
“Nah memang tujuan kita ini supaya tidak ada transfer pricing. Jadi supaya tidak ada kasus dari Indonesia ekspor misalnya 50 dolar, negara lain, impor di 70 dolar misalnya, sehingga ada 20 dolar parkir,” tuturnya.
Baca juga: Presiden: Eksportir wajib simpan dana devisa hasil ekspor di bank dalam negeri