Palu (ANTARA) - Siapa yang tidak tahu salah satu super hero tokoh Marvel Comics yakni Iron Man yang aksinya berjuang menyelamatkan umat manusia dan rela mengorbankan nyawanya memukau jutaan pasang mata yang menyaksikan film layar lebar tersebut.
Bahkan, karena aksinya itu banyak yang mengidolakan tokoh yang ada di dunia khayalan tersebut. Tapi, jangan salah Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palu, Sulawesi Tengah juga punya tokoh seperti Iron Man yakni Moh Iron.
Meskipun tidak terkenal seperti Tony Stark, Iron Man dari Palu ini juga bisa disejajarkan dengan Iron Man dari Amerika Serikat. Perjuangannya saat terjadi bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Sulteng harus diacungi jempol.
Saat bencana yang meluluhlantahkan tanah kelahiran pemuda berusia 23 tahun ini, ia dengan sigap membantu warga dengan menggunakan alat seadanya. Sebagai relawan PMI dirinya menggunakan keahliannya yang selama ini di dapat dari lembaga kemanusiaan tersebut untuk membantu warga.
Baca juga: Closet Kagasata hasil kretivitas relawan PMI Kota Palu
Ia pun menceritakan pengalamannya saat bencana yang terjadi pada 28 September 2018 lalu, bagaimana kepanikan tampak jelas di kedua matanya.
Sebelum gempa mengguncang, Iron seperti biasa melakukan aktivitasnya dan kebetulan sedang melaksanakan kualiah kerja nyata (KKN) atau magang di Kantor Urusan Agama (KUA) Kota Palu dan sekitar pukul 08.00 WITA terjadi gempa pertama.
Getaran gempa tersebut kurang dihiraukan dan Iron kembali melanjutkan aktivitasnya bekerja bakti di lingkungan Kantor KUA hingga waktu istirahat tiba atau sekitar pukul 12.00 WIB.
Sekitar pukul 15.00 WITA gempa susulan terjadi tapi masih dianggap biasa. Dan puncaknya sekitar pukul 18.00 WITA gempa dahsyat berkekuatan 7,4 Skala Richter mengguncang Palu dan sekitarnya.
Saat gempa besar itu, dirinya bersama rekannya baru saja mengambil tandon air dari Lasuani dan kebetulan melintas di Festival Palu Nomoni dan langsung memilih pulang rumahnya di Balaroa.
Baru saja tiba dirinya langsung disuguhkan pemandangan tidak mengenakan rumah keluarganya sudah hancur tertelan tanah, bahkan teriakan minta tolong dari warga terus menggema saat tanah terus bergeser dan menelan bangunan yang ada di sekitarnya (likuifaksi)
Bahkan, nyawanya hampir terenggut beberapa kali saat ia mencoba menyelamatkan diri dari kejaran tanah yang terus bergerak. Setelah dirasa aman Iron pun beteriak dan terus mencari keluarganya di tengah gelapnya malam, karena saat kejadian listrik padam.
Dengan berbekal lampu handphone yang baterainya sudah lemah Iron mencoba memberikan bantuan kepada sanak keluarganya terlebih dahulu bahkan nekat masuk ke dalam rumah saat tanah bergerak dan amblas.
Di lokasi, dirinya berhasil menemukan dan menyelamatkan kakak iparnya yang hampir tertelan bumi. Tidak sampai di situ, ia pun menerobos ke reruntuhan rumah neneknya dan melihat sang nenek tertimpa beton bangunan rumah.
Tanpa pikir panjang relawan yang bergabung dengan PMI sejak 2016 mengevakuasi neneknya yang mengelami luka parah dan sempat muntah darah.
Baca juga: PMI-BSM Turki distribusikan alat tangkap ikan untuk nelayan korban tsunami Palu
Perjuangan untuk menyelamatkan nyawa orang lain kembali membuahkan hasil, Iron yang berjalan di atas atap rumah yang runtuh menemukan lubang kecil dan melihat kakaknya sedang memeluk bayinya yang baru berusia dua tahun dan di lokasi itu pun ada dua keponakannya berusia lima dan tiga tahun dan langsung diselamatkan.
Namun beberapa anggota keluarganya juga ada yang menjadi korban meninggal dunia. Saat itu, ia menyangka hanya Balaroa saja yang kondisinya rusak parah ternyata banyak daerah lainpun yang serupa.
"Saat evakuasi keluarga kondisinya waktu itu gelap gulita karena listrik padam, sehingga untuk penerangannya hanya dengan menggunakan handphone saya," katanya.
Satu hari pascabencana, ia kembali turun ke loasi untuk membantu evakuasi korban baik terluka maupun meninggal dunia bersama dengan warga. Kondisi yang serba darurat ditambah jumlah korban sangat banyak untuk menggotong jenazah terpaksa harus menggunakan alat seadanya seperti tandu yang terbuat dari kain sarung.
Sudah tidak terhitung berapa nyawa yang diselamatkan Iron Man-nya Kota Palu. Dan keberanian serta perjuangannya untuk membantu sesama walaupun dirinya juga merupakan korban bencana harus diacungi jempol dan diberikan apresiasi.
Tapi, apa yang dilakukannya itu semata-mata demi kemanusiaan dan ikhlas tanpa pamrih meskipun nyawa yang menjadi taruhannya. Ia pun berpesan kepada siapapun jika terjadi bencana seperti ini yang harus dilakukan pertama kali mengontrol kepanikan sehingga masih bisa berpikira cerah.
Kemudian, harus memprioritaskan keselamatan diri sendiri serta orang yang ada didekat dan baru menyelamatkan orang lain. Langkah ini dilakukan agar jumlah korban bisa diminimalisasikan, karena jika saat kondisi panik dan berbahaya mencoba menolong orang yang jauh dari jangkauan khawatir ikut menjadi korban.
Bergabung Dengan Tim Wash
Sebagai relawan PMI, Iron pun harus siap ditugaskan dalam kondisi apapun dan pada pekan kedua pascabencana ia bergabung dengan Tim Water Sanitation and Hygiene (WASH) PMI yang berasal di Camp Kawatuna.
Selama itu, dirinya mendapatkan banyak ilmu dari relawan PMI yang ahli di bidang WASH baik dari provinsi, pusat maupun kota dan kabupaten.
Setiap harinya ia dan relawan lembaga kemanusiaan ini mendistribusikan air bersih ke sejumlah lokasi terdampak. Sebab pascabencana warga sangat kesulitan mendapatkan air bersih apalagi mereka yang tinggal di pengungsian.
Selain mendistribusikan dengan truk tanki khusus, Iron pun diperbantukan membuat saluran air untuk mengalirkan air dari sumbernya ke beberapa pengungsian.
Baca juga: Ada PMI, kitong bisa kembali taklukan laut
Namun, niat baiknya tidak selalu berjalan dengan mulus. Ia mengaku saat mendistribusikan bantuan ke daerah terdampak sempat mendapatkan ancaman menggunakan senjata tajam dan dicegat segelintir warga yang memaksa bantuan dari PMI ini dibagikan ke warganya.
Tetapi setelah dijelaskan dan juga mendapatkan bantuan dari warga sekitar akhirnya tim PMI bisa melanjutkan perjalanannya untuk mendistribusikan bantuan.
"Menghadapi situasi seperti ini memang harus menggunakan kepala dingin dan ingin saya anggap ini merupakan perjuangan sebagai relawan yang harus siap dalam kondisi apapun," ujarnya.
Pengalaman Unik
Sebagai relawan Iron pasti merasakan lelah dan suntuk selama bertugas untuk melayani korban bencana di Kota Palu. Tapi, karena banyaknya rekan dari sejumlah daerah yang dikirimkan PMI lelah dan suntuknya bisa hilang dengan cepat.
Tapi, hingga kini ada beberapa kisah yang sulit dilupakan dirinya selama bertugas di Tim Wash di Camp Kawatuna. Pada saat Jumat dini hari sekitar pukul 01.00 WITA ia dengan rekannya tengah memproduksi air untuk distribusikan ke sejumlah lokasi terdampak.
Tiba-tiba terdengar suara perempuan memanggil sebanyak tiga kali dikira awalnya suara tersebut ada orang yang iseng ternyata setelah dicari dari sumber suaranya tidak ada orang sama sekali.
Bahkan, cerita dari rekannya yang melihat langsung kejadiannya dirinya kesurupan nenek-nenek saat di Camp Kawatuna ia sempat teriak-teriak, ngomong tidak jelas (suara nenek) dan mata melotot. Tapi setelah disadarkan ia tidak mengetahui apa yang dialaminya
Tidak hanya kejadian horor, selama bertugas banyak kejadian lucu yang terjadi seperti dengan semangatnya ia mendistribusikan air bersih ke wilayah Petobo. Tapi yang terjadi saat warga sydah menyiapkan ember ternyata air dalam truk tangki kosong sehingga akhirnya harus kembali lagi.
Belum lagi di saat rekan-rekannya lapar dan meminta tolong ke relawan lainnya untuk dibelikan ayam goreng yang datang ternyata ayam hidup dan akhirnya terpaksa menahan lapar.
Harus diakui sebagai pria normal dan pejantan tangguh Iron sempat cinta lokasi dengan relawan PMI dari luar daerah. Tapi sayangnya cintanya harus kandas karena wanita yang disukainya harus kembali ke daerahnya.
"Pengalaman selama bertugas tentunya sangat berkesan bagi saya apalagi baru pertama kali terjun ke lokasi bencana dahsyat seperti ini dan banyak pelajaran yang didapat," katanya.
Moh Iron Relawan PMI Iron Man-nya Kota Palu
Selasa, 28 Januari 2020 14:23 WIB
Menghadapi situasi seperti ini memang harus menggunakan kepala dingin dan ingin saya anggap ini merupakan perjuangan sebagai relawan yang harus siap dalam kondisi apapun.