Mamuju (ANTARA) - Upaya mengentaskan kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat melalui budi daya kakao dapat menjadi salah satu strategi efektif.
Sulbar memiliki potensi besar untuk melakukan budi daya kakao, karena didukung iklim dan tanahnya yang sesuai. Sulbar memiliki wilayah yang berpotensi untuk pengembangan budi daya kakao sekitar 145 ribu hektare dengan tingkat produksi kakao mencapai 76 ribu ton per tahun. Kabupaten Polewali Mandar merupakan daerah penghasil kakao terbesar di Sulbar dengan produksi mencapai 35 ribu ton per tahun.
Selain itu, budi daya kakao dapat memberikan penghasilan yang stabil bagi petani, karena harga kakao yang relatif stabil dan permintaan yang tinggi.
Budi daya kakao juga dapat membantu mengurangi kemiskinan karena dapat memberikan penghasilan yang lebih baik bagi petani dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Adapun cara yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budi daya kakao di Sulbar di antaranya dengan pelatihan dan pendampingan kepada petani tentang cara budi daya kakao yang baik dan benar.
Kemudian, memberikan bibit kakao yang berkualitas kepada petani untuk digunakan memulai budi daya.
Selain itu, dengan pengembangan Infrastruktur seperti jalan, irigasi, dan fasilitas penyimpanan untuk mendukung budi daya kakao.
Cara lainnya, pemasaran dan pemberdayaan, yakni dengan membantu petani dalam pemasaran dan pemberdayaan produk kakao mereka sehingga mereka dapat mendapatkan harga yang lebih baik.
Kemudian, membangun kerja sama dengan pemerintah dan lembaga dan lembaga lain untuk mendapatkan dukungan dan sumber daya yang dibutuhkan.
Kakao Sulbar selama ini telah diekspor ke berbagai negara, seperti China, Jepang, Jerman, Belanda, Rusia, dan Amerika dengan jumlah mencapai 12,8 ribu ton per tahun.
Kakao Sulbar mampu memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dari sektor pertanian yang menjadi penyumbang terbesar terhadap struktur ekonomi Sulbar dengan kontribusi mencapai 46,11 persen.
Untuk mendukung program budi daya kakao Pemprov Sulbar mengalokasikan anggaran APBD Sulbar sekitar Rp15 miliar. Anggaran tersebut digunakan untuk program pengadaan bibit kakao, program sambung pucuk kakao maupun mengatasi masalah hama dan penyakit tanaman kakao.
Program budi daya kakao di Sulbar untuk tahap awal tahun ini akan menyentuh sekitar 10 ribu warga masyarakat yang selama ini mengembangkan kakao di Kabupaten Polewali Mandar.
Program tersebut diharapkan dapat meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat petani serta mengatasi kemiskinan.
Sulbar berpotensi menjadi pemasok utama biji kakao untuk ekspor dengan harga biji kakao Rp120.000 sampai 185.000 per kilogram dengan kadar air tujuh persen dan itu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
Kakao Sulbar memiliki keunggulan komparatif, karena kondisi alam Sulbar yang mempunyai kesesuaian, cocok untuk mengembangkan kakao, dan kultur masyarakat yang mayoritas sejak dulu menjadi petani kakao.
Jumlah penduduk miskin di Sulbar tercatat sebanyak 10,71 persen atau sekitar 155,91 ribu jiwa, sementara penduduk dalam kategori miskin ekstrem di Sulbar mencapai 1,7 persen.
Penduduk miskin di Sulbar yang terdapat di daerah perkotaan sebanyak 8,33 persen. Sementara penduduk miskin perdesaan 11,32 persen, dan mayoritas penduduk miskin perdesaan menyandarkan hidupnya sebagai petani
Oleh karena itu, sentuhan pembangunan, melalui program budi daya tanaman kakao yang menjadi pilihan pemerintah diharapkan dapat meningkatkan usaha pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Baca juga: harga biji kakao turun pada Maret 2025
Baca juga: Kakao dari Papua bangkit?