Jakarta (ANTARA) - Chief Economist PermataBank sekaligus Head of Permata Institute for Economic Research (PIER) Josua Pardede memproyeksikan, implementasi tarif baru sebesar 12 persen atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang mewah dapat meningkatkan pendapatan negara secara signifikan.
Dengan basis penerimaan yang meluas (impor barang, penyerahan jasa/produk, dan pemanfaatan barang/jasa dari luar negeri), Josua mengatakan bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan basis pajak secara substansial. Kebijakan ini mencakup penyesuaian pada barang mewah seperti kendaraan bermotor.
“Hal ini akan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan PPN, mengingat konsumsi barang mewah cenderung meningkat pada kelompok masyarakat atas. Dengan penyesuaian penghitungan nilai lain sebagai DPP (sebesar 11/12 dari harga jual atau nilai impor), negara dapat memitigasi potensi kebocoran pajak,” kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Kemenkeu rilis aturan PPN 12 persen hanya dikenakan terhadap barang mewah
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa kebijakan ini juga berpotensi memberikan dampak langsung berupa pembiayaan program sosial yang lebih besar melalui peningkatan pendapatan negara. Dana ini dapat digunakan untuk subsidi dan program bantuan sosial yang mendukung kelompok rentan.
Meski tarif PPN naik, Josua mengatakan bahwa penerapan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang lebih rendah (selama periode awal) memberikan ruang bagi konsumen akhir untuk beradaptasi dengan kebijakan ini.
“Kebijakan ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan negara sekaligus mendukung pembangunan ekonomi,” imbuh dia.
Baca juga: Kadin sebut PPN 12 persen untuk barang mewah upaya jaga daya beli masyarakat
Namun, agar dampak positif dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah, ia mengingatkan, pemerintah perlu memastikan penggunaan dana tambahan ini untuk program-program yang pro-rakyat. Langkah mitigasi inflasi juga diperlukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
Adapun kebijakan ini juga menegaskan penerapan PPN dengan tarif 12 persen, termasuk pada impor Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar negeri.
Hal ini bertujuan untuk menciptakan sistem pajak yang lebih adil, terutama dengan mempertimbangkan konsistensi regulasi sesuai Undang-Undang Pajak dan penyesuaian dasar pengenaan pajak agar lebih relevan dengan nilai transaksi sebenarnya (contohnya, nilai impor atau harga jual).
Baca juga: DPR: PPN 12 persen barang mewah penuhi keadilan
“Pendekatan ini memungkinkan pengenaan pajak lebih sesuai dengan daya beli masyarakat dan kondisi pasar,” ujar dia.
Josua juga menilai, penerapan tarif yang disesuaikan untuk BKP dan JKP yang tergolong mewah menciptakan mekanisme redistribusi fiskal.
Pendekatan ini berpotensi meningkatkan penerimaan negara dari kelompok dengan daya beli tinggi. Selain itu, juga mengurangi beban masyarakat berpenghasilan rendah dengan tidak membebani kebutuhan dasar secara berlebihan.