Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bakal mencari sumber penerimaan baru mengingat berkurangnya potensi penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sebelumnya, Kementerian Keuangan memperkirakan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen terhadap barang dan jasa umum akan memberikan setoran ke negara hingga Rp75 triliun.
Namun, proyeksi itu berubah lantaran Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatasi barang dan jasa yang terkena tarif PPN 12 persen hanya mencakup barang mewah.
“Kami akan optimalisasi penerimaan. Karena ada sesuatu yang hilang, maka kami harus optimalisasi di sisi yang lain,” ujar Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo saat konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Baca juga: PPN 12 persen dan enigma keadilan ekonomi
Dia menyebutkan ekstensifikasi dan intensifikasi akan menjadi fokus utama DJP dalam menggali potensi penerimaan pajak pada tahun ini.
Ekstensifikasi pajak adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan DJP terhadap wajib pajak yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif, namun belum mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan,
Sementara intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak.
Baca juga: Menko Polkam: Masyarakat tak perlu khawatirkan PPN 12 persen
Proyeksi penerimaan negara senilai Rp75 triliun dari PPN 12 persen diungkapkan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu saat ditemui usai konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Senin (16/12/2024).
Dalam konferensi pers itu, Pemerintah menetapkan tarif PPN naik menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pengecualian tarif PPN 12 persen hanya berlaku pada barang dan jasa pokok yang dibebaskan dari pengenaan PPN serta tiga komoditas yang diberikan fasilitas PPN ditanggung pemerintah (DTP). Untuk barang dan jasa lainnya, tarif yang dikenakan yaitu 12 persen.
Baca juga: Ekonom: PPN 12 persen untuk barang mewah tingkatkan pendapatan negara secara signifikan
Namun, pada 31 Desember 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan tarif PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.
Adapun barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 12 persen merupakan barang jasa yang sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Kementerian Keuangan kemudian merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131 Tahun 2024 yang mengatur tentang kebijakan tersebut, yang diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada hari yang sama.