Jakarta (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto menggunakan analogi jet pribadi untuk menggambarkan barang mewah. Ia juga menyebut kapal pesiar, yacht, motor yacht, dan rumah yang sangat mewah dalam daftar berikutnya.
Alih-alih menyebutkan benda-benda yang selama ini menyangkut hajat hidup orang banyak atau barang/jasa yang banyak dikonsumsi kaum menengah, Presiden memberikan contoh yang sangat kontras.
Ia menegaskan tentang kenaikan tarif 1 persen PPN dar 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan khusus terhadap barang dan jasa mewah.
Presiden berkeras bahwa seluruh kebijakannya, termasuk dalam perpajakan, harus dirancang untuk mengutamakan kepentingan rakyat dan menciptakan pemerataan ekonomi secara menyeluruh.
Komitmennya patut dikawal untuk memberikan paket stimulus yang diperuntukkan bagi masyarakat atas kebijakan baru tersebut.
Kenaikan PPN, meskipun terbatas pada barang mewah memang tetap membawa diskursus baru dalam kebijakan fiskal Indonesia.
Upi Sopiah Ahmad dari Fakultas Ekonomi Syariah, IAIN Takengon, Aceh, Indonesia, dalam Journal of Islamic Economics and Finance Vol 1 2024 menganalisis kebijakan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.
Ia menemukan bahwa kebijakan pajak yang dirancang secara baik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pendapatan negara yang kemudian dapat digunakan untuk investasi infrastruktur dan pelayanan publik.
Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa kebijakan pajak yang tidak efektif atau tidak adil dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Dalam konteks Indonesia, wacana kenaikan PPN barang mewah dapat dilihat sebagai upaya meningkatkan basis pajak, tanpa membebani mayoritas masyarakat.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi barang mewah di Indonesia didominasi oleh kelompok masyarakat menengah atas.
Pada kuartal III-2022, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,39 persen secara year on year (yoy) ditopang oleh konsumsi masyarakat kelas menengah atas, khususnya untuk belanja barang tersier atau barang mewah.
Maka kemudian, kebijakan pajak ini juga diharapkan dapat memberikan insentif bagi pelaku ekonomi untuk lebih berorientasi pada efisiensi dan keberlanjutan, khususnya di sektor properti dan otomotif.
Hal ini bisa diamati di sektor otomotif, misalnya, di mana produsen mobil mewah mengembangkan varian baru dengan harga lebih terjangkau untuk memperluas pangsa pasar.
Pada akhirnya, kenaikan PPN barang mewah adalah cerminan kebijakan fiskal progresif yang berorientasi pada keberlanjutan.
Dengan pelaksanaan yang tepat, langkah ini dapat menjadi tonggak penting dalam menciptakan ekonomi yang lebih adil dan seimbang.
Kebijakan ini bukan hanya sebagai penghasil pendapatan negara, tetapi juga sebagai katalis perubahan menuju masyarakat yang lebih inklusif dan berdaya.
Enigma atau sesuatu yang sulit dimengerti tentang keadilan ekonomi itu pun dapat terpecahkan.
Baca juga: Menko Polkam: Masyarakat tak perlu khawatirkan PPN 12 persen