Natuna (ANTARA) - Suasana hati para pemerhati lingkungan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, gelisah pada pekan ketiga November 2024 lantaran mendengar kabar hewan endemik Natuna, yaitu kekah (Trachypithecus cristatus) Natuna, keluar dari daerah tersebut.
Pemerhati lingkungan dan pecinta kekah Natuna menyatakan bahwa kekah Natuna adalah hewan endemik yang tidak boleh dipindahkan keluar dari Natuna dengan alasan apapun. Sebab, akan mengancam kelangsungan hidup hewan tersebut, mengingat kesulitan kekah beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal itu pernah terjadi sebelumnya saat kekah dibawa secara ilegal oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu, kekah Natuna merupakan salah satu potensi ekonomi daerah yang dapat menarik wisatawan jika dikelola dengan baik. Kehilangan satwa ini tentu akan merugikan daerah, mengingat nilai unik yang dimiliki oleh kekah Natuna dalam menarik perhatian pengunjung.
Kekah atau Owa atau Lutung adalah hewan khas dari Kepulauan Riau, termasuk Natuna. Kekah termasuk dalam famili Cercopithecidae dan genus Trachypithecus. Satwa ini memiliki ciri-ciri berbulu abu-abu kecoklatan, berat 5-7 kg, panjang berkisar 40-60 centimeter, ekor panjang dan memakan buah, daun, dan serangga.
Kekah dilindungi oleh undang-undang karena terancam punah yang diduga karena beberapa sebab, yakni perburuan liar, kerusakan habitat dan perdagangan hewan liar.
Menanggapi gejolak tersebut, Pemerintah Kabupaten Natuna berinisiatif untuk mempertemukan para pemangku kepentingan di wilayah tersebut, termasuk pemerhati lingkungan dengan pihak BBKSDA, untuk berdiskusi bersama.
Pertemuan yang berlangsung pada Rabu, 20 November 2024, tersebut akhirnya menghasilkan kesepakatan. Meskipun dengan hati yang berat, para pemerhati lingkungan menerima keputusan untuk memindahkan kekah Natuna setelah mendengarkan penjelasan dari tim BBKSDA mengenai tujuan pemindahan tersebut, yaitu untuk rehabilitasi satwa guna menjaga hewan endemik itu agar tidak punah serta janji Pemkab Natuna akan memberi perhatian khusus kepada kekah Natuna di 2025.
Rencananya, jumlah kekah Natuna yang akan direhabilitasi sebanyak lima ekor. Namun pada hari pemindahan hanya hanya empat ekor yang bisa dibawa. Batalnya pemindahan satu ekor kekah Natuna disebabkan oleh kematian akibat sakit. Kelima kekah Natuna sebenarnya bukan diambil dari alam liar, melainkan hasil penertiban terhadap pemeliharaan satwa liar yang dilindungi secara ilegal.
Pemkab Natuna, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), aktif melakukan berbagai inisiatif, seperti penanaman, pemeliharaan, dan perawatan pohon, terumbu karang, imbauan serta kegiatan pelestarian lingkungan lainnya.
Upaya serupa juga dilakukan oleh para pemangku kepentingan, termasuk TNI, Polri, Bakamla, dan Basarnas. Khusus TNI, baik Angkatan Udara (AU) maupun Angkatan Laut (AL), yang memiliki program konservasi mangrove. AU berkolaborasi dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) untuk mengelola lahan konservasi, sementara AL menggandeng para pelajar dalam kegiatan pelestarian.