Solo (ANTARA) - Tahun 2024 publik dikejutkan dengan kondisi PT Sri Isman Rejeki (Sritex) yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang dan hingga kini masih ditempuh upaya penyelamatan agar kepailitan itu tak memperburuk keadaan.
Kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung beberapa waktu lalu tidak membuahkan hasil. Upaya lanjutan melalui permohonan Peninjauan Kembali (PK) di MA.
Hingga kini pemerintah masih mencari cara membantu perusahaan tetap berproduksi dan jangan sampai ada pemutusan hubungan kerja massal karyawan perusahaan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menjelaskan nasib bahan baku PT Sri Rejeki Isman (Sritex) kini berada di bawah kewenangan kurator.
Dia mengaku tak mempunyai kewenangan atas tersendatnya impor dan ekspor bahan baku Sritex.
Manajemen menyebut sudah ada sekitar 3.000 karyawan yang dirumahkan. Saat ini perusahaan masih berupaya mencari bahan baku pengganti yang bisa didatangkan dari lokal.
Direktur Utama PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto berupaya memastikan operasional perusahaan masih berjalan senormal mungkin. Dengan demikian, diharapkan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh Sritex.
Kondisi Sritex yang berada di ujung tanduk berbanding terbalik dengan kebutuhan tenaga kerja di bidang tekstil dalam negeri. AK-Tekstil Solo mengklaim 100 persen lulusan mereka terserap oleh industri tekstil.
Pada tahun lalu, Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil (AK-Tekstil) Solo meluluskan sebanyak 145 orang dan seluruhnya terserap oleh industri. Direktur AK Tekstil Solo Wawan Ardi Subakdo berkomitmen perguruan tinggi tersebut tidak hanya menjamin secara kuantitas tetapi juga kualitas.
Berdasarkan data dari AK-Tekstil Solo, ada upaya memperkuat hubungan antara kampus dan industri. Bahkan, akademi tersebut juga memperkenalkan Program Career Development Center (CDC). Platform ini akan menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengakses informasi lowongan kerja, program magang, serta berbagai peluang pengembangan diri lainnya.
Badan Pengurus Daerah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (BPD API) Jawa Tengah tidak menampik saat ini industri tekstil di dalam negeri masih terengah-engah, padahal, di dalam negeri pula tenaga kerja mumpuni siap ikut terlibat dalam pengembangan industri ini.
Lemahnya industri tekstil tidak lepas dari kondisi geopolitik global di Eropa yang akhirnya membuat sebagian pasar memilih untuk menggeser anggaran belanjanya pada barang yang lebih penting dibandingkan tekstil.
Melihat perbaikan kinerja yang signifikan sekaligus ketersediaan SDM yang berkualitas, pemerintah perlu terus mendorong industri ini agar kembali perkasa. Apalagi, melihat banyaknya orang yang mengandalkan hidup dari sektor ini.
Pembatasan impor pakaian maupun tekstil perlu kembali diperketat. Selain untuk melindungi SDM agar tidak ter-PHK akibat operasional perusahaan macet, upaya pengetatan impor pakaian juga untuk melindungi UMKM yang selama ini menjadi nyawa dari perekonomian nasional.
Baca juga: Menperin pastikan Sritex tetap produksi
Baca juga: Ribuan karyawan Sritex berencana gelar aksi di Jakarta