Depok (ANTARA) - Guru Besar Bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Prof Dra F Fentiny Nugroho, MA, PhD merekomendasikan konsep penthahelix plus guna menurunkan angka kemiskinan di Indonesia.
Prof Fentiny Nugroho dalam keterangannya, Rabu, mengatakan isu kemiskinan merupakan tantangan bagi Indonesia dalam perjalanan mencapai visi Indonesia Emas 2045 dan dalam mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs).
Ia merekomendasikan, yang diimplementasikan dalam penanggulangan kemiskinan sebagai dampak kebijakan global (free-trade policy) bukan hanya pentahelix, tetapi pentahelix plus.
“Pentahelix plus akan memperkuat Indonesia dalam memperoleh manfaat dari perdagangan bebas, dan semoga kelak angka kemiskinan kita dapat menurun hingga mencapai angka ‘no poverty’ seperti yang digariskan dalam SDGs,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, masalah kemiskinan merupakan “multi-faceted”, hal yang umum terjadi di berbagai negara namun kompleksitasnya berbeda.
Di negara maju, kemiskinan cenderung hanya melibatkan sebagian kecil dari masyarakat, sementara di negara berkembang angka kemiskinan adalah masif, kerapkali melibatkan hampir setengah atau lebih dari jumlah penduduknya.
Prof Fentiny mengatakan, kemiskinan semakin memprihatinkan dengan adanya kebijakan global, seperti perdagangan bebas (free-trade). Kebijakan global tersebut telah menjadi fenomena umum di seluruh dunia.
Banyak pihak yang optimistis bahwa perdagangan bebas akan menimbulkan kemakmuran, namun banyak pihak juga yang mengamati bahwa perdagangan bebas dapat menimbulkan kemiskinan, khususnya bagi kelompok marginal di negara-negara berkembang, terutama karena ketidaksiapan negara berkembang dalam memasuki era perdagangan bebas yang sangat kompetitif.
Ia menambahkan, perdagangan bebas dapat berkontribusi positif dalam pertumbuhan ekonomi negara maju, tetapi untuk negara berkembang mereka memiliki keterbatasan dalam aspek sumber daya manusia dan ekonomi untuk dapat menjalankan perdagangan bebas secara tepat sasaran.
Untuk menganalisis hal ini, meminimalisasi dampak negatif dari perdagangan bebas sangat dibutuhkan bagi negara berkembang, khususnya Indonesia.
Tidak hanya secara teori, Prof Fentiny juga memakai ilustrasi kasus untuk dapat menggambarkan isu kemiskinan dan perdagangan bebas, yaitu terkait dengan barang dan bahan pokok impor yang membanjiri Indonesia.
Pasokan bahan pangan impor ini membuat harga bahan pangan menjadi meningkat, misalnya komoditas apel dan kentang. Pada akhirnya, perdagangan bebas yang diharapkan menjadi kebijakan yang tepat untuk peningkatan ekonomi, menjadi kontradiktif dengan realitas yang dihadapi di lapangan.
Selain itu, isu perdagangan bebas merupakan isu kolektif yang menjadi isu global saat ini, yang termasuk Hak Asasi Manusia (HAM) generasi ketiga.
Prof Fentiny menyampaikan bahwa jika masyarakat semakin miskin karena perdagangan bebas karena ketidaksiapan berkompetisi secara global, maka ini adalah pelanggaran HAM generasi ketiga.
Melihat semua isu terkait dengan kemiskinan, HAM, dan perdagangan bebas yang saling berkaitan, ia menawarkan kolaborasi pentahelix sebagai solusi dari dampak negatif perdagangan bebas di Indonesia.
Menurut dia, pembentukan komite nasional yang berfokus menangani masalah perdagangan bebas sangat diperlukan untuk mengatasi isu perdagangan bebas, dan dapat menangani masalah tersebut dari aspek internal, misalnya terkait dengan produk ekspor, dan eksternal, yang berkaitan dengan produk impor, serta mengawal implementasi kebijakan yang berasal dari World Trade Organization (WTO), agar tidak merugikan Indonesia dalam aspek ekonomi.
Komite Nasional ini juga diharapkan dapat menggunakan Strategi Pembangunan Sosial dengan tiga aspek, yaitu individu, masyarakat, dan pemerintah. Strategi ini juga dapat digunakan kepada lima pilar, yaitu pemerintah, akademisi, dunia bisnis, masyarakat, dan media.
Dalam menjalankan tugasnya Komite Nasional harus melaksanakan misinya secara holistik, dengan mencakup pengembangan kapasitas secara individu, ekonomi, sosial, budaya, serta lingkungan.
Baca juga: Agus-Bintang menjadi Ketua dan Wakil Ketua BEM UI
Baca juga: UI dan Alibaba Cloud mendirikan skill center di Indonesia