Depok (ANTARA) - Guru Besar dalam bidang Mikosis Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof Dr dr Anna Rozaliyani M.Biomed, SpP(K) menyampaikan strategi penanganan penyakit jamur melalaui uji diagnosis cepat dan kolaborasi multisektor.
"Setiap tahun, lebih dari satu miliar orang dilaporkan menderita infeksi jamur, dengan sekitar 6,5 juta di antaranya merupakan infeksi jamur invasif yang menyebabkan sekitar 2,5 juta kematian," kata Prof Anna Rozaliyani, di Kampus UI Depok, Sabtu.
Ia mengatakan angka kematian ini sama tingginya atau bahkan melebihi penyakit serius lainnya seperti malaria dan tuberkulosis.
Anna menjelaskan jamur adalah mikroorganisme yang bisa ditemukan di berbagai tempat, penyakit yang disebabkan oleh jamur disebut mikosis, dan ilmu yang mempelajarinya disebut mikologi.
Infeksi jamur dianggap tidak berbahaya, tetapi infeksi jamur invasif terbukti menyebabkan kesakitan dan kematian pada pasien dengan gangguan sistem imun secara eksogen maupun endogen.
“Dari sekitar 3,8 juta spesies jamur di seluruh dunia, sekitar 300 spesies dapat menyebabkan penyakit pada manusia," ujarnya.
Baca juga: Guru besar FKUI lakukan pengkajian evolusi urologi pediatrik di Indonesia
Baca juga: Guru Besar FKUI presentasikan penelitian upaya preventif risiko ablasio retina
Infeksi dapat terjadi secara eksogen, yaitu terjadi dengan masuknya elemen jamur dari lingkungan luar ke dalam tubuh manusia melalui kontak, kulit cedera, atau perkutan.
Dapat pula secara endogen, yaitu berasal dari jamur yang semula berada di tubuh alamiah atau mikrobiota residen, seperti Candida albicans.
Anna mengatakan bahwa penyakit jamur dapat menjadi ancaman kesehatan global dengan beberapa faktor pendorong, seperti perubahan iklim, gaya hidup manusia tidak sehat, infeksi HIV ODHIV/AIDS, dan minimnya laporan spesies jamur resisten obat antijamur.
Selain itu, kondisi lingkungan Indonesia yang hangat dan lembab sebagai negara tropis juga sangat mendukung pertumbuhan jamur.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Anna mengatakan bahwa diperlukan strategi komprehensif.
Pengembangan diagnosis penyakit jamur harus dikembangkan dengan adanya POCT (point-of-care testing), yaitu pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di dekat pasien, di luar laboratorium sentral.
Baca juga: FKUI ciptakan inovasi mikrokapiler digital deteksi dini penyebab stroke
Teknologi diagnostik yang berkembang, seperti POCT, telah mengubah praktik klinis dengan menyediakan tes yang cepat, tepat waktu, mudah digunakan, dan dapat dilakukan di dekat pasien (bed-side test).
Uji diagnostik yang cepat dan akurat juga sangat dibutuhkan untuk mengurangi beban penyakit jamur di seluruh dunia.
Uji cepat ini harus memenuhi kriteria World Health Organization (WHO), yaitu terjangkau, sensitif, spesifik, mudah digunakan, cepat/tangguh, tidak memerlukan peralatan, dan dapat diterapkan kepada pengguna akhir.
“Kolaborasi multisektor serta upaya komprehensif juga merupakan kunci keberhasilan mengatasi tantangan penyakit jamur," katanya.
Selain itu, kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan pribadi dan lingkungan juga perlu ditingkatkan, termasuk memperbaiki gaya hidup melalui PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat).
"Dengan demikian, semua pihak dapat mendukung upaya penanganan penyakit jamur di Indonesia," ujarnya.