Mataram (ANTARA) - Sebanyak tiga suku lokal yang mendiami Nusa Tenggara Barat (NTB), yakni Sasak, Samawa, dan Mbojo menjadi modal besar bagi arah pembangunan pariwisata berbasis budaya di provinsi kepulauan seluas 20.153,15 kilometer persegi itu.
Sebagai daerah yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Sunda Kecil, Nusa Tenggara Barat bersaing ketat dengan Bali sebagai pulau para dewa dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menjadi tempat satu-satunya di dunia untuk menyaksikan reptil purba komodo. Kedua provinsi yang saling bertetangga tersebut tentu terdengar lebih akrab di telinga para turis, ketimbang Nusa Tenggara Barat.
Pembangunan wisata berbasis budaya menempatkan nilai-nilai, tradisi, dan identitas budaya sebagai pilar utama dalam merancang dan melaksanakan program pembangunan agar lebih berkelanjutan, inklusif, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal.
Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Lalu Gita Ariadi, mengatakan pemerintah daerah kini menyadari Nusa Tenggara Barat tidak bisa jika hanya mengandalkan keindahan sumber daya alam semata untuk menarik minat kunjungan wisatawan.
Ragam destinasi wisata yang ada perlu bersanding dengan keunikan budaya suatu daerah mulai dari tradisi, seni, arsitektur, adat istiadat, maupun cara hidup masyarakat setempat. Wisata berbasis budaya berpengaruh signifikan terhadap lama menginap wisatawan.
"Keunikan budaya memberikan pengalaman yang mendalam kepada wisatawan. Mereka tidak hanya menikmati keindahan pantai dan gunung, tapi juga berinteraksi dengan budaya lokal," kata Gita, birokrat yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang perkembangan pariwisata Provinsi NTB pada Januari sampai Oktober 2024, wisatawan mancanegara yang masuk melalui pintu Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid di Kabupaten Lombok Tengah tercatat sebanyak 70.489 orang.
Dibandingkan 2022 dengan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 15.388 orang dan 2023 dengan 57.586, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tahun ini jauh lebih tinggi.
Wisata berbasis budaya tidak hanya memberikan pengalaman unik bagi wisatawan, tetapi juga membantu masyarakat lokal menjaga dan melestarikan tradisi mereka.
Sepanjang 2024, Nusa Tenggara Barat memiliki 36 kegiatan pariwisata yang mengundang banyak wisatawan, di antaranya Festival Bau Nyale di Lombok Tengah, Perang Topat di Lombok Barat, Pacoa Jara di Dompu, hingga Maulid Adat Bayan di Lombok Utara.
Bahkan ajang kejuaraan dunia balap MotoGP di Sirkuit Mandalika yang berada di Pulau Lombok selalu bersanding dengan ragam atraksi budaya guna memikat mata para pembalap dan juga para penonton yang menyaksikan balapan tersebut.
Memahami sejarah dan kearifan lokal yang tersimpan melalui artefak, maka masyarakat bisa merumuskan solusi berbasis nilai-nilai tradisional dan inovasi modern.
Dalam pameran temporer peralatan rumah tangga berbahan organik yang disuguhkan Museum Negeri Nusa Tenggara Barat pada 13 Desember 2024 sampai 13 Februari 2025, masyarakat diajak merefleksikan limbah plastik yang mencemari planet Bumi. Sebanyak 110 koleksi artefak peralatan rumah tangga yang terbuat dari batu, kayu, daun, maupun kulit hewan mengajarkan kepada kita semua bahwa alat-alat dapur kuno baik bagi lingkungan dan kesehatan.
Sebagai ruang publik, museum dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif seperti seni, kerajinan tangan, kuliner, dan produk budaya lainnya yang memiliki potensi pasar. Gagasan pembangunan berangkat dari museum mencerminkan pentingnya keberadaan museum sebagai pusat pengetahuan, budaya, dan identitas lokal yang dapat menjadi fondasi pembangunan daerah.
Membangun pariwisata NTB
Senin, 30 Desember 2024 17:30 WIB