Jakarta (ANTARA) - Masih adakah harapan kehidupan di jalur Gaza, Palestina, sejak secara biadab tentara zionis Israel memborbardir wilayah itu pada 7 Oktober 2023 hingga kini dan entah sampai kapan?
Tanpa jeda, Israel secara sistematis membumihanguskan Gaza. Dari utara ke selatan dan dari timur ke barat, serbuan sang zionis di Gaza persis seperti melipat serbet, hingga lipatan terkecil yang paling mungkin.
Jalur Gaza, 31 Desember 2024, menjadi saksi hilangnya harkat dan martabat kemanusiaan bagi 2,5 juta penduduk Palestina di wilayah itu.
Dalam dalam tempo 14 bulan, zionis Israel telah menewaskan lebih dari 45.500 warga Gaza tewas, kebanyakan perempuan dan anak-anak, lebih dari 100 ribu lainnya cidera dan ribuan lainnya ditangkap dan disandera dalam sejumlah penjara mematikan Israel.
Sejak 5 Oktober 2024, zionis Israel juga terus membombardir Gaza utara. Wilayah itu menjadi sasaran operasi pengeboman besar-besaran tentara Israel yang menargetkan bangunan yang tersisa, terutama di sekitar Rumah Sakit Al-Awda dan Rumah Sakit Kamal Adwan yang mengakibatkan sistem kesehatan di Gaza utara runtuh total.
Sebagai rumah sakit terbesar di Gaza Utara, Rumah Sakit Kamal Adwan—yang dinamai dari anggota Komite Sentral Fatah yang dibunuh pada 1973—sebelumnya melayani lebih dari 400.000 orang sebelum serangan terjadi.
Pada Jumat (27/12), militer Israel mengepung fasilitas medis tersebut, memaksa evakuasi staf kesehatan dan para korban luka secara paksa. Bagian dari rumah sakit itu dibakar selama penggerebekan.
Ismail Al-Thawabta, Direktur Jenderal Kantor Media Pemerintah di Gaza menyatakan setelah lebih dari 80 hari agresi tanpa henti terhadap Gaza utara, jumlah korban telah melampaui 4.800 orang, termasuk orang-orang yang hilang, lebih dari 12.500 terluka, dan lebih dari 1.900 orang ditahan.
Kementerian Pendidikan Palestina melaporkan bahwa lebih dari 11.825 siswa Palestina telah tewas akibat serangan Israel di Gaza dan Tepi Barat sejak Oktober tahun lalu. Selain itu, 117 staf akademik universitas di Gaza juga tewas.
Sebanyak 406 sekolah di Gaza rusak, termasuk 77 yang hancur total. Di Tepi Barat, 84 sekolah terdampak. Institusi pendidikan tinggi di Gaza mencatat kerusakan signifikan pada 20 universitas, dengan 51 bangunan universitas hancur total dan 57 lainnya rusak sebagian.
Sekitar 88.000 mahasiswa dan 700.000 siswa sekolah di Gaza kehilangan akses ke pendidikan. Sebanyak 11.057 siswa sekolah tewas, 16.897 cedera, 681 mahasiswa tewas, dan 1.468 lainnya mengalami cedera.
Di Tepi Barat, 79 siswa sekolah dan 35 mahasiswa tewas, dengan ratusan cedera dan penahanan. Total 441 guru dan staf sekolah di Gaza meninggal dunia, 2.491 cedera, sementara di Tepi Barat dua staf sekolah tewas, 17 cedera, dan 139 ditahan.
Tajuk terbaru surat kabar Israel, Haaretz, menyebut penghancuran rumah sakit di Gaza Utara oleh Israel sebagai bagian dari kampanye "pembersihan etnis" terhadap rakyat Palestina.
Tajuk itu mengkritik tindakan militer Israel di Gaza Utara, dengan menyatakan bahwa tujuan utama aksi ini adalah mencegah warga Palestina yang terlantar untuk kembali ke rumah mereka dan secara efektif mengosongkan wilayah tersebut dari penduduk.
Surat kabar itu menyoroti bahwa penghancuran tersebut, khususnya penghancuran rumah sakit, memaksa penduduk untuk pindah ke wilayah selatan demi mendapatkan layanan kesehatan yang vital.
Gaza Utara, salah satu dari lima distrik di Jalur Gaza, memiliki luas wilayah sekitar 61 kilometer persegi. Wilayah ini mencakup beberapa kota utama seperti Beit Lahia, Beit Hanoun, dan Jabalia, serta beberapa kamp pengungsi.
Sejak 7 Oktober 2023, Amerika Serikat (AS) telah menghabiskan lebih dari 22 miliar dolar AS (sekitar Rp356,7 triliun) untuk mendukung operasi militer Israel di Gaza, Lebanon, dan Suriah.
Menurut Stockholm International Peace Research Institute, AS memasok 69 persen kebutuhan senjata Israel pada 2019–2023, meningkat menjadi 78 persen pada akhir 2023.
Hingga Desember 2023, AS mengirimkan 10.000 ton senjata senilai 2,4 miliar dolar AS (sekitar Rp38,9 triliun), yang bertambah menjadi 50.000 ton pada Agustus 2024 melalui ratusan pesawat dan kapal.
Sebagai sekutu utama Israel, AS menyediakan perlengkapan militer canggih, termasuk rudal Iron Dome, bom presisi, helikopter CH-53 dan AH-64 Apache, peluru artileri, serta amunisi bunker-buster.
Di tengah kehancuran yang terus meluas, dunia dihadapkan pada pilihan: membiarkan Gaza menjadi simbol abadi penderitaan tanpa akhir, atau berdiri bersama prinsip keadilan untuk memastikan generasi mendatang tidak mewarisi kisah kelam ini.
Baca juga: Sebanyak 258 staf UNRWA di Gaza tewas
Baca juga: Bayi kembar Palestina meninggal akibat kedinginan
Baca juga: Hamas: Gencatan senjata Gaza mandek