Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tak berhenti menggulirkan gebrakan besar. Salah satunya melalui strategi jangka panjang transformasi sumber daya manusia (SDM) kesehatan.
Ini dilakukan untuk menjawab tantangan layanan kesehatan yang merata dan berkualitas khususnya bagi daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).
Menteri Kesehatan Budi G Sadikin mengungkapkan rasio dokter Indonesia saat ini masih 0,47 per 1.000 penduduk, jauh dari standar WHO yang menetapkan 1:1.000.
“Ketertinggalan ini harus kita kejar. Ini perjuangan panjang, tapi bukan tak mungkin dicapai,” ujar Budi dalam keterangannya, Kamis.
Budi mengatakan dengan visi membangun keadilan layanan kesehatan dasar yang merata ke DTPK, Kemenkes meluncurkan program beasiswa afirmasi untuk mencetak tenaga medis dari daerah yang paling membutuhkan.
Tahun ini, sebanyak 966 beasiswa diberikan kepada lulusan SMA dan mahasiswa kedokteran dari wilayah DTPK.
"Harapannya, tenaga medis ini akan kembali ke daerah asal menjadi pahlawan kesehatan di tanah kelahiran mereka," kata Budi.
Selain itu, 2.330 tenaga medis dan kesehatan ditempatkan di puskesmas daerah terpencil melalui program penugasan khusus.
"Tambahan 1.023 beasiswa dokter spesialis dan subspesialis, ditambah 788 beasiswa dari LPDP, juga bukti nyata pemerintah tidak tinggal diam," ujarnya.
Tak hanya itu, Kemenkes juga menargetkan spesialisasi strategis seperti kanker, jantung, hingga kesehatan ibu dan anak melalui 170 beasiswa fellowship dokter spesialis.
Budi melanjutkan di tengah upaya perbaikan di dalam negeri, Kemenkes turut mengundang diaspora pulang ke rumah. Melalui program adaptasi dokter diaspora, tujuh dokter spesialis yang berpraktik di luar negeri kembali mengabdi di Tanah Air.
Selain itu, dibukanya kelas internasional di Poltekkes Kemenkes jadi sinyal bahwa Indonesia ingin menjawab tantangan global.
Terkait akses dokter spesialis ke daerah terpencil, pemerintah coba menjawab tantangan ini melalui Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSPPU).
Pada tahap awal, program ini membuka enam bidang spesialisasi utama, yakni jantung dan pembuluh darah di RSJPD Harapan Kita, neurologi di RS PON, pediatri di RSAB Harapan Kita, onkologi radiasi di RSK Dharmais, oftalmologi di RSM Cicendo, dan ortopedi-traumatologi di RSO dr Soeharso.
"Dengan skema pembiayaan penuh dari pemerintah, para residen akan menjalani pendidikan di RSPPU dan jejaring rumah sakitnya di berbagai daerah di Indonesia," ungkapnya.
Dari sisi teknologi, jelas Budi, Kemenkes menjawab kebutuhan tantangan teknologi dengan meluncurkan platform digital bernama Plataran Sehat.
"Dengan lebih dari 1,4 juta pengguna terdaftar, platform ini menjadi wadah bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk terus belajar meningkatkan kompetensinya," ucapnya.
Platform ini menyediakan berbagai pelatihan gratis untuk mempermudah tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam mencukupi kebutuhan Satuan Kredit Profesi (SKP).
Hingga akhir tahun ini, total 8,9 juta sertifikat diterbitkan sebagai bukti komitmen pemerintah terhadap peningkatan kualitas SDM kesehatan.
Selain itu, kata Budi, Kemenkes terus berupaya memastikan mutu pelatihan tenaga medis dan kesehatan dengan mengakreditasi 180 lembaga penyeleggara pelatihan.
Lembaga itu meliputi balai pelatihan, unit diklat pada RS pemerintah dan swasta, penyelenggara pendidikan tinggi, hingga institusi pelatihan swasta.
Upaya ini dilakukan agar menjamin pelatihan sesuai standar kurikulum, sehingga pasca mengikuti pelatihan, para tenaga medis dan kesehatan memiliki kompetensi yang siap menghadapi tantangan di lapangan.
Tak kalah penting, Kemenkes juga menerapkan pembaharuan Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan dengan tanpa biaya sesuai amanah UU Nomor 17 Tahun 2023.
"Ini bentuk apresiasi pemerintah bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang terus mendedikasikan diri untuk negeri ini," ucapnya.
Budi menambahkan transformasi SDM Kesehatan merupakan langkah besar. Namun, untuk mewujudkan layanan kesehatan merata dan berkualitas, diperlukan lebih dari sekadar program di atas kertas.
"Kolaborasi lintas sektor, transparansi anggaran, dan mekanisme evaluasi yang ketat harus jadi pilar utama kesuksesan program ini," kata Budi.
Transformasi SDM kesehatan juga, lanjut Budi, bukan hanya menambah jumlah tenaga medis dan tenaga kesehatan, tetapi juga memastikan kualitas serta keberlanjutan layanan kesehatan di Indonesia.
"Pemerintah optimistis upaya ini akan membawa masyarakat menikmati akses kesehatan lebih merata dan berkualitas di masa depan," tutupnya.
Transformasi SDM dorong pemerataan layanan kesehatan di Indonesia
Kamis, 2 Januari 2025 13:05 WIB