Jakarta (ANTARA) - Terdapat 240 perkara pengujian UU sepanjang 2024, terdiri atas 189 perkara diregistrasi pada 2024 dan 51 perkara lanjutan dari 2023. MK memutus 158 perkara dan 82 perkara lainnya masih proses. Bersamaan dengan itu, MK menangani 308 perkara perselisihan hasil pemilu dengan rincian 294 perkara DPR/DPRD, 12 perkara DPD, dan dua perkara pilpres. Hasilnya, hanya 45 perkara yang dikabulkan, 64 ditolak, 149 tidak dapat diterima, 15 ditarik kembali, 20 gugur, dan 15 tidak berwenang diadili oleh MK.
Berikut sederet putusan MK sepanjang 2024:
Kemenangan Prabowo-Gibran konstitusional, gugatan Anies-Muhaimin terdaftar dengan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, sementara gugatan Ganjar-Mahfud Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Berbagai dalil permohonan disampaikan di hadapan hakim konstitusi pada sidang perdana, Rabu (27/3/2024). Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama mendalilkan dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. MK memutuskan permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Untuk pertama kalinya, sengketa pilpres diputus dengan suara tidak bulat. Tiga hakim konstitusi, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion) terhadap putusan MK.
Ambang batas parlemen 4 persen konstitusional bersyarat, melalui Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, Kamis (29/2/2024), MK mengabulkan sebagian permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) perihal ambang batas parlemen empat persen. MK menyatakan ambang batas parlemen empat persen tetap konstitusional untuk Pemilu DPR 2024, tetapi konstitusional bersyarat untuk Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya. MK memerintahkan ambang batas parlemen diatur ulang dengan berpedoman kepada persyaratan yang termaktub dalam pertimbangan putusan, antara lain, harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan, perubahan tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu, mewujudkan penyederhanaan partai politik, rampung sebelum tahapan Pemilu 2029, dan melibatkan berbagai kalangan dengan prinsip partisipasi publik bermakna.
Perombakan ambang batas pencalonan kepala daerah, MK merombak aturan ambang batas pencalonan kepala daerah lewat Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan atas perkara yang dimohonkan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan pada Selasa (20/8/2024) atau mendekati tahapan pendaftaran calon kepala daerah Pilkada 2024. Dengan adanya putusan ini, ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi turun. Sebelumnya, partai politik atau gabungan partai harus mendapatkan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi suara sah Pemilu DPRD, untuk mengusung calon kepala daerah.
Akhir perdebatan syarat usia calon kepala daerah, pada hari yang sama dengan putusan ambang batas pencalonan kepala daerah, MK juga membacakan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Dalam pertimbangan putusan, MK menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi sejak penetapan pasangan calon peserta pilkada oleh KPU. Penegasan MK itu mengakhiri perdebatan mengenai teknis penghitungan syarat usia calon kepala daerah. Pasalnya, sebelum putusan tersebut dibacakan, syarat usia masih simpang siur. Terlebih, putusan uji materi di Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 menyatakan, syarat usia calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.
Desain surat suara pilkada calon tunggal, MK mengubah menjadi model plebisit, yakni model yang meminta para pemilih menentukan setuju atau tidak setuju terhadap calon tunggal.
Ketentuan pilkada ulang jika kotak kosong menang, masih dalam Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024, MK turut memperjelas ketentuan pilkada ulang apabila kotak kosong menang pada pilkada calon tunggal.
Penegasan demi penegasan di UU Cipta Kerja, Melalui Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023, MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah serikat pekerja. Setidaknya ada 21 norma yang dikabulkan sebagian. MK memberi penegasan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. MK juga memerintahkan DPR dan Presiden, selaku pembentuk UU, untuk menggodok UU ketenagakerjaan yang baru paling lama dalam dua tahun. MK memerintahkan, klaster ketenagakerjaan dipisahkan dari UU Cipta Kerja agar tidak ada tumpang tindih aturan.
Tafsir baru delik pencemaran nama baik, perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang bisa dipidana apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan cara lisan. Hal itu merupakan penafsiran baru Mahkamah terkait delik pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
KPK berwenang usut korupsi militer, sepanjang kasus tersebut ditangani sejak awal atau dimulai oleh KPK. Ketentuan itu merupakan pemaknaan baru MK terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Sepanjang tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh unsur sipil dan militer yang sejak awal dilakukan atau dimulai oleh KPK, maka perkara tersebut akan ditangani oleh KPK sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Demikian Putusan Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Jumat (29/11/2024).
Perpanjangan batas waktu pengajuan kompensasi korban terorisme, Peria Ronald Pidu, korban Tindak Pidana Terorisme Bom di Pasar Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah serta Mulyani Taufik Hidayat dan Febri Bagus Kuncoro, korban bom Beji, Depok, Jawa Barat, mempersoalkan konstitusionalitas batas waktu pengajuan kompensasi korban terorisme dalam Pasal 43L ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Melalui Putusan Nomor 103/PUU-XXI/2023 itu, MK memperpanjang batas waktu bagi korban terorisme masa lalu untuk mengajukan permohonan kompensasi, bantuan medis, atau rehabilitasi psikososial dan psikologis kepada lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban, yakni dari tiga tahun menjadi sepuluh tahun.
Baca juga: Lelah jadi objek pungutan, 12 Serikat Pekerja ajukan uji konstitusi UU Tapera
Putusan MK sepanjang 2024
Kamis, 2 Januari 2025 10:01 WIB