Jakarta (ANTARA) - Upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas perpajakan adalah melalui digitalisasi dan pembangunan database perpajakan berbasis kecerdasan buatan (artificial intellegence atau AI).
Digitalisasi meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan pajak. Penerapan AI memungkinkan pengelolaan data lebih baik dan keputusan lebih akurat.
Indonesia memiliki potensi besar dari perpajakan namun masih menghadapi tantangan optimalisasi penerimaan pajak.
Rasio pajak Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) rendah dibandingkan negara berkembang lain. Menurut Bank Dunia, rasio pajak Indonesia pada 2022 hanya sekitar 10,8 persen, sementara negara OECD sekitar 34 persen.
Rasio pajak yang rendah ini mencerminkan banyak potensi pajak yang belum dimanfaatkan maksimal.
Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan sekitar 40 persen masyarakat Indonesia menganggap pajak sebagai beban yang tidak memberikan manfaat langsung. Selain itu, masalah penghindaran pajak dan kebocoran juga masih menjadi tantangan besar.
Pengelolaan data perpajakan di Indonesia masih bergantung pada sistem manual yang memerlukan banyak waktu dan sumber daya. Proses verifikasi dan analisis data secara konvensional kerap menyebabkan ketidaktepatan dan ketidakakuratan informasi.
Digitalisasi sistem perpajakan menawarkan banyak manfaat, antara lain peningkatan kepatuhan pajak, selain efisien.
Teknologi perpajakan memungkinkan e-filing (pelaporan pajak secara elektronik) dan e-payment (pembayaran pajak secara online).
Digitalisasi mengurangi biaya administrasi yang terkait dengan pemrosesan data pajak. Penggunaan sistem otomatis memungkinkan pemrosesan lebih cepat dan meminimalisir kesalahan manusia.
Sebagai contoh, penggunaan e-faktur untuk faktur pajak membantu mengurangi potensi pemalsuan faktur dan memudahkan verifikasi transaksi.
Dari segi transparansi dan akuntabilitas, teknologi dapat meningkatkan transparansi dalam pengelolaan penerimaan dan pengeluaran pajak. Setiap transaksi pajak yang tercatat dalam sistem digital dapat dengan mudah dipantau dan diawasi oleh pihak berwenang.
Hal ini juga memungkinkan publik untuk memantau bagaimana pajak digunakan sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.
Penerapan AI dalam pengelolaan data perpajakan berpotensi besar meningkatkan kualitas analisis dan pengambilan keputusan, antara lain, analisis data yang lebih cepat dan akurat.
AI memproses data perpajakan dalam waktu singkat, membantu otoritas pajak mengidentifikasi potensi penghindaran pajak dan mencocokkan data antara wajib pajak dengan data pihak ketiga (seperti data perbankan, transaksi bisnis, dll), dan dapat mendeteksi ketidaksesuaian antara laporan pajak yang diajukan oleh wajib pajak dengan data transaksi di lembaga keuangan.
AI dapat memantau kepatuhan pajak secara otomatis, mengidentifikasi pelanggaran, dan mengirimkan peringatan kepada wajib pajak atau petugas pajak. Kemampuan real-time AI dapat mendeteksi aktivitas mencurigakan atau penghindaran pajak oleh individu atau perusahaan.
Pemanfaatan kecerdasan buatan juga memungkinkan kita untuk membuat personalisasi layanan untuk wajib pajak.
Digitalisasi dan penerapan database perpajakan berbasis AI adalah langkah penting memperbaiki sistem perpajakan. Dengan digitalisasi, sistem administrasi pajak lebih efisien, transparan, dan mudah diakses wajib pajak.
Penerapan AI lebih lanjut dapat meningkatkan analisis data, mempermudah pengawasan, dan membantu pemerintah merencanakan kebijakan fiskal yang lebih efektif.
Untuk mewujudkan ini, pemerintah perlu terus mendorong inovasi sistem perpajakan dan memanfaatkan teknologi untuk menciptakan sistem lebih modern dan inklusif. Mengintegrasikan digitalisasi dan AI, Indonesia dapat mengatasi tantangan dan memperkuat sistem perpajakan secara berkelanjutan dan adil.
*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si, Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Baca juga: Menyongsong belanja perpajakan Pemerintah
Baca juga: Kenaikan pajak dan hidup hemat alias "frugal living"