Mataram (ANTARA) - Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Nusa Tenggara Barat Amri Nuryadin menyampaikan bahwa bencana banjir yang melanda wilayah Bima dan Dompu merupakan dampak alih fungsi 30.000 hektare lahan di kawasan perbukitan menjadi ladang jagung.
"Jadi, adanya alih fungsi puluhan ribu lahan ini yang menjadi penyebab bencana banjir di Bima-Dompu," kata Amri di Mataram, Senin.
Menurut dia, pemicu adanya alih fungsi lahan secara masif ini berawal dari adanya program pemerintah daerah bernama Pijar (Sapi, Jagung, dan Rumput Laut) yang berjalan sejak tahun 2013.
"Artinya, alih fungsi lahan ini tidak kemudian menyalahkan petani, melainkan negara yang telah memberikan ruang dan kesempatan kepada mereka untuk mengelola hutan. Program Pijar ini sudah kebablasan," ujarnya.
Baca juga: Polres Sukabumi panggil tiga perusahaan tambang yang beroperasi di selatan Sukabumi
Dari pendataan lapangan, Walhi dalam catatan terakhir tahun 2023, ada sekitar 200 ribu hektare, dalam skala luas NTB 2,1 juta hektare, kawasan hutan beralih fungsi menjadi ladang jagung. Alih fungsi lahan itu banyak terjadi secara masif di wilayah Bima, Dompu, dan Lombok Timur.
"Jadi, selama ini tidak dilakukan pengawalan. Petani kita dijejali dengan program tadi, yang kemudian tidak ada pembatasan dari pemda setempat," ucap dia.
Oleh karena itu, Amri mengatakan bahwa Walhi menyarankan pemerintah daerah untuk mengevaluasi program Pijar yang mengakibatkan masifnya alih fungsi lahan tersebut.
Baca juga: Pj Gubernur Jabar tanggapi pernyataan Walhi terkait pemicu bencana Sukabumi
"Kawasan hutan harus terjaga. Kami memberi masukan ini diberikan pembatasan. Kami tidak bilang ini tidak menguntungkan petani. Tetapi, lakukan pembatasan, kebijakan pembatasan wilayah mana yang harus dibatasi," kata Amri.
Perihal lahan yang sudah beralih fungsi, Amri mengingatkan pemerintah daerah untuk segera melakukan pemulihan dan tanggung jawab tersebut ada pada pemerintah.