Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Pegiat lingkungan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat meminta pemerintah segera menangani persoalan kerusakan hutan bakau atau mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Muaragembong.
"Kerusakan masih terus terjadi di beberapa titik hingga menyebabkan abrasi yang ikut meluas," kata pegiat lingkungan hidup dari Komunitas Muaragembongkita Ucie di Bekasi, Selasa.
Dia mengatakan kerusakan area hutan bakau masih terjadi di beberapa titik seperti Pantai Bakti, Pantai Sederhana, Pantai Mekar, Pantai Harapan Jaya, dan Pantai Bahagia, berdasarkan hasil peninjauan lapangan.
"Meski bernama Pantai Bahagia namun kerusakan di titik ini justru menjadi yang terparah sehingga tidak membuat masyarakatnya Bahagia. Abrasi akibat kerusakan hutan mangrove di titik ini terus meluas dalam empat tahun terakhir, bahkan sampai sepaha orang dewasa," ucapnya.
Baca juga: Habitat Lutung Jawa di Muaragembong Bekasi terancam, ini sebabnya
Menurut Ucie kerusakan hutan bakau ini disebabkan peralihan fungsi lahan secara masif oleh masyarakat sejak tahun 1990-an, saat perairan Muaragembong dikenal memiliki sumber daya ikan yang melimpah.
"Hutannya diubah jadi tambak-tambak, perubahan dilakukan besar-besaran. Masyarakat tidak tahu, tahunya tambak lebih menghasilkan, hutan pada dibabat. Hutan yang dulu dibabat jadi tambak, sekarang terendam karena abrasi. Lalu ditinggal sama orangnya," katanya.
Ia mengaku banyak masyarakat yang masih belum mengetahui cara mengelola lahan tanpa merusak lingkungan. Sosialisasi semacam ini yang masih perlu dilakukan agar kerusakan tidak semakin parah.
"Kalau dulu karena tambak, sekarang karena industri. Jadi sudah ada warga yang berpikir bahwa kalau ada industri, kalau ada pabrik bisa kerja enak. Padahal belum tentu," ucap dia.
Baca juga: Kembalinya kampung abrasi ke permukaan
Dia mengatakan pola pikir masyarakat itu muncul tatkala wilayah tetangga seperti Kecamatan Tarumajaya, Babelan, hingga Karawang sudah memiliki industri di sekitar pesisir pantai. Melihat hal tersebut, masyarakat Muaragembong menjadi tergiur.
"Padahal belum tahu industri itu nantinya ada limbah, bisa jadi lingkungan makin rusak, makin susah dapat ikan karena pada mati. Terus kalaupun iya ada industri, belum tentu warga sekitar yang bekerja, karena ini menyangkut sumber daya manusianya itu sendiri," ucap dia.
Dari serangkaian persoalan tersebut, Ucie menilai masyarakat Muaragembong perlu edukasi secara intensif tentang pentingnya melestarikan lingkungan. Apalagi sekarang muncul wacana tentang masyarakat yang boleh mengelola hutan melalui program Kehutanan Sosial.
"Jangan sampai program ini memperburuk lingkungan itu sendiri karena masyarakat tidak bisa mengelola. Di Muaragembong perlu edukasi semacam ini untuk mengembalikan kondisi Muaragembong seperti semula," katanya.
Baca juga: Pertamina bersih-bersih pesisir kawasan mangrove Muaragembong Bekasi
Sekretaris Desa Pantai Bahagia Ahmad Qurtubi mengatakan pembukaan lahan menjadi penyebab menyusutnya luas area hutan bakau di wilayahnya, dari semula 40 hektare menjadi hanya tersisa 14 hektare.
"Kalau sekarang di utara sekitar lima sampai tujuh hektare, di selatan juga sama, total tinggal 14 hektare yang tersisa. Kalau dulu sekitar tahun 1980, luas mangrove yang juga menjadi habitat Lutung Jawa di Kampung Muara Bendera ini lebih dari 40 hektare," kata dia.
Pegiat lingkungan minta perbaikan kerusakan hutan mangrove Muaragembong
Selasa, 26 Juli 2022 15:55 WIB
Kerusakan masih terus terjadi di beberapa titik hingga menyebabkan abrasi yang ikut meluas.