Jakarta (ANTARA) - Meski fasilitas kesehatan untuk pengobatan kanker payudara sudah cukup menunjang, namun sayangnya pasien kanker yang datang masih tetap dalam keadaan stadium lanjut. Hal ini membuat terapi kanker payudara Her2 positif butuh kombinasi pengobatan.
Hal tersebut dikatakan Konsultan Spesialis Bedah Onkologi (Kanker) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B (K) Onk, M.Epid, MARS.
“Berbeda dengan di luar negeri dimana yang datang itu 75 persen dalam kondisi stadium awal. Kalau kita terbalik, 75 persen datangnya dalam keadaan lanjut,” ujar Dr. dr. Sonar Soni Panigoro, dalam keterangannya, Selasa.
Dr Sonar menjelaskan bahwa pada stadium awal kanker payudara, pengobatan dimulai dengan operasi, diikuti dengan terapi tambahan atau terapi adjuvan.
Terapi adjuvan ini biasanya meliputi enam siklus kemoterapi ditambah dengan terapi target anti-HER2. Setelah siklus keenam, pasien akan melanjutkan dengan terapi target anti-HER2 sampai siklus ke-12.
“Kita menggunakan kemoterapi ditambah dengan terapi target anti-HER2. Setelah itu, pasien akan menjalani terapi target tambahan berikutnya dengan total semua durasi pengobatan sebanyak 18 siklus,” ungkap dr Sonar.
Dijelaskan dia bahwa jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kanker payudara HER2-positif, maka pasien akan diberikan pengobatan dengan anti-HER2.
Obat anti-HER2 pertama yang dikenal luas adalah Trastuzumab sebagai generasi pertama dari obat yang digunakan untuk menargetkan HER2.
Kini ada juga obat generasi kedua yang dikenal sebagai Pertuzumab. Meski kedua obat ini sama-sama menargetkan HER2, biasanya mereka tidak diberikan secara terpisah.
"Terapi yang efektif sering kali membutuhkan kombinasi beberapa jenis pengobatan. “Karena kanker tidak hanya bergantung pada satu faktor saja, seperti HER2. Oleh karena itu, terapi biasanya dimulai dengan kombinasi kemoterapi dan anti-HER2,” jelas dr Sonar.
Nah untuk stadium lanjut, jika kanker sudah menyebar, operasi tidak selalu mungkin dilakukan. “Biasanya, pengobatan dimulai dengan kemoterapi dan terapi target. Jika respon terhadap pengobatan bagus, baru dilakukan operasi. Setelah operasi, terapi lanjutan diberikan sesuai dengan respon pasien,” jelas dr Sonar.
Menurut dr Sonar, pada kanker payudara tipe HER2, pengobatan dengan kombinasi terapi target menunjukkan hasil yang baik. penggunaan terapi target lini pertama dan kedua secara bersamaan memberikan hasil yang lebih baik.
Namun, pengobatan ini bisa sangat mahal. Misalnya, biaya lini pertama bisa mencapai Rp7 juta per siklus, sedangkan biaya untuk keseluruhan terapi bisa mencapai 60 juta rupiah.
Sebelumnya, bahkan biaya obat untuk kanker payudara bisa mencapai Rp25 juta rupiah per siklus. Namun, dengan adanya generik dan merek lain, harga tersebut telah menurun.
Awalnya, obat ini hanya tersedia dari satu produsen dan sangat mahal karena monopoli, tetapi sekarang telah ada alternatif yang lebih terjangkau.
“Masalah yang sering dihadapi adalah ketidaktersediaan obat dan kendala dalam jaminan kesehatan seperti BPJS. Kadang-kadang, pasien harus membeli obat sendiri jika tidak tersedia," katanya.
"Meskipun pengobatan kanker payudara telah berkembang selama 15 tahun terakhir, tantangan dalam akses dan biaya tetap menjadi masalah besar bagi pasien,” ungkap dr Sonar menyayangkan.
Nah pengobatan kanker payudara HER2 memerlukan diagnosis, dimana untuk menentukan jenis kanker payudara, biopsi menjadi langkah penting. Meskipun ada tanda-tanda kanker, seperti luka atau benjolan, namun biopsi diperlukan untuk memastikan diagnosis. Biopsi bisa dilakukan dengan jarum kecil atau besar untuk mendapatkan sampel yang representatif.
“Setelah biopsi, jenis kanker akan ditentukan, seperti HER2 positif, triple negatif, atau tipe lainnya. Terapi akan disesuaikan dengan jenis kanker tersebut. Terapi anti-HER2 hanya bisa diberikan setelah diagnosis yang tepat melalui biopsi. Tanpa diagnosis yang akurat, pengobatan tidak bisa dilakukan secara efektif,” jelas dr Sonar.
Apa faktor penyebab kanker payudara, dr Sonar menyebut hal itu tidak selalu berkaitan dengan genetik. Karena menurutnya, keturunan hanya berperan sekitar 10-15% kasus kanker payudara. Jenis keturunan yang paling dikenal adalah BRCA1 dan BRCA2.
“Individu dengan mutasi pada gen-gen ini memiliki risiko kanker yang lebih tinggi, tetapi tidak ada jaminan kapan kanker akan muncul. Meskipun beberapa orang dengan mutasi gen BRCA dapat mengurangi risiko dengan tindakan preventif seperti mastektomi, risiko tetap ada,” jelasnya.
Tidak hanya itu, spesifikasi untuk kanker payudara pun sebelumnya hanya diklasifikasikan sebagai HER2-Positif atau HER2-Negatif saja. Sebagai informasi, HER2-Positif merupakan protein yang terlibat dalam pertumbuhan sel yang ada pada permukaan jenis sel kanker, termasuk kanker payudara.
Jika terdapat kelebihan ekspresi HER2, maka sel kanker akan menjadi lebih agresif.
Adapun kanker payudara HER2-positif ditandai dengan ekspresi berlebih dari protein HER2, yang mendorong pertumbuhan sel kanker.
HER2 merupakan salah satu jenis penanda yang bisa ditemukan pada sel kanker payudara. Ada beberapa tingkat positif dan negatif dari penanda ini, yakni HER2 Negatif berarti tidak ada penanda HER2 yang ditemukan pada sel kanker.
Sedangkan HER2 Positif menandakan kalau penanda ini muncul pada sel kanker, tapi memiliki intensitas yang bervariasi.
Jika sel kanker hanya sedikit terwarnai, maka disebut HER2 Low (rendah). Namun, jika hampir semua sel kanker terwarnai dengan kuat, ini dikenal sebagai HER3 High (tinggi).
Dimana HER1 Positif menunjukkan bahwa penanda ditemukan dengan intensitas lebih rendah dibandingkan dengan HER2 atau HER3.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sekitar 55% kasus kanker payudara termasuk dalam kategori HER2-Low.
Dokter Pendidik Klinis di Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini menjelaskan, semakin tinggi tingkat positivitias, maka semakin intensif pengobatan yang diperlukan.
Namun jika estrogen dan progesteron negatif, maka terapi hormon tidak bisa digunakan, namun hanya terapi target yang diberikan.
Terapi kanker payudara Her2 positif butuh kombinasi pengobatan
Selasa, 10 Desember 2024 15:59 WIB