Cilacap (ANTARA) - Lahan di perbukitan sisi utara Desa Kalijeruk, Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, itu terlihat hijau oleh tanaman jagung dan kopi.
Namun jika diamati secara saksama, di antara tanaman jagung dan kopi itu tampak tumbuhan lain yang turut ditanam, sehingga menambah hijaunya lahan tersebut.
Tumbuhan yang turut ditanam di lahan yang dijadikan sebagai demonstrasi plot (demplot) oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) University dan PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) itu adalah tanaman gamal (Gliricidia sepium).
Tanaman yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai sirisida itu diketahui merupakan salah satu tanaman untuk bahan baku energi. Gamal merupakan salah satu jenis biomasa yang memiliki potensi yang cukup tinggi sebagai sumber energi terbarukan. Tanaman ini perawatannya relatif mudah dan ditanam semata-mata untuk produksi bioenergi terbarukan, bukan untuk pakan.
Oleh karena itulah, IPB yang mendapat kepercayaan dari PT PLN (Persero) khususnya PLN EPI untuk menjalankan proyek ekosistem biomassa berkeberlanjutan mencoba mengembangkan budi daya tanaman energi, yakni gamal dan kaliandra (Calliandra) pada tahun 2024. Hal itu dilakukan karena kebutuhan terhadap biomassa kayu tersebut cukup besar dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB University, Dr Meika Syahbana Rusli, mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan kelanjutan dari kajian yang dilakukan oleh IPB pada tahun 2021 atas permintaan PLN EPI terkait dengan ketersediaan lahan kering yang bisa dimanfaatkan untuk memproduksi biomassa agar kebutuhan biomassa kayu pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) bisa tercukupi.
Kegiatan tersebut diisi dengan sosialisasi program dan pelatihan kepada masyarakat petani di kecamatan terpilih yang lokasinya dekat dengan PLTU Adipala (PLTU Jateng 2). Ada tiga kecamatan di Kabupaten Cilacap yang dijadikan sebagai lokasi percontohan, yakni Jeruklegi, Kawunganten, dan Kesugihan.
Selanjutnya, pada bulan September 2023 diputuskan untuk memberikan bantuan tanaman energi yang diperlukan dan beberapa petani sudah menanamnya sendiri. Saat ini telah ada 6 hektare lahan yang dijadikan demplot dan tersebar di tiga kecamatan terpilih.
Khusus untuk lahan demplot di Desa Kalijeruk difokuskan untuk tanaman gamal yang dibudidayakan secara tumpang sari dengan tanaman jagung dan kopi. Kopi merupakan tanaman tahunan, tanaman jagung yang bisa dipanen setelah usia 3 bulan, dan gamal yang dipanen tiap tahun, sehingga petani tetap bisa mendapatkan penghasilan dari tanaman lainnya yang dibudidayakan bersama tanaman energi.
Sistem tumpang sari juga diberlakukan pada demplot tanaman kaliandra yang lahannya lebih spesifik karena memerlukan suhu yang lebih dingin dibandingkan lahan untuk tanaman gamal.
Setelah panen, tanaman energi tersebut selanjutnya akan dibeli oleh PT Artha Daya Coalindo yang merupakan anak perusahaan PT PLN Indonesia Power, subholding dari PT PLN (Persero). Tanaman energi ini akan diolah sebagai biomassa kayu untuk dipasok ke PLTU Adipala sebagai substitusi batu bara.
Biomassa kayu dari tanaman gamal dan kaliandra memiliki keunggulan dibanding biomassa limbah serbuk kayu yang selama ini digunakan oleh PLTU Adipala yang dikelola PT PLN Indonesia Power.
Keunggulannya, tanaman tersebut cepat tumbuh dan cocok ditanam pada lahan kering serta kandungan kalorinya bisa mencapai 4.000 kilokalori per kilogram. Sementara serbuk kayu memiliki kekurangan berupa kadar air yang tinggi dan kalorinya tidak mencukupi.
Terkait dengan hal itu, IPB bersama PLN Group membangun proyek percontohan ekosistem biomassa untuk keberlanjutan biomassa cofiring PLTU Adipala. Kelembagaan ekosistem biomassa tersebut melibatkan tiga kecamatan, sembilan desa, 16 kelompok tani hutan, dan tiga badan usaha milik desa (BUMDes).
Diakui ada pihak yang mengkhawatirkan program cofiring merupakan deforestasi atau penebangan hutan untuk mendapatkan kayu sebagai pengganti batubara.
Padahal, dalam program tersebut dilakukan penanaman tanaman energi pada lahan kering, bukan melalui pembukaan hutan. Tanaman gamal dan kaliandra dipilih karena sifatnya cepat tumbuh dan berkelanjutan, sehingga kebutuhan biomassa dapat terpenuhi, emisi bisa diturunkan, dan masyarakatnya punya penghasilan.
Kendati saat ini baru berupa demplot seluas 6 hektare, Direktorat Biomassa PLN EPI menargetkan luasan lahan tanaman energi di Cilacap mencapai 100 hektare. Jika luasan lahan tersebut ditanami tanaman energi secara penuh atau monokultur (pertanaman tunggal), potensi panennya bisa mencapai 40 ton per hektare, dengan asumsi satu tanaman gamal seberat 6 kilogram sekali panen.
Direktur Utama PT Artha Daya Coalindo, Judi Winarko, mengemukakan bahwa dalam penyerapan tanaman gamal dan kaliandra tersebut, pihaknya menerapkan mekanisme business to business (B2B) antara perusahaan dan BUMDes.
BUMDes akan mengolah tanaman energi tersebut menjadi serbuk kayu. Dari 1 ton kayu tanaman energi, bisa menghasilkan 0,5 ton serbuk kayu untuk dijual ke PT Artha Daya Coalindo dengan harga sesuai perolehan batu bara setempat, yakni harga batu bara yang diperoleh PLTU Adipala.
PT Artha Daya Coalindo hingga saat ini belum menyerap biomassa kayu dari tanaman energi tersebut, tetapi telah menyerap produk lain seperti limbah serbuk gergaji dan sekam padi sejak tahun 2021 untuk cofiring PLTU.
Oleh karena kebutuhan untuk cofiring mengalami peningkatan, pasokan limbah-limbah tersebut tidak lagi mencukupi, sehingga PLN melangkah ke penanaman tanaman energi.
Terkait dengan kebutuhan biomassa di PLTU Adipala, Manajer Pengembangan Bisnis, Teknologi, dan Pemasaran Biomassa PT PLN Energi Primer Indonesia, Odi Sefriadi, menambahkan bahwa hingga saat ini baru mencapai 3 persen, selebihnya berupa batubara dan persentasenya ke depan akan ditingkatkan.
"Mungkin lebih dari 5.000 ton per bulan untuk pasokan biomassanya. Itu yang coba kita penuhi, dan karena target tahun per tahunnya semakin meningkat, maka kita harus menggalakkan penanaman," ucapnya.
Dengan demikian, kekurangan biomassa yang selama ini dipenuhi oleh limbah, akan ditutup oleh biomassa kayu yang diperoleh melalui penanaman tanaman energi, sehingga kebutuhan biomassa pada masa mendatang sudah bisa dipasok sendiri melalui penanaman yang dilakukan oleh masyarakat.
Kepala Desa Kalijeruk Yanto menyampaikan terima kasih karena desanya menjadi salah satu lokasi percontohan melalui demplot tanaman gamal yang diharapkan bisa berkembang, sehingga daerah itu tidak hanya menghasilkan jagung dan kopi.
Bahkan, selain kayu yang dijadikan serbuk untuk memenuhi kebutuhan PLTU Adipala, daun gamal juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Saat ini, di Desa Kalijeruk terdapat sekitar 40 petani yang terlibat dalam penanaman gamal di demplot maupun secara mandiri. Dengan demikian, kegiatan tersebut diharapkan dapat menambah penghasilan petani setempat.
Program cofiring
Program cofiring PLTU merupakan program yang dibuat oleh PT PLN (Persero) dalam rangka meningkatkan bauran energi ramah lingkungan yang didapatkan dari kombinasi campuran bahan bakar biomassa dengan batubara melalui sistem cofiring.
PT PLN (Persero) telah menetapkan 52 PLTU yang akan melaksanakan program cofiring yang tersebar di seluruh Indonesia dan memiliki total kapasitas pembangkit sebesar 18.665 MW. Dengan demikian, dapat diperkirakan jika menggunakan sistem cofiring pada total kapasitas PLTU eksisting akan dapat meningkatkan bauran energi dari biomassa sampai sebesar 5 persen (933,25 MW).
Program tersebut merupakan upaya PT PLN (Persero) untuk mencapai target bauran energi terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada tahun 2025. PLN EPI menilai biomassa sangat kompetitif untuk memenuhi target dekarbonisasi di Indonesia, karena biaya listrik Levelized Cost of Electricity (LCOE) energi cofiring biomassa lebih rendah bila dibandingkan akselerator EBT lainnya.
Penggunaan teknologi cofiring tersebut menandakan komitmen Indonesia untuk mempercepat tujuan Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060, mengingat PLTU merupakan salah satu penyumbang emisi CO2 terbesar. Dengan memanfaatkan biomassa dalam teknologi cofiring pada PLTU, PLN berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 1,05 juta ton CO2e dan menghasilkan 1,04 terawatt hour (TWh) energi bersih pada tahun 2023.
Membangun ekosistem biomassa wujudkan energi ramah lingkungan
Oleh Sumarwoto Jumat, 8 Maret 2024 20:24 WIB