Beijing (ANTARA) - Dalam Pertemuan Tingkat Menteri Pertama (2+2) antara Indonesia dan China dibicarakan soal tarif impor yang dikenakan oleh Amerika Serikat (AS).
"China adalah negara besar di kawasan dan AS juga negara besar di kawasannya, Indonesia menghormati negara-negara besar di masing-masing kawasan. Seperti disampaikan Presiden Prabowo bahwa banyak orang Indonesia yang berbagi DNA yang sama dengan masyarakat China, jadi China adalah tetangga dekat kami dan kami ingin memperkuat kerja sama bilateral sekaligus menjaga perdamaian," kata Menteri Luar Negeri Sugiono di Wisma Negara Diaoyutai pada Senin (21/4).
Menlu Sugiono menyampaikan hal tersebut dalam 2+2 Pertemuan Tingkat Menteri Pertama China-Indonesia bersama dengan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Luar Negeri China Wang Yi dan Menteri Pertahanan China Dong Jun.
Indonesia, menurut Sugiono saat berfokus pada program nasional seperti ketahanan pangan, ketahanan energi dan hilirisasi industri.
"Sehingga kami harapkan China dan AS dapat melakukan negosiasi dan mencapai kata sepakat sehingga dua kekuatan besar di kawasan ini dapat bermanfaat bagi kita semua," ungkap Sugiono.
Sedangkan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan relasi AS-China yang lebih stabil dinantikan oleh banyak negara.
"Karena kami tahu bahwa pengaruh China dan AS berdampak luas dan kami berharap dua kekuatan besar ini dapat melindungi komunitas global. Indonesia menghormati AS dan China, tapi karena Indonesia berada di benua Asia, maka secara budaya Indonesia dekat dengan China, tapi Indonesia tetap independen dan menjaga prinsip bebas aktif sebagai arah politik luar negeri," kata Sjafrie.
Sementara Menlu Wang Yi terkait tarif mengatakan hanya kurang dari 100 hari sejak Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS, kebijakan luar negeri AS menciptakan banyak masalah bagi dunia khususnya karena prinsip "Make America Great Again" (MAGA).
"Mereka menggunakan tekanan maksimal bahkan kepada sekutu-sekutu terdekatnya. Mereka bicara soal tarif timbal balik padahal hal itu sebenarnya bukan timbal balik melainkan alat tekan kepada semua mitra dagang termasuk Indonesia yang dikenai tarif 32 persen. Hal ini tidak sesuai normal internasional dan dan mereka mencoba untuk mendapat manfaat dari kesusahan pihak lain," kata Wang Yi.
Wang Yi juga menyebut ia menyadari bahwa target utama dari kebijakan tarif adalah negaranya.
Baca juga: Perdana Menteri China Li Qiang kunjungi Indonesia akhir Mei 2025
Baca juga: Dubes tegaskan komitmen bersama RI-China
Baca juga: Menlu RI sebut 75 tahun diplomasi RI-China capai tonggak bersejarah