Jakarta (ANTARA) - Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) dalam publikasinya pada 2024 memperingatkan perubahan iklim yang dipengaruhi aktivitas manusia mencapai kenaikan baru pada 2024. Di mana tahun pertama suhu bumi mencapai lebih dari 1,5 derajat celcius di atas era pra-industri.
Tahun lalu, menurut laporan Kondisi Iklim Global 2025 oleh WMO, merupakan tahun terhangat dalam catatan yang sudah berjalan selama 175 tahun.
Peningkatan emisi GRK di atmosfer akibat aktivitas manusia masih menjadi faktor utama yang menyebabkan perubahan iklim, dengan tiga jenis gas utama yang disoroti perannya yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N2O).
Menghadapi kondisi tersebut, penanganan perubahan iklim tingkat global menghadapi kemunduran ketika Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump mengumumkan mundur dari Perjanjian Paris dan segala implementasi untuk mewujudkan target yang tertuang di dalamnya.
Dari sisi Indonesia, komitmen untuk menangani perubahan iklim masih terus dijaga.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq memastikan bahwa penyusunan dokumen iklim kedua atau Second National Determined Contribution (NDC) masih terus berjalan meski AS menyatakan mundur dari Perjanjian Paris.
Dia menyebut bahwa dokumen yang sebelumnya berencana dikeluarkan pada Februari tertunda karena masing-masing sektor masih mendiskusikan mengenai target dan periode pencapaian.
Pemerintah kini mendorong sejumlah aksi untuk mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca termasuk dari sisi pendanaan dengan mendorong perkembangan nilai ekonomi karbon. Hal itu ditandai dengan peluncuran perdagangan karbon internasional pada awal 2025. Sebelumnya, Indonesia sudah memiliki perdagangan karbon dalam negeri pada 2023.
Data per April 2025, Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon melaporkan volume transaksi perdagangan karbon mencapai sebanyak 690.675 ton CO2e (ton ekuivalen) unit karbon selama kuartal I 2025.
Karbon yang didagangkan tersebut berasal dari sektor energi dengan terutama dari pengoperasian pembangkit listrik dari sumber energi baru terbarukan.
Termasuk, pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul yang mengurangi 5.000 ton CO2e.
Selain itu perdagangan karbon internasional akan melibatkan pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Priok Blok 4 yang diperkirakan dapat mengurangi emisi hingga 500.000 ton CO2e, konversi pembangkit single cycle menjadi combined cycle di PLTGU Grati Blok 2 yang berpotensi menurunkan emisi sebanyak 495.000 ton CO2e dan Blok 2 unit pembangkit di Muara Tawar berpotensi dapat menekan hingga 30.000 ton CO2e.
Terdapat juga potensi pengurangan dari pembangunan Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang diperkirakan mampu mengurangi emisi hingga 750.000 ton CO2e.
Sektor kehutanan, yang menyumbang salah satu target pengurangan emisi terbesar berdasarkan NDC, kini juga tengah dipersiapkan untuk memasuki pasar karbon untuk diperdagangkan.
Dengan masuknya sektor kehutanan tersebut, maka pasar karbon Indonesia akan memiliki keunikan dibandingkan pasar sejenis yang sudah berjalan di negara lain.
Menjaga bumi tidak hanya berbicara mengenai karbon yang tidak terlihat mata telanjang, tapi juga langkah nyata di lapangan yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat secara umum.
Secara khusus untuk transisi energi, Presiden Prabowo Subianto mengatakan pemerintah berencana mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam 15 tahun ke depan atau sekitar 2040. Komitmen itu kembali dipastikan dengan peluncuran Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025 tentang Denah (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan pada April 2025.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan komitmen untuk mencapai target pengurangan emisi sektor kehutanan yang ingin dicapai lewat FOLU Net Sink 2030 atau kondisi ketika penyerapan sektor kehutanan lebih besar dibandingkan pelepasannya.
Kementerian Kehutanan juga sudah membentuk Organisasi Operation Management Office (OMO) Indonesia FOLU Net Sink 2030 untuk menanganinya.
Indonesia kini memiliki 187 juta hektare kawasan hutan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, atau 51,1 persen dari total daratan.
Untuk angka deforestasi, yang menjadi penyumbang pelepasan emisi terbesar, secara netto 2024 tercatat sebesar 175,4 ribu hektare pada 2024. Jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tren deforestasi menunjukkan sedikit kenaikan, namun tetap lebih rendah dibandingkan rata-rata deforestasi dalam satu dekade terakhir.
Baca juga: Cintai bumi sebagai perwujudan kesyukuran pada Ilahi