Jakarta (ANTARA) - Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno meyakini bahwa listrik adalah fondasi bagi pertumbuhan ekonomi dan juga kemandirian bangsa. Menurutnya, listrik bukan sekedar tentang penerangan semata, namun juga pendorong perekonomian dan industrialisasi.
Sebagai perusahaan listrik milik negara, PT PLN (Persero) mengemban tugas besar memastikan ketersediaan listrik di seluruh pelosok Tanah Air. PLN memiliki peran krusial bagi pembangunan ekonomi, sebab listrik merupakan kebutuhan utama bagi rumah tangga, dunia usaha, industri, dan beragam sektor lainnya.
Perusahaan yang dulunya bernama Djawatan Listrik dan Gas di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga itu bertanggung jawab untuk terus meningkatkan akses dan kualitas pasokan listrik nasional. Meskipun demikian, PLN tidak hanya menyediakan listrik konvensional, namun juga berupaya melakukan transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan atau energi bersih.
Adapun sumber energi bersih, antara lain sinar Matahari, angin, air, panas bumi, hingga biomassa. Penggunaan energi bersih sangat penting guna menjaga kelestarian lingkungan dalam jangka panjang.
Berbagai langkah telah dilakukan oleh PLN untuk mendorong pemanfaatan energi bersih di Indonesia, salah satunya dengan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) memanfaatkan sinar Matahari yang melimpah di Bumi Pertiwi.
Selain itu, PLN juga mengembangkan proyek-proyek pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di wilayah-wilayah dengan potensi angin yang tinggi, memperluas kapasitas pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan memanfaatkan sungai atau bendungan untuk menghasilkan listrik, serta mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) memanfaatkan cadangan panas bumi yang besar di Tanah Air.
Penyaluran energi bersih
Sejumlah inisiatif dilakukan PLN dalam menyalurkan energi bersih, salah satunya melalui Sertifikat Energi Terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC). REC adalah dokumen yang membuktikan bahwa sejumlah tertentu energi listrik yang dihasilkan berasal dari sumber energi terbarukan dan digunakan sebagai alat untuk melacak dan mengklaim penggunaan energi terbarukan tanpa harus terhubung langsung ke sumbernya.
Setiap REC biasanya mewakili 1 megawatt hour (MWh) listrik dari sumber energi terbarukan yang sudah masuk ke dalam jaringan listrik. PLN menawarkan REC kepada pelanggan, baik individu maupun perusahaan, yang ingin memastikan konsumsi listrik mereka berasal dari sumber energi terbarukan sebagai kontribusi dalam transisi energi hijau.
REC PLN telah berstandar internasional, sehingga dapat diakui dalam berbagai laporan berkelanjutan dan penilaian lingkungan. Dengan demikian, pelanggan yang menggunakan REC bisa membuktikan komitmen mereka terhadap penggunaan energi bersih. REC tersebut juga dapat membantu perusahaan mencapai target pengurangan emisi karbon dan beralih dari energi berbasis fosil ke energi ramah lingkungan.
PLN telah menyalurkan REC kepada beberapa perusahaan besar, dengan total 200 gigawatt hour (GWh) listrik hijau.
Selain REC, inisiatif PLN lainnya guna mengurangi emisi karbon adalah dengan teknologi co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yaitu mencampur batu bara dengan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti biomassa. Biomassa yang dipakai biasanya berasal dari limbah pertanian, serbuk kayu, dan bahan organik lain yang mudah terurai.
Batu bara dan biomassa dibakar secara bersamaan dalam tungku PLTU yang nantinya akan menghasilkan lebih sedikit karbondioksida (CO2) dibandingkan dengan pembakaran batu bara murni. Pada 2023, teknologi co-firing tersebut berhasil menekan emisi hingga 1,05 juta ton CO2e.
Teknologi co-firing juga memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan. Penggunaan biomassa lokal bisa mendukung ekonomi lokal sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor batu bara. Pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar pun membantu mengurangi penumpukan limbah organik yang dapat menjadi sumber polusi.
Walaupun belum sepenuhnya lepas dari batu bara, teknologi co-firing memungkinkan integrasi biomassa secara bertahap, sehingga PLTU dapat beradaptasi dengan bahan bakar alternatif. PLN perlu terus mengembangkan teknologi dan inovasi guna meningkatkan porsi biomassa dalam campuran bahan bakar.
Menuju nol emisi
Guna mewujudkan transisi energi bersih dan mendukung target Indonesia dalam mencapai nol emisi bersih atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060, PLN memiliki beberapa strategi utama. Strategi pertama, yakni dengan tetap fokus pada pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan yang kapasitasnya ditargetkan meningkat menjadi 23 persen dari total bauran energi pada 2025.
PLN juga berkolaborasi dengan pemerintah melalui dedieselisasi, yaitu program untuk mengurangi penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar diesel di wilayah terpencil dan menggantinya dengan sumber energi terbarukan.
Diesel merupakan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi karbon tinggi. Bahan bakar diesel juga relatif mahal dan perlu biaya logistik yang tinggi untuk dikirim ke wilayah terpencil. Pemanfaatan energi terbarukan bisa membantu mengurangi ketergantungan pada solar dan menghemat biaya operasional jangka panjang.
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) menjadi salah satu solusi untuk mengurangi penggunaan bahan bakar diesel. PLTS bisa dipakai di wilayah terpencil yang mendapatkan banyak paparan sinar Matahari melalui pemasangan panel surya di atap ataupun dalam skala besar sebagai PLTS komunal.
Ada pula pembangkit listrik tenaga mikro hidro atau PLTMH yang digunakan PLN untuk menggantikan generator diesel di daerah yang terdapat sungai dan aliran air yang cukup kuat. Selain ramah lingkungan, pembangkit mikro hidro ini bisa menghasilkan listrik sepanjang tahun, dengan biaya relatif rendah.
Selanjutnya adalah battery energy storage system (BESS), yaitu teknologi penyimpanan energi menggunakan baterai guna menyimpan energi listrik yang dihasilkan dari sumber energi terbarukan, seperti tenaga angin atau tenaga surya. BESS membantu menjaga kestabilan jaringan dengan pemberian energi cadangan ketika permintaan listrik meningkat dan menjadi penting untuk menjaga kualitas daya dan menghindari pemadaman listrik.
Pelaku bisnis dan rumah tangga mulai banyak yang menggunakan BESS untuk menyimpan energi dari panel surya milik mereka yang dapat dipakai saat tidak ada sinar Matahari. Teknologi BESS ini juga dimanfaatkan untuk kendaraan listrik. Baterai menyimpan energi dari pengisian dan menyediakan daya untuk menggerakkan kendaraan.
Di sisi lain, terdapat tantangan dalam implementasi BESS, misalnya investasi awal untuk instalasi yang bisa jadi cukup tinggi, masalah lingkungan terkait daur ulang dan pengelolaan baterai setelah masa pakai, hingga keterbatasan kapasitas.
Kendati demikian, teknologi BESS bisa menjadi solusi yang menjanjikan guna memastikan ketersediaan listrik yang bersih dan berkelanjutan bagi masyarakat. Target mencapai nol emisi bersih pun bisa menjadi suatu keniscayaan yang bisa dicapai.
Listrik, energi bersih, dan upaya menuju nol emisi di Indobesia
Oleh Citro Atmoko Kamis, 31 Oktober 2024 9:05 WIB