Jakarta (ANTARA) - Kebijakan Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang belakangan ini kerap mengeluarkan kebijakan pemindahan narapidana (napi) asing ke negara asalnya atau transfer of prisoner cukup menyita perhatian publik.
Diawali dengan pemindahan Mary Jane Veloso, terpidana mati kasus penyelundupan narkoba asal Filipina, kemudian lima terpidana kasus penyelundupan narkotika anggota Bali Nine asal Australia, pada pertengahan Desember 2024, dan kebijakan tersebut kini masih berlanjut.
Terbaru, ada rencana pemulangan terpidana mati kasus narkotika dari Prancis, Serge Areski Atlaoui pada awal Februari 2025.
Meski mengundang kontroversi dari berbagai pihak, namun tak banyak yang tahu bahwa kebijakan pemulangan napi asing memberikan sejumlah keuntungan bagi Indonesia, seperti mengurangi biaya negara, meningkatkan kerja sama internasional maupun mengurangi beban lembaga pemasyarakatan.
Dalam kebijakan pemindahan napi asing, Pemerintah menggunakan perjanjian bilateral dalam bentuk Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA) in Criminal Matters.
Dengan demikian, jika nantinya Indonesia memiliki permintaan untuk memulangkan napi Indonesia dari Filipina, Australia, maupun Prancis, maka ketiga negara itu wajib memenuhi permohonan Indonesia.
Tak hanya bagi ketiga negara, kebijakan pemulangan napi oleh Indonesia ke negara asalnya tersebut, diyakini akan menjadi perhatian negara lain, khususnya beberapa negara yang merupakan tempat warga negara Indonesia (WNI) banyak dijatuhi hukuman mati, seperti Malaysia dan Arab Saudi.
"Mudah-mudahan setelah kita berbaik-baik dengan yang lain, pemerintah Malaysia maupun pemerintah Arab Saudi juga bisa kami ajak negosiasi untuk menyelesaikan kasus-kasus warga negara kita di luar negeri,” kata Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI Yusril Ihza Mahendra pada pertengahan Januari 2025.
Pemulangan napi asing, salah satunya berfokus untuk mementingkan unsur kemanusiaan karena para napi yang dipulangkan berstatus terpidana mati.
Implikasinya, kebijakan pemindahan napi Indonesia bahkan telah mendapatkan atensi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Usai kebijakan pemerintah Indonesia memulangkan Mary Jane dan lima napi Bali Nine, PBB mengubah hasil predikatnya untuk Indonesia dari "negatif" menjadi "netral".
Perubahan predikat PBB itu menjadi capaian yang sangat memuaskan, mengingat Indonesia pernah berada pada titik terendah dalam penilaian PBB, yakni pada 2015, dengan kategori unfair trial (persidangan yang tidak adil) di dunia.
Tak hanya itu, pemerintah Indonesia juga bisa mendapatkan keuntungan lain dari kebijakan pemindahan napi asing, yakni berkurangnya beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sebagaimana diketahui, sepanjang seorang napi masih ditahan dalam lembaga pemasyarakatan (lapas), seluruh kebutuhan hidupnya akan ditanggung oleh negara. Pada 2023, dana APBN yang digelontorkan untuk kebutuhan makan para napi mencapai sekitar Rp2 triliun.
Anggaran tersebut belum termasuk dana untuk kebutuhan lainnya antara lain seperti perawatan, pendidikan, pengajaran, hingga kegiatan rekreasi. Maka dari itu dengan memulangkan napi asing, beban berbagai kebutuhan tersebut akan ditanggung oleh negara asalnya dan tidak lagi menjadi kewajiban pemerintah Indonesia.
Begitu pula dengan permasalahan kepadatan lapas yang selama ini dihadapi Indonesia, di mana kapasitas 531 lapas dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia tercatat sebanyak 140.424 orang.
Sementara itu, per September 2024, jumlah napi dan tahanan secara keseluruhan mencapai 273.390 orang, sehingga terjadi kelebihan jumlah tahanan dan napi dibandingkan lapas maupun rutan sebanyak 132.966 orang atau 94,68 persen.
Dengan demikian, kebijakan pemulangan napi asing sedikit banyak akan mengurangi kepadatan lapas karena berkurangnya penghuni penjara.
Dari segi hubungan diplomatik, proses hukum pemindahan napi antarnegara berpotensi membangun rasa saling percaya di antara kedua penyelenggara negara.
Baca juga: Pemerintah wacanakan pemulangan Hambali dari penjara militer Amerika Serikat
Baca juga: Menko Kumham Imipas: Pemerintah segera bentuk Undang-Undang "Transfer of Prisoners"