Jakarta (ANTARA) - Isu sistem penerimaan pegawai negeri sipil di Bangladesh menjadi penyebab kerusuhan yang berdampak kejatuhan Kepala Pemerintahan, yaitu Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina.
Hal ini tentunya sangat mengherankan bagi sebagian kalangan di Indonesia, apalagi, sistem penerimaan tersebut diutamakan bagi keluarga veteran perang yang telah berjasa dalam perang dengan Pakistan tahun 1971, dengan mengalokasikan kuota sekitar 30 persen.
Kebijakan tersebut menimbulkan protes warga yang menuntut lapangan pekerjaan. Bentrokan aparat kepolisian dengan para pengunjuk rasa yang sebagian besar adalah mahasiswa kemudian memicu kerusuhan dan aksi pembakaran gedung-gedung pemerintahan mulai 16 Juli 2024 di Dhaka, Bangladesh.
Kerusuhan tersebut merenggut korban jiwa sekitar 115 orang dan lebih dari 400 orang terluka. Bentrokan sporadis di beberapa wilayah di Ibu Kota Dhaka dilaporkan terjadi pada Sabtu 20 Juli 2024. Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina pun tumbang setelah memimpin pemerintahan di negara itu sejak 1996 sampai 2001 dan dari 2009 sampai 2024.
Muhammad Yunus merupakan simbol perlawanan pemerintah yang merupakan musuh politik mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, ditunjuk sebagai pemimpin sementara negara itu.
Tokoh berusia 84 tahun itu pernah meraih Nobel Perdamaian dan dikenal sebagai pelopor keuangan mikro, yang membantu mengangkat sebagian masyarakat termiskin di negara itu keluar dari kemiskinan, sehingga ia kerap dijuluki “bankir kaum miskin”.
Sheikh Hasina dalam wawancara dengan Economic Times menyatakan adanya keterlibatan pihak Amerika Serikat yang berada di balik kerusuhan tersebut untuk menjatuhkan pemerintahannya karena dia tidak mengizinkan Amerika membangun pangkalan militer di pulau Saint Martin.
Pulau Saint Martin adalah pulau kecil yang terletak di dekat ujung Selatan Bangladesh, sekitar 9 km Selatan ujung semenanjung Cox's Bazar-Teknaf. Meskipun Bangladesh mengelola pulau tersebut, Myanmar juga mengklaimnya. Pasukan Myanmar terkadang menargetkan nelayan dari pulau tersebut di laut.
Pulau St. Martin telah menjadi hotspot geopolitik karena lokasinya yang strategis dekat dengan jalur laut vital yang penting untuk perdagangan global dan kedekatannya dengan sumber daya alam. Kondisi tersebut berfungsi sebagai pintu gerbang ke Samudra Hindia, menjadikannya penting bagi keamanan regional dan kepentingan ekonomi.
Penting untuk dicatat bahwa kudeta di Bangladesh secara luas dispekulasikan sebagai operasi pergantian rezim oleh AS. Protes di Bangladesh, kekerasan, dan kepergian Sheikh Hasina dari negara tersebut telah menimbulkan pertanyaan apakah ada AS di balik kudeta tersebut.
Pergantian rezim yang telah terjadi di Bangladesh ditandai mundurnya pemerintahan yang secara konstitusional berkuasa. Ini menjadi pengingat bahwa apabila tidak didukung legitimasi yang kuat maka penggulingan melalui aksi massa menjadi suatu keniscayaan.
Pemerintah yang stabil memerlukan apa yang disebut Gaetano Mosca (1939) sebagai “respect” (penghormatan) terhadap segala kebijakannya untuk bisa dijalankan oleh sebagian besar masyarakatnya. Dalam situasi ini masyarakat Bangladesh benar-benar menuntut perbaikan kesejahteraan melalui penerimaan pegawai yang adil, lebih berdasarkan pada prestasi (merit system).
*) Irjen Pol Chaidir adalah Tenaga Ahli Pengajar Lemhannas RI
Baca juga: Bangladesh gelar pemilu pada Desember
Baca juga: Presiden Bangladesh akhiri pemerintahan PM Hasina