Kabupaten Bogor (ANTARA) - Akhir masa jabatan kepala daerah merupakan periode krusial untuk memastikan seluruh program yang tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) telah terealisasi serta tercapai sesuai target.
RPJMD pada akhir masa jabatan kepala daerah kerap dijadikan acuan bagi perangkat dinas sebagai barometer keberhasilan kinerja pemerintah daerah.
Pada pengujung RPJMD periode 2018-2023, Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, di bawah pimpinan Bupati Iwan Setiawan terus mengejar ketertinggalan angka rata-rata lama sekolah (RLS) yang masih jauh dari target.
Rata-rata lama sekolah adalah angka yang menggambarkan lamanya (tahun) masa sekolah yang dialami penduduk usia 25 tahun ke atas.
Dua tahun berturut-turut pada 2021-2022, Pemerintah Kabupaten Bogor belum dapat mencapai rata-rata lama sekolah sesuai target RPJMD. Pada tahun 2021 dari target 8,39 tahun realisasinya 8,31 tahun. Kemudian, tahun 2022 dari target 8,5 tahun realisasinya hanya 8,34 tahun.
Angka rata-rata lama sekolah Kabupaten Bogor bahkan jauh di bawah rata-rata secara nasional dan regional. Angka RLS Indonesia pada tahun 2022 yaitu 8,69 tahun dan Provinsi Jawa Barat 8,78 tahun.
Pemerintah Kabupaten Bogor kini memiliki pekerjaan rumah yang cukup besar untuk dapat merealisasikan angka rata-rata lama sekolah pada akhir RPJMD tahun 2023 yang ditetapkan 8,61 tahun.
Baca juga: DPRD Bogor dorong pemda tingkatkan usia rata-rata lama sekolah
Rekomendasi
Tim Percepatan Pembangunan Strategis (TP2S) Kabupaten Bogor sempat mengeluarkan sembilan rekomendasi untuk menangani ketertinggalan angka rata-rata lama sekolah di daerahnya.
Sembilan rekomendasi ini bukan hanya untuk meningkatkan angka rata-rata lama sekolah, melainkan juga meningkatkan indeks pendidikan, harapan lama sekolah, dan indeks membaca.
Sembilan rekomendasi tersebut, yaitu pertama, penetapan rata-rata lama sekolah tingkat kecamatan dan desa. Kedua, melakukan kurasi data penduduk usia sekolah dan usia 25-55 tahun yang belum mencapai wajib belajar sembilan tahun dengan meningkatkan peran pemerintah desa serta ketua RT dan RW.
Ketiga, membentuk tim atau satgas tingkat kabupaten, kecamatan dan desa untuk mengoptimalisasi pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM) dengan dukungan alokasi dana desa (ADD).
Keempat, memberikan penghargaan atau awarding untuk kecamatan dan desa yang mencapai angka rata-rata lama sekolah tertinggi.
Kelima, mendorong pondok pesantren yang tidak memiliki pendidikan formal untuk bekerja sama dengan PKBM sekitar wilayahnya serta membentuk Satuan Pendidikan Muadalah sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019.
Keenam, mendorong dunia usaha dan industri untuk meningkatkan taraf karyawannya secara berjenjang. Ketujuh, optimalisasi peran lembaga pendidikan, organisasi profesi pendidik dan dunia usaha, serta melakukan gerakan satu guru lima siswa atau satu orang tua asuh untuk lima siswa.
Baca juga: Dewan Pendidikan: Angka rata-rata lama sekolah di Bogor perlu ditingkatkan
Kedelapan, memaksimalkan peran ormas dan majelis taklim untuk mendorong anggotanya melanjutkan pendidikan melalui Paket A, B, dan C. Kesembilan, mewajibkan belajar sembilan tahun untuk pemerintah desa, mulai dari perangkat desa, hingga, RT dan RW.
Dari sembilan rekomendasi tersebut, TP2S gencar mendorong setiap pondok pesantren yang ada di Kabupaten Bogor agar menerapkan satuan pendidikan muadalah, bagi yang tidak memiliki sistem pendidikan formal.
TP2S Kabupaten Bogor menilai, ketika semua pesantren yang tidak memiliki pendidikan formal sudah berstatus muadalah, akan meningkatkan angka rata-rata lama sekolah Kabupaten Bogor. Karena setiap lulusan pondok pesantren tercatat sebagai peserta didik di dalam sistem.
Usulan tersebut disambut baik oleh Kantor Kementerian Agama setempat. Kantor Kemenag Kabupaten Bogor pun mendorong setiap pondok pesantren membentuk satuan pendidikan muadalah sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Pendidikan muadalah terdiri atas kurikulum pesantren dan kurikulum pendidikan umum. Kurikulum pesantren dalam UU 18 Tahun 2019 yaitu berbasis kitab kuning atau Dirasah Islami dengan pola pendidikan mualimin, serta kurikulum pendidikan umum yang diatur peraturan menteri.
Kini Pemerintah Kabupaten Bogor bahkan memiliki peraturan daerah penyelenggaraan pesantren yang disahkan pada November 2023.
Perda ini akan memperkuat eksistensi pesantren sehingga pemda bisa memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan di pesantren, baik peningkatan kualitas maupun mutu pendidikannya.
Baca juga: Pemkab Bogor kerahkan kepala desa tingkatkan rata-rata lama sekolah
Mawar Sagu
Upaya lain yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam meningkatkan angka rata-rata lama sekolah yaitu membentuk tim satgas di tingkat RT. Tim satgas tingkat RT ini berkoordinasi dengan pemerintah desa dan kecamatan untuk menginventarisir masyarakat putus sekolah.
Pemerintah Kabupaten Bogor juga mewajibkan setiap satu guru untuk mengajar lima warga di lingkungan terdekat yang putus sekolah, untuk mengejar target rata-rata lama sekolah.
Program bernama Mawar Sagu atau Lima Warga Satu Guru ini dijalankan oleh para tenaga pendidik di Kabupaten Bogor, dengan menjaring tetangga atau kerabat mereka yang belum mengenyam pendidikan hingga SMP. Kemudian diarahkan untuk mengikuti kejar paket kesetaraan.
Selain program Mawar Sagu, Pemkab Bogor juga menerapkan strategi lain, seperti mengoptimalkan peran lembaga pendidikan dan organisasi profesi pendidik. Kemudian, Pemkab Bogor juga melibatkan kepala desa untuk mengakselerasi wajib belajar sembilan tahun, demi meningkatkan angka RLS.
Pemerintah Kabupaten Bogor melakukan penilaian terhadap kecamatan dan desa kaitan dengan capaian rata-rata lama sekolah.
Para kepala desa dan camat juga ditugaskan untuk mendorong pesantren yang tidak memiliki pendidikan formal agar bekerja sama dengan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) membentuk satuan pendidikan muadalah.