Cirebon (ANTARA) - Hamparan lahan di Desa Cikawung, Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada 4 Februari 2025, diselimuti udara panas yang menggigit kulit.
Saat itu mentari bersinar terang, hampir menyilaukan, sementara tanah di bawahnya kering dan berdebu, meski belum sampai retak.
Di tengah pemandangan itu, sekelompok petani duduk berkumpul di lahan terbuka. Sebagian dari mereka, memperlihatkan sejumput senyuman yang tergurat di wajahnya.
Beberapa petani lainnya di lahan itu, tampak menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya.
Lengkap dengan caping dan cangkul, para petani itu rupanya sedang bekerja membuat bedengan, yakni gundukan tanah yang ditinggikan serta diolah khusus untuk menanam benih tanaman.
Dengan penuh ketelitian, mereka meraup segenggam benih padi varietas gogo, kemudian menaburkannya ke dalam lubang-lubang kecil di bedengan tanah yang sebelumnya disiapkan.
Para petani di sini menerapkan teknik sederhana. Mereka membuat bedengan selebar 1-1,5 meter, melubangi tanah sedalam 2-3 sentimeter, lalu memasukkan 5 hingga 10 butir benih padi gogo di tiap lubang.
Tanpa perlu penyemaian awal, benih langsung ditutup dengan tanah dan disiram agar tetap lembap.

Apa yang dilakukan kelompok petani di Desa Cikawung, Indramayu bukan sekadar menanam padi. Mereka dilibatkan dalam strategi besar ketahanan pangan nasional melalui program agroforestri.
Mereka dikerahkan untuk menyulap lahan kering maupun tanah tidak terurus, dengan ditanami komoditas unggulan, salah satunya adalah padi.
Adapun padi gogo dipilih, karena benih dari varietas ini dapat tumbuh tanpa memerlukan pasokan air yang banyak. Sehingga lahan kering pun bisa ditanami bahan pangan tersebut.
Langkah kecil yang mereka lakukan, mungkin tak langsung mengubah peta ketahanan pangan nasional.
Namun, dengan konsistensi, dukungan pemerintah dan kegigihan petani, bukan tak mungkin Indramayu akan menjadi salah satu lumbung pangan utama dari hasil agroforestri.
Penyangga
Kabupaten Indramayu didapuk sebagai salah satu lokasi di Jawa Barat, untuk penerapan program agroforestri pangan yang digagas oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Kementerian Pertanian (Kementan).
Pemerintah Kabupaten Indramayu sendiri sudah menyediakan sekitar 4.400 hektare lahan yang tersebar di Kecamatan Gantar, Kroya, dan Terisi untuk mendukung pengembangan sistem agroforestri.
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni, dalam kunjungannya di Indramayu beberapa waktu lalu, menjelaskan sistem agroforestri memungkinkan pemanfaatan lahan yang terdegradasi (gundul), dengan menanam pohon hutan bersama tanaman pangan seperti padi gogo dan jagung.
Penerapan program ini, menurut dia, bertujuan mengembalikan fungsi ekologis lahan sekaligus meningkatkan produksi pangan.
Sebelumnya, Kemenhut telah mengidentifikasi adanya potensi 1,1 juta hektare lahan yang bisa dikembangkan untuk ditanami padi gogo dengan sistem agroforestri.
Pemerintah memiliki tiga fokus utama dalam kebijakan ini yakni menjaga kelestarian hutan, mendorong pembangunan berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kemenhut memproyeksikan target awal penanaman dari program ini mencapai 141.232 hektare pada 2025, dengan potensi produksi sekitar 419.462 ton beras dalam sekali panen.
Pola agroforestri ini diperkirakan mampu menghasilkan rata-rata 2 ton gabah kering per hektare, atau setara 1 ton beras.
Dengan skema ini, lahan-lahan yang selama ini kurang produktif, termasuk di Indramayu, bisa menjadi penyangga ketahanan pangan nasional.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut kalau sistem agroforestri, bisa menjadi salah satu solusi untuk mempercepat target swasembada pangan.
Jika program ini terealisasi tahun ini, dia menilai Indonesia dapat mencapai target itu dalam waktu singkat, sebagaimana yang selalu disampaikan Presiden RI.
Ketika di Indramayu, Amran menekankan saat ini pemerintah pusat sangat mendukung sektor pertanian, sehingga berbagai kebijakan yang berpihak kepada petani sudah banyak digulirkan.
Sebagai contoh, pemerintah mengalokasikan Rp12 triliun untuk memperbaiki irigasi pada 2 juta hektare lahan, termasuk di Indramayu.
Selain itu, pada 2024, kebijakan pompanisasi telah dilakukan di berbagai wilayah terdampak El Nino dan La Nina, meningkatkan produksi pertanian hingga 1 juta ton lebih dengan nilai sekitar Rp17 triliun.
Pada sisi lain, pemerintah pun sangat memperhatikan nasib para petani dengan memprioritaskan kemudahan akses mereka terhadap pupuk subsidi.
Mentan memastikan semua program untuk sektor pertanian, kini sedang jalankan agar target swasembada pangan bisa lebih cepat tercapai.
Lumbung padi
Kabupaten Indramayu, yang dijuluki Kota Mangga, sedari dulu dikenal sebagai salah satu daerah penopang ketahanan pangan di Indonesia.
Dari data yang dihimpun ANTARA, sejak zaman Kesultanan Cirebon hingga masa kolonial Belanda, wilayah ini menjadi lumbung padi yang penting. Namun, perannya semakin menonjol pada masa pendudukan Jepang.
Kala itu, Indramayu ditetapkan sebagai pemasok utama beras untuk pulau-pulau di luar Jawa, serta medan pertempuran di Pasifik Selatan.
Indramayu disebut sebagai Gudang Beras Jawa, karena 55 persen dari total luas wilayahnya merupakan lahan sawah, dengan total mencapai 113.232 hektare saat itu.
Pada masa sekarang, kabupaten yang berada di kawasan pantai utara (Pantura) Jawa itu kembali menegaskan diri sebagai lumbung padi nasional.
Selama 2024, produksi padi di daerah ini mencapai 1,7 juta ton gabah kering panen (GKP), setara dengan 1,49 juta ton gabah kering giling (GKG).
Bupati Indramayu Nina Agustina mengatakan capaian tersebut, menjadikan Indramayu sebagai penghasil padi terbesar di Jawa Barat bahkan Indonesia.
Luas sawah di Indramayu mencapai 125.442 hektare, dengan 112.000 hektare masuk kategori lahan dilindungi. Kawasan ini menjadi tulang punggung ketahanan pangan sekaligus simbol identitas agraris bagi masyarakat setempat.
Kabupaten dan kota lain yang masuk ke dalam wilayah aglomerasi Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) turut memainkan peran penting dalam produksi padi, meskipun cakupannya tak sebesar Indramayu.
Di Kabupaten Cirebon, produksi padi sepanjang 2024 mencapai 560.713 ton, dengan 359.473 ton di antaranya telah diolah menjadi beras berkualitas.
Kepala Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Cirebon Alex Suheriyawan menuturkan, keberhasilan ini tidak lepas dari optimalisasi pengelolaan lahan sawah, meski dihadapkan dengan tantangan cuaca ekstrem.
Untuk 2025, Distan Cirebon menargetkan produksi padi mengalami penyesuaian menjadi 528.824 ton, dengan beras diproyeksikan mencapai 339.029 ton. Faktor cuaca dan keterbatasan lahan menjadi pertimbangan utama dalam penyesuaian ini.
Guna menjaga produktivitas, pemerintah daerah setempat fokus pada perbaikan jaringan irigasi dan pemanfaatan benih unggul.
Sementara itu, di Kota Cirebon, keterbatasan lahan menjadi tantangan utama untuk sektor pertanian. Dengan luas sawah yang tersisa hanya 111 hektare, produksi padi per tahun berkisar di angka 900 ton.
Meski demikian, produktivitas lahan meningkat hingga 7 ton per hektare, naik dari rata-rata sebelumnya yang berkisar 5-6 ton.
Elmi Masuroh, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Cirebon, mengungkapkan di kotanya saat ini hanya memiliki 15 kelompok tani (poktan) dengan masing-masing kelompok beranggotakan sekitar 15 petani.
Kota Cirebon, kata dia, memang bukan daerah agraris. Namun pihaknya tetap berupaya memberdayakan para petani, setidaknya mereka bisa bertahan secara ekonomi dengan menggarap lahan yang tersedia.
Di Kabupaten Kuningan, produksi padi pada 2024 tercatat lebih dari 353.146 ton dengan tingkat produktivitas mencapai 62,03 kuintal per hektare.
Pemkab Kuningan menerapkan strategi panen raya serentak dan percepatan tanam, supaya menjaga produktivitas lahan agar tetap optimal sepanjang tahun.
Berbeda dengan Kuningan, Kabupaten Majalengka menghadapi penurunan luas panen. Pada 2024, luas panen padi hanya mencapai 87.013 hektare, turun 13,09 persen dibandingkan 2023.
Produktivitas padi pun mengalami penurunan dari 58,77 kuintal per hektare pada 2023 menjadi 55,50 kuintal per hektare pada 2024.
Pupuk jadi kunci
Indra (53), petani asal Kuningan, Jawa Barat, merasakan langsung manfaat program pupuk bersubsidi. Dengan harga pupuk nonsubsidi yang perbedaannya bisa dua hingga tiga kali lipat, subsidi menjadi penyelamat bagi petani kecil seperti dirinya.
“Tanpa subsidi, mungkin saya sudah tak sanggup lagi bertani,” ujarnya kepada ANTARA.
Menurutnya, program membantu menekan biaya produksi untuk menggarap sawah, serta menjaga keberlangsungan usaha pertanian yang digelutinya selama hampir 16 tahun.
Peran poktan pun, lanjut dia, sangat vital. Melalui kelompok ini, petani saling mendukung dalam pendaftaran serta pengadaan stok pupuk bersubsidi.
Inovasi untuk mempermudah distribusi pupuk subsidi juga sudah dilakukan. Kini, petani cukup membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk menebus pupuk bersubsidi di kios resmi.
Selanjutnya, petugas akan memindai NIK pada KTP untuk mengakses data petani di sistem e-Alokasi. Transaksi dilakukan melalui aplikasi i-Pubers, yang dilengkapi teknologi geo-tagging dan timestamp untuk memastikan penyaluran tepat sasaran.
Pemerintah daerah menyambut baik terobosan ini. Wahyu Hidayah, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kabupaten Kuningan, menyebut inovasi ini sebagai langkah transformasi penting di sektor pertanian.
Pihaknya juga sangat mengapresiasi pelaksanaan program diskon pupuk nonsubsidi dari PT Pupuk Indonesia pada 2024, yang memberikan solusi tambahan bagi petani.
Di daerahnya, petani menerima sebanyak 5.000 kupon diskon sebesar 40 persen yang disediakan untuk menebus pupuk nonsubsidi jenis Urea Nitrea dan NPK Phonska Plus dengan kemasan 25 kilogram.
Program ini dilaksanakan di 42 titik, termasuk Kuningan dan Cirebon, sehingga petani saat itu dapat membeli pupuk nonsubsidi dengan harga lebih terjangkau.
Tidak hanya diskon, perusahaan plat merah itu memiliki program lain untuk membantu petani di sejumlah daerah yakni dengan menggelar rembuk tani.
Officer Pendukung Penjualan Wilayah 1 Pupuk Indonesia Drikarsa menyampaikan, program tersebut melibatkan para petani di pelosok daerah. Pihaknya mendengarkan berbagai kendala yang dihadapi petani, mulai dari akses hingga distribusi pupuk.
Dari forum ini, lanjut dia, berbagai solusi diberikan agar subsidi benar-benar sesuai kebutuhan petani.
Ia mengemukakan untuk memastikan subsidi tepat sasaran, pupuk bersubsidi hanya diberikan kepada petani yang terdaftar dalam sistem e-RDKK, dengan batas lahan maksimal dua hektare.
Teknologi seperti aplikasi i-Pubers dan Distribution Planning and Control System (DPCS) digunakan untuk memantau distribusi secara real-time.
Ia juga mengungkapkan pada 2024, Kabupaten Cirebon memperoleh peningkatan alokasi pupuk bersubsidi dari 1.711 ton menjadi 48.880 ton untuk 77.000 petani.
Dengan berbagai upaya tersebut, pihaknya optimis dapat meningkatkan efektivitas distribusi pupuk subsidi, serta membantu meringankan beban produksi petani kecil di Cirebon dan sekitarnya.