New York (ANTARA) - Harga minyak melonjak hampir lima persen pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), merebut kembali kerugian pekan lalu di tengah harapan varian Virus Corona Omicron akan memiliki dampak ekonomi yang tidak terlalu merusak jika gejalanya sebagian besar terbukti ringan, dan Saudi menaikkan harga jualnya ke Asia dan Amerika Serikat.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Januari bertambah 3,23 dolar AS atau 4,9 persen, menjadi ditutup di 69,49 dolar AS per barel.
Pekan lalu kedua harga acuan tersebut turun untuk enam minggu berturut-turut.
Laporan di Afrika Selatan mengatakan kasus Omicron di sana hanya menunjukkan gejala ringan dan pejabat tinggi penyakit menular AS, Anthony Fauci, mengatakan kepada CNN "sepertinya tidak ada tingkat keparahan yang besar" sejauh ini.
Gedung Putih mengatakan pada Senin (6/12/2021) bahwa larangan AS terhadap warga negara asing memasuki negara itu dari delapan negara Afrika selatan adalah sesuatu yang dipertimbangkan kembali oleh penasihat kesehatan masyarakat Presiden Joe Biden setiap hari.
"Semua berita utama hari ini bullish," kata Analis Senior Price Futures Group, Phil Flynn. "Momentumnya tampaknya melompat kembali."
Patokan global Brent telah meningkat 38 persen tahun ini, didukung oleh pembatasan produksi yang dipimpin oleh kelompok produsen OPEC+, meskipun telah jatuh dari level tertinggi tiga tahun di atas 86 dolar AS pada Oktober.
Baca juga: Minyak berakhir lebih tinggi karena putusan OPEC+
"Kenaikan hari ini dipicu oleh Arab Saudi menaikkan harga jual resmi (OSP) pada akhir pekan," Analis Energi Commerzbank Research, Carsten Fritsch, mengatakan Senin dalam sebuah catatan.
Eksportir terbesar dunia itu mengatakan pada Minggu (5/12/2021) bahwa mereka akan mengenakan harga premium yang lebih tinggi untuk pengiriman minyak ke Asia dan Amerika Serikat pada Januari dibandingkan bulan sebelumnya.
Arab Saudi menaikkan harga jual resmi Januari untuk semua kadar minyak mentah yang dijual ke Asia dan Amerika Serikat hingga 80 sen dari bulan sebelumnya.
"Premi yang lebih tinggi untuk Asia dan AS dapat dianggap sebagai tanda permintaan yang kuat. Ini mendukung keputusan minggu lalu oleh OPEC+ untuk memperluas produksi minyak dengan tambahan 400.000 barel per hari pada Januari," tambah Fritsch.
Kelompok OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, pekan lalu memutuskan untuk terus meningkatkan pasokan bulanan sebesar 400.000 barel per hari (bph) pada Januari, bahkan setelah penurunan harga yang didorong oleh kekhawatiran Omicron.
Baca juga: Minyak turun, pedagang gunakan Omicron sebagai alasan untuk "menjual"
Baca juga: Harga minyak jatuh akibat khawatir kemanjuran vaksin
Menteri Perminyakan Irak Ihsan Abdul-Jabbar mengatakan dia memperkirakan harga minyak akan mencapai lebih dari 75 dolar AS, kantor berita negara INA melaporkan. Dia menambahkan bahwa OPEC sedang mencoba untuk "mengendalikan secara positif" pasar energi, kata INA.
Harga minyak juga didukung oleh berkurangnya prospek kenaikan ekspor minyak Iran setelah pembicaraan tidak langsung AS-Iran tentang penyelamatan kesepakatan nuklir Iran 2015 terhenti pekan lalu.
Sementara itu, Konferensi Perminyakan Dunia yang ditujukan untuk teknologi masa depan dan strategi rendah karbon dimulai di Houston pada Senin (6/12/2021) dengan para eksekutif puncak dari perusahaan-perusahaan energi menegaskan perlunya lebih banyak minyak selama beberapa dekade mendatang.
“Kami sebenarnya sedang memasuki masa kelangkaan. Dan saya pikir untuk pertama kalinya, dalam waktu yang lama, kita akan melihat pembeli mencari satu barel minyak, dibandingkan dengan satu barel minyak mencari pembeli, " kata Kepala Eksekutif Perusahaan Jasa Energi Halliburton, Jeff Miller.
Harga minyak melonjak didukung harapan Omicron dan kebijakan harga Saudi
Selasa, 7 Desember 2021 5:25 WIB
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari terangkat 3,20 dolar atau 4,6 persen, menjadi menetap di 73,08 dolar AS per barel.