Jakarta (ANTARA) - Para pendidik sepakat bahwa kemampuan akademik saja tidak lagi cukup. Anak-anak membutuhkan keberanian dalam berpikir, empati dalam hubungan sosial, kekuatan karakter, rasa ingin tahu, dan kemampuan mengambil keputusan yang tepat.
Nilai-nilai tersebut tidak dapat dibangun dalam waktu singkat, melainkan harus ditanamkan sejak dini. Masa depan menuntut individu yang bukan hanya cerdas, tetapi juga bijaksana, adaptif, dan berkarakter.
Keyakinan ini menjadi dasar bagi Warren Wessels, Koordinator IB Diploma Programme di North Jakarta Intercultural School (NJIS), yang dengan pengalaman lebih dari enam belas tahun melihat bagaimana pendidikan yang tepat mampu membentuk anak dari berbagai sisi, tidak hanya secara akademis.
“Pencapaian akademik itu penting, tetapi perkembangan identitas, kepercayaan diri, ketahanan, dan kecerdasan sosial-emosional juga sama pentingnya. Pendidikan adalah perjalanan untuk menjadi pribadi yang utuh,” kata Warren dalam keterangannya, Selasa.
Menurutnya, anak-anak belajar paling banyak dari apa yang mereka lihat setiap hari. Jika guru ingin menumbuhkan rasa ingin tahu, maka guru harus menunjukkan rasa ingin tahu itu.
Jika guru ingin siswa berpikir kritis dan berani bertanya, maka ruang kelas harus menjadi tempat yang aman untuk berdiskusi dan menghargai perbedaan pendapat. Jika empati ingin dikembangkan, siswa harus melihat contoh nyata melalui interaksi penuh penghargaan dan keramahan.
Warren meyakini guru yang terampil dapat menunjukkan kepada siswa bagaimana proses belajar sesungguhnya. Ketika siswa melihat guru menghadapi tantangan baru, menyesuaikan pendekatan, dan melakukan refleksi secara sengaja, mereka belajar bahwa pertumbuhan adalah proses yang terus berlangsung.
Guru menjadi perwujudan filosofi IB tentang pembelajar sepanjang hayat, membantu siswa memahami bahwa perkembangan intelektual adalah perjalanan tanpa akhir.
Ia juga menjelaskan bahwa International Baccalaureate Continuum di NJIS merupakan kerangka kuat untuk membentuk pemikir mandiri. Theory of Knowledge (TOK) dan Extended Essay menjadi dua pilar penting.
TOK mengajak siswa mempertanyakan hal-hal yang selama ini mereka anggap benar, serta memahami bagaimana budaya, bahasa, dan emosi memengaruhi cara mereka melihat dunia.
Sementara itu, Extended Essay adalah esai akademik sepanjang empat ribu kata dengan topik pilihan siswa, menyerupai pengalaman penelitian di tingkat universitas. Siswa merancang pertanyaan penelitian, menilai sumber, membangun argumen, dan merevisi pemikiran mereka. Proses ini menantang, tetapi sangat membangun kepercayaan diri.
“Momen paling berkesan sebagai guru adalah ketika siswa menyadari bahwa mereka mampu mencapai sesuatu yang sebelumnya terasa mustahil. Dari situ muncul ketangguhan dan kepercayaan diri,” ungkapnya.
Warren juga menekankan pentingnya lingkungan belajar yang beragam dan inklusif. Indonesia adalah salah satu negara paling multikultural di dunia, dan NJIS mencerminkan kekayaan tersebut.
Siswa berasal dari berbagai provinsi, budaya, bahasa, dan agama. Siswa neurodiverse dan neurotypical belajar berdampingan, yang memperkuat empati sekaligus pemahaman tentang berbagai gaya belajar dan kecerdasan majemuk.
“Di lingkungan seperti ini, keberagaman tidak hanya diajarkan, tetapi dialami secara langsung. Siswa tumbuh dengan melihat dunia melalui berbagai perspektif, dan hal itu membentuk mereka menjadi individu yang lebih berempati dan sadar akan isu global,” tegasnya.
Semua tujuan ini hanya dapat tercapai jika anak-anak merasa aman secara emosional. Mereka perlu merasa aman untuk menjadi diri sendiri, bertanya, berbuat salah, dan mencoba lagi. Warren percaya bahwa anak-anak berkembang ketika mereka merasa dihargai dan dilihat sebagai individu.
Filosofi ini juga menjadi dasar program beasiswa NJIS. Program ini mencari siswa dengan karakter kuat, potensi tinggi, kemampuan kepemimpinan, serta kemauan besar untuk belajar.
NJIS Excellence Scholarship diberikan kepada siswa Indonesia dan ekspatriat di kelas sembilan hingga dua belas yang menunjukkan prestasi akademik kuat, kepemimpinan, dan keselarasan dengan nilai-nilai IB Learner Profile. Beasiswa mencakup biaya sekolah dan capital charge selama satu tahun akademik, dengan peluang perpanjangan, dan penerimanya juga menjadi duta sekolah.
“Peluang dapat mengubah potensi menjadi tujuan. Beasiswa bukan hanya bantuan biaya, tetapi keyakinan bahwa seorang siswa memiliki kapasitas untuk berkembang dan berkontribusi,” ujar Warren.
Bagi Warren, inti pendidikan sangat jelas. Pendidikan tidak berhenti pada nilai baik atau universitas bergengsi. Pendidikan adalah proses membentuk individu bijaksana dan penuh empati, yang mampu melihat dunia dengan ketegasan dan keberanian.
“Anak-anak ini bukan hanya dipersiapkan untuk menyesuaikan diri dengan masa depan. Mereka dipersiapkan untuk membentuk masa depan itu sendiri,” tegasnya.
Membangun ketangguhan dan karakter anak dalam ruang kelas yang inklusif dan terhubung
Selasa, 9 Desember 2025 21:01 WIB
Membangun ketangguhan dan karakter anak dalam ruang kelas yang inklusif dan terhubung . ANTARA/HO-NJIS
