Istanbul (ANTARA) - Presiden Dewan Eropa Antonio Costa meminta Amerika Serikat menghormati kehidupan politik domestik dan pilihan demokratis Uni Eropa, menyusul rilis Strategi Keamanan Nasional terbaru Washington.
Costa menegaskan bahwa sekutu tidak boleh saling mengancam atau ikut campur dalam urusan internal.
Ia menyatakan Eropa dan AS kini memiliki pandangan berbeda tentang tatanan internasional.
Ia menekankan bahwa Eropa tetap membela multilateralisme, sistem berbasis aturan, serta sains dan kebebasan ilmiah, dan tidak menutup mata terhadap ancaman global seperti perubahan iklim.
Sebaliknya, Costa mengatakan AS tidak lagi percaya pada multilateralisme dan tatanan berbasis aturan, serta menganggap perubahan iklim sebagai “kebohongan.”
Baca juga: Presiden Dewan Eropa sambut sanksi terhadap Israel
Ia memperingatkan bahwa AS tidak bisa menggantikan warga Eropa dalam menentukan partai politik mana yang baik atau buruk, atau mendikte pandangan Eropa tentang kebebasan berekspresi.
Costa juga menegaskan bahwa kedaulatan Ukraina dan haknya menentukan nasib sendiri tidak boleh dipertanyakan. Ia memperingatkan dampak luas jika pelanggaran semacam itu dibiarkan.
Ia menambahkan bahwa dunia tidak hanya terdiri dari AS dan China, dan Eropa perlu menyadari dinamika kekuatan global baru yang lahir akibat globalisasi.
Costa menekankan perlunya Eropa menjadi “kekuatan komersial” dan membangun kapasitas keamanan yang lebih kuat untuk melindungi warganya, perbatasannya, dan dari ancaman eksternal yang kini datang dari berbagai arah.
Baca juga: Dewan Eropa sampaikan ucapan selamat kepada presiden Suriah atas pencabutan sanksi
Ia mengatakan bahwa tatanan global telah melahirkan banyak kekuatan baru, dan Eropa harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan posisinya.
Pernyataannya muncul setelah Washington merilis Strategi Keamanan Nasional pada Jumat, yang menandai perubahan besar dari kebijakan sebelumnya dan memperkuat kritik Presiden Donald Trump terhadap Eropa.
Dokumen itu menuding Eropa terlalu banyak regulasi, kehilangan “kepercayaan diri,” dan mengalami “penghapusan peradaban” akibat imigrasi. Strategi tersebut memperingatkan Eropa bisa menjadi “tak dikenali dalam 20 tahun.”
Teks itu juga mengkritik dugaan sensor, pembungkaman oposisi politik, rendahnya angka kelahiran, dan lunturnya identitas nasional, serta menilai pemerintah Eropa gagal menerjemahkan dukungan publik terhadap perdamaian ke dalam kebijakan.
Strategi tersebut mengikuti serangkaian komentar tajam dari pejabat AS, termasuk Wakil Presiden JD Vance yang menuding Eropa membatasi kebebasan berpendapat dan menyatakan kedekatannya dengan gerakan sayap kanan seperti AfD Jerman.
Dokumen itu tidak menyebut partai tertentu, tetapi menggema dukungan lama Trump terhadap pemimpin seperti Viktor Orban yang dikenal menentang imigrasi dan hak LGBTQ.
Sumber: Anadolu
