Bogor (Antaranews Megapolitan) - Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs), harus menjadi gerakan bersama semua pihak. Semua komponen melaksanakan gerakan tersebut. Ke depan SDGs akan dimasukkan dalam kurikulum untuk program S2, sehingga ketika lulus, mahasiswa sudah memiliki pemahaman tentang SDGs.
Hal ini disampaikan oleh Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bidang Kemaritiman dan Sumberdaya Alam, Dr.Ir. Arifin Rudiyanto, MSc, saat hadir dalam Seminar Nasional Agribisnis For SDGs : Agribisnis yang Inklusif dan Berkelanjutan untuk Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Institut Pertanian Bogor (IPB) International Convention Center (IICC), Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (3/10).
Dalam seminar yang masih menjadi rangkaian kegiatan Dies Natalis IPB ke 55 ini, Dr. Arifin mengatakan bahwa saat ini Indonesia menghadapi tantangan yang sama dengan Jepang yakni minat generasi muda yang tidak ingin menjadi petani. Petani di Jepang kebanyakan berusia 67 tahun sementara petani di Indonesia rata-rata berusia 58 tahun.
“Untuk itu kita harus betul-betul memanfaatkan bonus demografi saat ini, karena pada tahun 2045 nanti akan lebih banyak penduduk lanjut usia (lansia) dari pada usia muda,” ujarnya.
Tantangan lainnya adalah perubahan iklim. Jika tidak diantisipasi, perubahan iklim akan sangat mengganggu produktivitas pertanian. Suhu permukaan bumi meningkat hingga 1,5 derajat celsius.
“Ke depan bisa jadi harus ada interkoneksi air Jawa Sumatera, mengingat krisis air yang banyak dialami saat ini. Tren kawasan hutan akan lebih banyak jadi kawasan pertanian. Ini masalah serius. Ada 32 juta hektar lahan sudah tidak berhutan, 72 juta hektar masih hutan. Lalu bagaimana pemanfaatan bagi lahan yang sudah tidak berhutan lagi,” tambahnya.
Sementara itu, Rektor IPB, Dr. Arif Satria lebih menyoroti smart society. Menurutnya Indonesia dihadapkan pada persoalan agraris, industri, informasi dan smart society.
“Kita perlu menghadirkan agribisnis baru yang lebih menyenangkan bagi anak muda. Bagaimana memanfaatkan teknologi dalam sebuah sistem,” ujarnya.
Saat ini ada perubahan secara massif dari product based menjadi platform based. Product based berbasis produk yang memiliki batas waktu dengan asset yang menjadi sangat penting, bergeser ke platform based berbasis informasi dimana regulasi membatasi produk dan tidak ada ketertarikan pada aset. Pergeseran ini pula yang membuat orang bisa berjualan tanpa harus memiliki toko dan berbisnis transportasi tanpa harus memiliki motor/mobil.
Ada tiga jenis industri sasaran platform yakni industri kental informasi seperti pentingnya tracking produk belanja online, industri yang datanya berserakan, terdapat agregator dalam mengumpulkan data yang tersebar pada industri yang memiliki fragmentasi tinggi dan industri dengan informasi asimetri, dengan membandingkan kelebihan dan kekurangan produk.
“Terjadi juga perubahan makna Ownership ke Sharing Concept. Sekarang, kolaborasi menjadi suatu hal yang penting. Sharing Concept mendahulukan kepentingan bersama dalam menyukseskan tujuan bersama. Perubahan menjaga trust dan reputasi menjadi tumpuan kehidupan. Menjaga trust dan reputasi menjadi sebuah tuntutan karena setiap transaksi kita memerlukan rating dari klien dan konsumen kita. Sebagaimana dosen dilihat melalui evaluasi di Evaluasi Proses Belajar Mengajar (EPBM). Suatu saat Customer Service di rektorat bisa saja akan ada rating dari para users menggunakan bintang 1, 2, 3, 4 atau 5. Jadi big data akan mengondisikan semua orang dalam kondisi trust,” ujarnya.
Selain itu terjadi juga perubahan skill baru, mulai dari complex problem solving, critical thinking, creativity, people management, coordinating with others, emotional intelligence, system skills, service orientation, negotiation, dan cognitive ability. Ini semua merupakan skill yang harus kita kuasai dan akan menjadi inspirasi bagi IPB bagaimana merumuskan kurikulum yang dapat melahirkan para lulusan dengan skill-skill seperti ini.
“Dan perubahan orientasi spasial. Saat ini tidak banyak yang melirik desa, tapi ke depan desa akan menjadi tumpuan dengan ekonomi dan teknologi yang akan terus berkembang. Seiring kesadaran orang bahwa orang membutuhkan jasa lingkungan dan sebagainya,” terangnya.
Sementara itu, inisiator kegiatan ini Dr. Bayu Krisnamurthi, menyampaikan bahwa SDGs harus masuk dalam model bisnis. (dh/Zul)
SDGs akan masuk kurikulum Program Studi S2
Selasa, 9 Oktober 2018 5:59 WIB
Kita perlu menghadirkan agribisnis baru yang lebih menyenangkan bagi anak muda. Bagaimana memanfaatkan teknologi dalam sebuah sistem.