Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung mengungkapkan peran tujuh tersangka yang merupakan pihak bank dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank BJB, PT Bank DKI dan Bank Jateng kepada PT Sritex dan entitas anak usaha.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo dalam konferensi pers di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa dini hari, mengatakan bahwa tujuh tersangka tersebut telah menyalahi ketentuan pemberian kredit kepada Sritex.
Dikemukakan Nurcahyo, BFW (Babay Farid Wazadi) selaku Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan PT Bank DKI Jakarta tahun 2019–2022 dan PS (Pramono Sigit) selaku Direktur Teknologi dan Operasional PT Bank DKI Jakarta periode 2015–2021 merupakan pejabat pemegang kewenangan memutus kredit yang bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK (memorandum analisis kredit).
“Selaku direksi komite A2 (kewenangan kredit Rp75miliar–Rp150 miliar) tidak mempertimbangkan adanya kewajiban medium term note (MTN) PT Sritex pada BRl yang akan jatuh tempo,” katanya.
Keduanya, kata dia, juga tidak meneliti pemberian kredit kepada PT Sritex sesuai dengan norma umum perbankan dan ketentuan bank.
Baca juga: Ini alasan Kejagung cekal Dirut Sritex Iwan Kurniawan Lukminto
Selain itu, kedua tersangka memutus pemberian kredit PT Sritex dengan fasilitas jaminan umum tanpa kebendaan walaupun perusahaan tersebut tidak termasuk dalam kategori debitur prima.
Kemudian, tersangka YR (Yuddy Renaldi) selaku Direktur Utama PT Bank BJB periode 2019–Maret 2025, merupakan komite kredit pemutus tingkat pertama.
YR selaku komite, kata Nurcahyo, memutuskan untuk memberikan penambahan plafon kredit kepada PT Sritex hingga sebesar Rp350 miliar.
Hal itu dilakukan YR meskipun ia mengetahui dalam rapat komite kredit pengusul MAK, disampaikan bahwa PT Sritex dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan kredit existing sebesar Rp200 miliar.
Selanjutnya, tersangka BR (Benny Riswandi) selaku Senior Executive Vice President (SEVP) PT Bank BJB periode 2019–2023 merupakan Komite Kredit Kantor Pusat IV (KK-KP IV) yang memiliki kewenangan untuk memutus nilai kredit modal Rp200 miliar.
Akan tetapi, ia tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai komite kredit sesuai dengan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, dan condition).
Baca juga: Kejagung sebut penyidikan kasus korupsi di Sritex masih bersifat umum
