Jakarta (ANTARA) - Selalu ada asa di setiap peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 31 Mei, yakni terwujudnya masa depan dunia, khususnya Indonesia, tanpa asap tembakau. Karena, setiap hisapan rokok adalah langkah menjauh dari hidup sehat.
Para pakar kesehatan terus-menerus bergandeng tangan mengajak masyarakat, pembuat kebijakan, dan generasi muda untuk lebih kritis terhadap tembakau dan nikotin, serta memilih gaya hidup sehat.
Lingkungan bebas asap rokok agar Indonesia yang lebih sehat dan bebas kanker, kata Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) Pusat Dr dr Cosphiadi Irawan SpPD KHOM.
Tembakau dan nikotin dikenal sebagai karsinogen yang berkontribusi terhadap kasus kanker paru, penyakit kardiovaskular, serta penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Hal yang juga disuarakan, dampak merokok, termasuk vape, tidak hanya dirasakan oleh perokok tetapi juga orang-orang terdekatnya. Perokok pasif juga berisiko terkena kanker paru dan penyakit jantung.
Selain karena dampak, asa mengenyahkan tembakau dan nikotin juga semakin menggelora mengingat masih banyaknya jumlah perokok aktif di Indonesia dan bahkan di antara mereka masih bocah.
Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada Mei 2024 menunjukkan, jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta, dengan 7,4 persen di antaranya merupakan anak-anak dan remaja berusia 10–18 tahun.
Selain itu, data World Population Review per April 2025 menunjukkan, Indonesia masih berada di peringkat kelima sebagai negara dengan persentase perokok tertinggi di dunia, mencapai 38,7 persen.
Berbagai kampanye dilakukan, tahun ini misalnya "Yang Ngerokok Kamu, Yang Sakit Serumah!”, yang mengingatkan masyarakat bahwa dampak tembakau tidak hanya mengenai perokok itu sendiri, tetapi juga dapat menyebabkan penyakit serius bagi orang-orang di sekitarnya.
Kampanye melalui pemasangan banner, spanduk dan booth sosialisasi dilakukan di berbagai lokasi strategis di Jakarta seperti Pos Polisi Thamrin Bundaran Hotel Indonesia (HI), Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, dan mal kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
DKI Jakarta hadir
DKI Jakarta menjadi salah satu wilayah yang ingin berkontribusi melindungi kesehatan warga terutama dari bahaya paparan asap rokok. Ini diwujudkan melalui hadirnya Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Pasal 13 ayat (1) menetapkan kawasan dilarang merokok pada tujuh tatanan yaitu tempat belajar mengajar, fasilitas pelayanan kesehatan, tempat ibadah, angkutan umum, tempat bermain anak, tempat kerja, dan tempat umum.
Upaya perlindungan kesehatan warga terhadap paparan asap rokok disempurnakan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005 dan perubahannya pada Pergub Nomor 88 Tahun 2010 tentang kawasan dilarang merokok.
Sayangnya, hingga kini DKI Jakarta belum memiliki peraturan daerah (perda) mengenai kawasan tanpa rokok (KTR). Padahal, Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 mewajibkan pemerintah daerah menetapkan dan mengimplementasikan kawasan tanpa rokok di wilayahnya masing-masing.
Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno mengatakan meskipun kebijakan yang mengatur kawasan dilarang merokok dalam bentuk peraturan gubernur namun ini tetap konsisten dilaksanakan sehingga Jakarta menjadi indikator dan rujukan provinsi lain di Indonesia dalam implementasi kawasan dilarang merokok.
Karena itu, menurut Wagub, Perda KTR merupakan keharusan. Dia pun mendorong DPRD DKI Jakarta agar segera mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang KTR.
Urgensi ini mengingat dampak asap rokok dan kebiasaan merokok bagi masyarakat. Data Organisasi Kesehatan (WHO) mencatat sekitar 225.700 orang Indonesia meninggal setiap tahun akibat merokok atau penyakit lain yang berkaitan dengan penggunaan tembakau antara lain kanker paru, penyakit jantung, stroke, PPOK serta hipertensi dan diabetes.
Kemudian, berbicara jumlah, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan, 5,3 persen anak usia 10-18 tahun di DKI Jakarta adalah perokok.
Sebagai upaya mengurangi jumlah perokok di kalangan pelajar, ancaman pencabutan dana bantuan sosial Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus pun diberlakukan. Gubernur Jakarta Pramono Anung menegaskan akan mencabut KJP Plus siswa ketika kedapatan merokok di sekolah maupun tempat umum. Raperda KTR mencantumkan peraturan terkait pemberlakuan pencabutan KJP Plus bagi siswa yang ketahuan merokok.
Keharusan Perda KTR juga karena tingginya proporsi merokok di dalam ruangan. Data memperlihatkan proporsi merokok di dalam gedung atau ruangan pada penduduk usia lebih dari 10 tahun di DKI Jakarta yakni 54,2 persen.
Lalu, sekitar 30,4 persen orang terpapar asap rokok setiap hari di dalam ruangan tertutup. Angka tersebut dikategorikan tinggi mengingat dampak buruk asap rokok apabila terkonsentrasi di dalam ruangan karena area merokok yang memiliki sistem ventilasi pun terbukti tidak efektif melindungi orang dari terpapar asap rokok orang lain.
Di lain sisi, pemerintah mengakui penerimaan cukai hasil tembakau dan penyediaan lapangan kerja pada industri rokok beserta turunannya tidak dipungkiri turut mendukung pendapatan pemerintah.
Namun, nilai kerugian ekonomi akibat dampak kesehatan dari rokok jauh melebihi pendapatan negara dari cukai rokok. Hasil studi mengenai biaya kesehatan untuk penanganan penyakit akibat rokok tahun 2020 menyebutkan pada tahun 2017, penerimaan dari cukai hasil tembakau sebanyak Rp147,7 triliun. Sedangkan nilai kerugian ekonomi makro yang timbul akibat konsumsi rokok mencapai Rp431,8 triliun.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada Pasal 9 ayat (3) menyatakan setiap orang berhak atas lingkungan yang baik dan sehat. Untuk memenuhi hak hidup dengan udara yang lebih bersih dan bebas asap rokok, sekaligus meningkatkan derajat kesehatan yang tinggi khususnya bagi warga Jakarta, maka baik rokok maupun perilaku merokok harus diatur sehingga dapat mengurangi salah satu faktor risiko penyakit serta pengendalian dampak ekonomi dan lingkungan.
Adapun urgensi pengesahan Raperda KTR juga dalam rangka mendukung transformasi Jakarta menuju kota global yang berkelanjutan.
Kendati jumlah perokok masih dalam kisaran angka jutaan di Indonesia, semoga asa terwujudnya masa depan tanpa asap tembakau dan nikotin suatu hari terwujud. Apalagi bila Pemerintah ikut andil melalui berbagai kebijakan yang pro pada kesehatan rakyat.
Burung elang terbang tinggi,
Melintasi langit biru nan jernih.
Jangan biarkan rokok jadi candu diri,
Mari hidup tanpa asap yang perih.