Bogor (Antaranews Megapolitan) - Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al-Hurriyyah Institut Pertanian Bogor (IPB) mengundang segenap sivitas akademika IPB untuk melakukan Gerakan Qiyamul Lail dan Shalat Subuh Berjamaah dengan tema ''Bangun Karakter Kehidupan Sivitas Akademika IPB dengan Cinta Masjid''.
Hadir dalam Gerakan Subuh Berjamaah ini adalah Rektor IPB, Dr. Arif Satria; Pembina Sahabat Subuh, Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin; Ketua DKM Al-Hurriyyah IPB, Dr. Asep Nurhalim; para pimpinan di lingkungan IPB, dan mahasiswa IPB. Kegiatan ini dilaksanakan di Masjid Al-Hurriyyah Kampus IPB Dramaga, Bogor (6/1).
Rektor IPB menyampaikan pentingnya shalat subuh berjamaaah di masjid. Dikatakannya, shalat subuh menjadi gerbang pembuka pintu langit yang akan menjadikan hari yang kita jalani lebih berkah.
''Sebab kita mengawalinya dengan penuh makna dan cahaya hidayah. Shalat subuh merupakan shalat yang istimewa dari shalat-shalat lainnya, selain ada banyak sekali keutamaan dalam pelaksanaannya. Untuk menunaikan shalat ini kita harus melawan rasa kantuk yang luar biasa serta bangkit untuk meninggalkan kasur yang empuk dan selimut yang hangat,'' ujarnya.
Rektor juga menyampaikan tausyiah mengenai surat Al-Baqarah ayat 30 yaitu ''Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?'' Tuhan berfirman: ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui''
''Intinya adalah bahwa kita diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi, tujuan utamanya adalah untuk beribadah, beriman, bertawakal, untuk berbuat kebaikan, menciptakan perdamaian, memelihara dan mencintai sesama manusia. Tujuan akhirnya agar kita bisa menjalankan roda kehidupan di muka bumi ini dengan damai dan sejahtera,'' ujarnya.
Sementara, Pembina Sahabat Subuh, Prof. Didin Hafidhuddin memberikan tausyiah mengenai peradaban dimulai dari masjid. Ia menjelaskan, masjid merupakan tempat sentral yang menjadi pusat berkumpulnya umat Islam untuk beribadah kepada Sang Khaliq. Masjid juga menjadi tempat bagi umat Islam untuk mengembangkan keislaman.
''Pada zaman nabi, masjid bukan hanya sebagai tempat untuk melakukan ibadah, akan tetapi masjid juga dijadikan sebagai sarana untuk membangun peradaban. Dari masjid inilah peradaban Islam tersebar hingga ke seluruh penjuru dunia,'' paparnya.
Prof Didin mengatakan keadaan (kejayaan) umat ini dipengaruhi oleh kualitas ibadahnya. Islam belum bisa bangkit kalau gerakan-gerakan shalat subuh berjamaahnya belum ada. Tidak akan bisa leading di aspek politik, ekonomi, pendidikan, dan teknologi jika amalan mendasar seperti ini belum masif di kalangan umat Islam.
Masjid tidak akan memperlihatkan dampak peradaban yang besar jika kegiatan positif seperti ini tidak ada dilakukan di Masjid. ''Gerakan shalat subuh harus mulai dimasifkan,'' tandasnya.
Ia menegaskan, masjid sejatinya tidak hanya difungsikan sebagai tempat shalat saja, tetapi juga aktivitas positif yang lainnya. Sejak zaman Rasulullah SAW, masjid difungsikan juga sebagai tempat menimba ilmu, pusat aktivitas pemerintah, dan lain sebagainya, sehingga masjid menjadi sentral peradaban suatu bangsa.
''Alhamdulillah, fungsi-fungsi ini telah dihidupkan kembali oleh sebagian umat muslim, namun sebagian yang lain belum,'' imbuhnya. Usai shalat subuh berjamaah, kebersamaan juga dibangun melalui sarapan yang dilakukan secara berjamaah. (Awl)