Jakarta (ANTARA) - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengutuk sekaligus menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban insiden penembakan lima pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan Tanjung Rhu, Malaysia pada pukul 03.00 waktu setempat, Jumat.
"Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengutuk penembakan yang merenggut nyawa buruh migran dan mendorong pemerintah Malaysia dan Indonesia segera melakukan investigasi menyeluruh demi memastikan keadilan bagi korban dan pelindungan seluruh PMI di luar negeri," kata Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno.
Melalui siaran pers SBMI di Jakarta, Selasa, Hariyanto mengatakan bahwa langkah diplomatik harus menjadi pintu pembuka bagi aksi yang lebih tegas, yang mendesak tanggung jawab pihak terkait.
Disebutkan bahwa penembakan yang dilakukan patroli Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) telah menewaskan seorang PMI asal Aceh dan menyebabkan empat lainnya mengalami luka serius.
Baca juga: Jenazah korban penembakan Malaysia dipulangkan setelah otopsi
Menurut SBMI, kejadian ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM), khususnya hak atas hidup dan keamanan, sekaligus membutuhkan perhatian serius dari semua pihak.
Pemerintah Indonesia melalui KBRI di Kuala Lumpur telah mengambil langkah awal dengan mengirimkan nota diplomatik kepada Pemerintah Malaysia yang meliputi pernyataan sikap, permintaan klarifikasi, protes, atau permohonan tertentu terkait hubungan bilateral.
SBMI mengapresiasi upaya tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk pelindungan terhadap hak-hak WNI di luar negeri.
Namun, SBMI menekankan bahwa langkah tersebut harus diikuti dengan investigasi menyeluruh guna memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya dan seluruh PMI di Malaysia serta memastikan insiden serupa tidak terulang.
SBMI menambahkan bahwa penembakan yang dilakukan terhadap buruh migran, apapun alasannya, adalah bentuk penggunaan kekuatan berlebihan yang melanggar standar HAM internasional.
Baca juga: DPR minta pemerintah lindungi pekerja migran
Sebagai negara anggota PBB, katanya, Malaysia memiliki kewajiban untuk menghormati dan melindungi hak-hak setiap individu, termasuk warga negara asing di dalam yurisdiksinya.
Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap PMI menunjukkan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip pelindungan sipil yang diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), katanya.
Kematian pekerja migran di perairan Malaysia dengan cara ditembak oleh APMM menambah deretan panjang permasalahan terhadap keamanan buruh migran di negara tersebut.
Pada 2024 sebanyak 125 PMI asal NTT pulang dengan 'peti mati'.
Sebelumnya pada 2022, Koalisi Buruh Migran Berdaulat mengungkapkan bahwa 149 buruh migran tewas di Depot Tahanan Imigrasi (DTI) Malaysia di Sabah akibat kondisi buruk dan tidak adanya akses kesehatan di dalam tahanan Imigrasi Malaysia.
Baca juga: DPR minta pemerintah usut penembakan PMI di Malaysia
Kemudian, pada awal tahun ini sudah tercatat lima buruh migran tewas di Malaysia, salah satunya tewas di tangan alat negara Malaysia.
SBMI menilai kondisi hak buruh migran di kawasan Asia Tenggara sudah sangat mengkhawatirkan, khususnya terkait dengan keamanan dan pelindungan.
Mirisnya keberadaan buruh migran dianggap sebagai ancaman sebuah negara dan belum berorientasi pada keamanan manusianya, sehingga pengakuan hak atas keberadaan buruh migran tergadaikan, kata SBMI.