Jakarta (ANTARA) - Jika selama ini malam pergantian tahun biasa dirayakan dengan cahaya kembang api atau membakar daging bersama keluarga, bagaimana jika Anda mencoba hal baru, seperti berkeliling Kota Tua?
Kawasan Kota Tua yang terletak di Jakarta Barat ternyata lebih dari sekadar tempat untuk menikmati keotentikan bangunan di masa lampau ataupun berkeliling menggunakan sepeda ontel warna warni.
Terdapat beberapa objek wisata yang menyimpan kisah menarik soal transformasi kehidupan Kota Jakarta dari masa ke masa, baik dari segi pemerintahan, jalur perdagangan di kota, hingga perubahan minat kendaraan.
Anda bisa memulai petualangan dari titik yang beragam dan disesuaikan dengan ketertarikan masing-masing. Semuanya bisa dikunjungi hanya dengan berjalan kaki.
House of Tugu, kawasan bersejarah ini diketahui dibangun pada abad ke-18 dan pada mulanya difungsikan sebagai kantor dagang bagi perusahaan Belanda, yakni VOC, di sekitar tahun 1740, dengan gaya arsitektur ala kolonial Eropa yang khas. Tempat ini, bahkan pernah dijadikan sebagai pusat perdagangan internasional, kala itu. Sayangnya setelah masa kolonial berakhir, House of Tugu banyak berubah fungsi, termasuk sebagai kantor pemerintahan. Pada akhirnya di abad ke 20, pengelolaan bangunan itu dikembalikan kepada pihak swasta. Di masa kini, pengelolanya menambahkan sedikit sentuhan tanaman rambat yang memberikan nuansa sejuk dan klasik.
Jembatan Kota Intan atau Het Middelpunt Burg (jembatan pusat) merupakan lintasan perdagangan yang menjadi saksi bisu dari sibuknya lalu lalang kendaraan, kala itu. Pada tahun 1655 jembatan yang terbuat dari kayu itu sempat hancur terkena banjir dan berulang kali mengalami perbaikan. Meski demikian, tidak ada struktur bangunan yang diubah. Sampailah pada tahun 1938, jembatan gantung itu dapat diangkat untuk mempermudah perahu-perahu lewat. Namanya kembali berubah menjadi “Jembatan Kota Intan”, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Nama tersebut diberikan sesuai dengan lokasi jembatan tersebut berada.
Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahilla, pada mulanya ditujukan sebagai balai kota pada zaman pemerintahan Gubernur Jan Pieterszoon Coen di tahun 1626, tetapi peresmiannya baru dilakukan pada tahun 1710 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Abraham Van Riebeeck. Selepas peresmian lokasi itu beralih fungsi sebagai pusat pemerintahan perusahaan Hindia Timur (Vereenigde Oost Indische Compagnie/VOC) di Batavia yang tidak hanya mengurusi masalah hukum hingga pajak, tetapi juga pusat berdoa, pengadilan, penjara, dan tempat eksekusi tahanan.
Museum Seni Rupa, pada 21 Januari 1870 pemerintah Hindia-Belanda mendirikan bangunan pengadilan dengan nama Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia atau Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia. Arsitekturnya amat megah, ada delapan tiang besar di bagian depan, dikelilingi peohonan, menjadikannya salah satu bangunan bersejarah serta cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah di masa kini. Pada 1967-1973, gedung tersebut digunakan untuk Kantor Wali kota Jakarta Barat, dan tahun 1976 diresmikan oleh Presiden Soeharto sebagai Balai Seni Rupa Jakarta.
Stasiun Jakarta Kota, dulu dikenal dengan nama Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappi/BEOS yang artinya maskapai angkutan kereta api Batavia Timur.