Jakarta (ANTARA) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendorong industri pangan olahan untuk melakukan transisi dari penggunaan minyak terhidrogenasi sebagian atau partially hydrogenated oil (PHO) sebab dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
PHO merupakan sumber utama asam lemak trans (trans-fatty acid/TFA) yang dihasilkan dari proses hidrogenasi atau mengubah minyak nabati menjadi lemak padat.
Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo menjelaskan, PHO banyak digunakan oleh industri pangan dengan tujuan untuk menghasilkan makanan yang lebih tahan lama dan renyah atau gurih, serta lebih ekonomis dari sisi cost atau biaya produksi.
“(Pertanyaannya) apakah ada pengganti dari lemak trans yang dari sisi cost itu tidak berdampak signifikan. Pengalaman di beberapa negara ini itu ada. Pengganti lemak trans itu teknologinya sudah ada dan dia tidak signifikan ke biaya (pengaruh pada kenaikan biaya produksi),” kata Sudaryatmo saat media visit di Antara Heritage Center, Jakarta, Selasa.
Ditilik dari historisnya, Sudaryatmo mengatakan bahwa produksi minyak kedelai di Amerika melimpah atau mengalami surplus. Para ahli di negara tersebut melakukan pemadatan minyak kedelai agar tingkat penyimpanan lebih lama.
Minyak terhidrogenasi sebagian atau PHO ini pada akhirnya digunakan oleh industri pangan untuk menghasilkan produk yang lebih tahan lama. Namun yang menjadi permasalahan, ujar dia, penggunaan PHO tidak terkontrol sehingga membahayakan kesehatan manusia.
Ia mengingatkan, lemak trans yang bersumber dari proses industrial memiliki dampak yang membahayakan bagi kesehatan, seperti meningkatkan kolesterol jahat dan menghambat pertumbuhan kolesterol baik dalam tubuh.
Dari hasil pertemuan YLKI bersama Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Sudaryatmo mengatakan bahwa sebetulnya industri pangan sudah siap apabila nantinya ada larangan penggunaan PHO. Bahkan industri sudah menyiapkan peta jalan transisinya.
Berdasarkan survei anggota GAPMMI pada 2020 menunjukkan sebanyak 75 persen sudah memiliki peta jalan transisi dan dalam tahap implementasi di industri hulu. Sementara itu di industri hilir, sebanyak 38 persen sudah memiliki peta jalan transisi dan dalam tahap implementasi serta 13 persen sudah selesai menerapkan peta jalan transisi.