Kota Bogor (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, menyatakan konsisten dalam penerapan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yakni Perda Nomor 12 Tahun 2009, dengan mengawasi hadirnya perokok pemula atau anak-anak.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto di Kota Bogor, Jumat, mengatakan dalam Perda KTR disebut bahwa penjualan rokok untuk anak-anak atau di bawah usia 18 tahun dilarang.
“Rokok itu dimulai ketika anak-anak muda itu merokok di usia dini dan mencoba. Kita mencoba untuk mengawal itu, makanya di bawah umur (18 tahun) nggak boleh beli rokok. Itu tegas banget,” kata Bima.
Berdasarkan studi yang dilakukan Pemkot Bogor bersama Universitas Indonesia beberapa tahun lalu, ditemukan justru anak-anak tersebut mulai tertarik atau penasaran merokok di usia 12 tahun.
Baca juga: Upaya Pemkot menegakkan Perda KTR Nomor 10 tahun 2018
Baca juga: Pemkot Bogor gerakkan ajakan Piknik Tanpa Rokok dukung Perda KTR
“Karena berdasarkan data, semakin muda mulai merokok, semakin susah berhenti. Makanya tingkat mulai merokok itu menentukan,” ucapnya.
Oleh karena itu, Bima menyebut, Pemkot senantiasa mengalihkan kegiatan-kegiatan pada kegiatan positif seperti olahraga. Agar perhatian anak-anak dari rokok teralihkan.
“Kita mencoba agar vibe positif itu lebih dominan daripada vibe untuk merokok. Makanya sport itu digalakkan ke sini, ini kita buat jadi kultur mainstream,” jelasnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor Sri Nowo Retno mengatakan, dari studi yang sama, alasan anak-anak mulai mencoba rokok akibat adanya iklan rokok.
Meski sejak 2015 Pemkot Bogor sudah tidak lagi menerima reklame rokok seperti yang tertuang dalam Perda 1/2015, Retno menyebut, iklan rokok berbagai merk masih ditemukan di warung-warung kelontong.
Baca juga: Dinkes Kota Bogor kampanyekan perubahan perilaku melawan COVID-19
Dari situ, kata Retno, akhirnya dikeluarkan aturan agar warung dan minimarket untuk tidak menampilkan produk rokok dan memasang iklan rokok baik spanduk maupun poster.
Bahkan, tak jarang Dinkes bersama stakeholder terkait melakukan razia ke warung-warung kelontong untuk melihat apakah iklan-iklan rokok masih marak.
“Sehingga itu ditindaklanjuti oleh kita, bahwa kita punya perda, aturan, bahwa dilarang untuk ada display maupun sponsor rokok. Kita melarang display rokok, karena hasil penelitian itu,” ujarnya.