Ibu Kota Nusantara (ANTARA) - Di tengah gemuruh aktivitas proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Ibu Kota Nusantara (IKN), Fajri meniti langkahnya dengan teliti. Pandangannya memperhatikan setiap detail kode baris (barcode) yang berukuran kecil tersembunyi di bagian bawah panel surya.
Barcode itu memperlihatkan nomor seri yang menjadi identitas setiap panel, atau bisa dibilang sebagai "garansi" bagi kualitas perangkat yang berasal dari luar negeri itu. Beberapa komponen PLTS memang masih berasal dari luar negeri, khususnya dari Tiongkok.
Di lahan seluas 80 hektare (ha), hamparan 21 ribu unit panel surya membentang luas, menggambarkan ambisi besar PLTS IKN untuk menjadi tulang punggung energi bagi Ibu Kota Baru Nusantara. PLTS itu berlokasi tak jauh dari Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Dari kejauhan, pemandangan bentangan PLTS tampak megah, namun ketika dilihat secara dekat, kompleksitas teknisnya tercermin dalam jalinan kabel-kabel yang tertata rapi menghubungkan satu unit panel ke panel lainnya.
Sebagai Unit Pelaksana Proyek (UPP) PLTS, Fajri menjelaskan bahwa PLTS IKN ini nantinya akan memiliki kapasitas 50 megawatt (MW), namun untuk fase pertama, PLTS masih hanya mampu menyediakan kapasitas sebesar 10 MW. PLTS IKN fase pertama bisa dipastikan siap beroperasi di akhir Februari 2024.
Tujuan pengoperasian fase pertama untuk menunjang percepatan pembangunan gedung inti di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN yang ditargetkan rampung sebelum HUT ke-79 RI Agustus nanti.
Baca juga: Pemprov Jatim berupaya wujudkan Zero Emission 2060 dengan peresmian PLTS Atap
Penyiapan lahan proyek PLTS IKN sudah dimulai sejak April 2023, sedangkan pembangunan awal dimulai dari Agustus 2023. Sebenarnya proyek fase pertama untuk 10 MW saat ini sudah siap dioperasikan, namun demi kelancaran pengoperasian, maka diperlukan pengecekan ulang.
UPP PLTS menyelesaikan tahap pertama ini di lahan seluas 10 hektare. Sisanya, 70 hektare lagi akan dimanfaatkan untuk menambah kapasitas hingga 40 megawatt.
Di lokasi PLTS pada pukul 12.30, matahari tengah berada mutlak di atas langit biru. Dengan terik panas yang cukup menyengat di kulit, siapa sangka energi panas ini mampu menyediakan sumber energi utama guna menunjang kelistrikan ibu kota baru.
Setelah selesai meninjau barcode, Fajri melanjutkan inspeksi ke inverter. Alat berbentuk persegi itu merupakan perangkat vital dalam operasional PLTS. Meskipun proyek masih dalam tahap pembangunan, pengecekan inverter secara berkala diperlukan guna memastikan kualitas dan kesiapan perangkat tersebut.
Inverter dibutuhkan untuk mengubah arus listrik dari panel surya menjadi arus listrik alternating current (AC). Secara teknis, agar dapat mengalirkan energi listrik, inverter mengubah listrik yang dihasilkan oleh panel surya dari arus searah (DC) menjadi arus bolak-balik (AC), kemudian energi listrik dihubungkan ke "powerhouse control building". Selanjutnya, dari "powerhouse control building", listrik disalurkan ke IKN.
Proyek senilai 64 juta dolar AS itu merupakan hasil kolaborasi antara PT PLN Nusantara Renewables dengan Sembcorp Utilities PTe. Ltd., sebuah perusahaan energi asal Singapura.
Baca juga: YLKI: Revisi aturan PLTS Atap merupakan "win-win solution" negara dan masyarakat
PLTS IKN menjadi proyek yang digarap melalui skema proyek bersama (joint venture).
Kepemilikan saham dalam proyek PLTS IKN dibagi sebesar 51 persen untuk PLN Nusantara Renewables dan 49 persen untuk Sembcorp. Kedua belah pihak memiliki peran penting dalam membangun infrastruktur yang akan mengubah konsep energi menjadi lebih ramah lingkungan.
Sumber energi IKN
Pembangunan IKN tak hanya merupakan sebuah proyek infrastruktur, melainkan juga langkah nyata Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim global. Dengan target menjadi kota netral karbon (net zero emission) pada tahun 2060, IKN memegang peranan penting dalam mewujudkan visi ini.
Oleh karena itu, Bidang Transformasi Hijau dan Digital Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menekankan pentingnya penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dalam mendukung konsep kota cerdas yang ramah lingkungan (smart city green city).
PLTS bisa jadi solusi paling efektif untuk mewujudkan target tersebut. PLTS dapat memanfaatkan energi sang surya yang "gratis", serta tidak membutuhkan lahan terlalu besar.
OIKN optimistis bahwa pemanfaatan penuh tenaga surya sebagai sumber energi listrik utama perkotaan bakal terwujud sesuai cetak biru kota cerdas Nusantara, namun penerapannya memang membutuhkan proses panjang.
Berdasarkan pengamatan ANTARA, hingga saat ini pembangunan IKN sendiri masih sejalur dengan prinsip-prinsip ekonomi hijau, mulai dari pembangunan gedung cerdas yang menghasilkan efisiensi energi dan air, sistem transportasi dan mobilitas cerdas, hingga penggunaan EBT.
Guna menerapkan EBT secara penuh, PLTS akan menjadi sumber energi utama bagi IKN untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK).
Dengan demikian, pembangunan Nusantara dapat menghadirkan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Ini merupakan langkah besar bagi Indonesia untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Arah pembangunan IKN juga selaras dengan "Kesepakatan Paris 2015" saat Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP 21) yang membatasi kenaikan suhu sampai 1,5 derajat Celcius. Salah satu rekomendasinya adalah melalui transisi energi guna mengejar target emisi nol karbon.
Dalam dokumen "Nationally Determined Contribution (NDC) 2022", Indonesia turut berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan dapat mencapai 43,20 persen pada 2030 dengan dukungan internasional.
Di lain pihak, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI (ESDM) telah menetapkan target bauran kebijakan EBT sebesar 23 persen pada 2025.
OIKN juga menyampaikan arah pembangunan IKN tetap akan menggunakan EBT, tanpa tenaga fosil. Hal itu karena sedari awal, ibu kota baru negara ini ditetapkan dengan konsep hijau, membangun lingkungan, sekaligus mengembalikan kejayaan hutan tropis Indonesia.
PLN Nusantara Renewables mencatat setelah kapasitas PLTS IKN yang sebesar 50 MW, proyek itu akan mampu memasok seluruh kebutuhan total listrik di IKN.
PLTS di IKN direncanakan bakal menjadi sumber utama listrik, dengan kapasitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi kota. Hal ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil, sehingga mengurangi emisi karbon secara signifikan.
Jadi kalau ditotal itu, semua nanti permintaan (listrik) di IKN kurang lebih 24 megawatt. Jumlah itu untuk memenuhi kondisi kebutuhan penuh, yang kemungkinan tidak akan sampai sejumlah itu atau hanya 20-30 persen. Dengan demikian, maka 50 megawatt itu sangat cukup.
Meskipun banyak dari komponen PLTS yang masih mengandalkan impor, adanya megaproyek PLTS menyerap banyak tenaga kerja lokal. Banyak dari pekerja lokal yang menjadi pekerja konstruksi, operator, hingga staf.
Baca juga: PT KAI resmikan penggunaan solar panel di 40 stasiun
Tantangan logistik
Walaupun dengan infrastruktur megah yang sedang dibangun, proyek PLTS IKN tidak lepas dari tantangan. Lokasi proyek yang jauh dan terpencil menuntut upaya distribusi logistik dan material secara ekstra. Apalagi jika hujan turun, jalur untuk menuju dan dari proyek PLTS menjadi sukar untuk dilewati.
Kendati demikian, dengan dukungan semua pihak, PLTS IKN diyakini akan terselesaikan tepat waktu.
Melalui kolaborasi dengan OIKN, Pemkab Penajam Paser Utara (PPU), serta PT PLN, pemerintah berharap dapat meningkatkan efisiensi proyek dan membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat.
Langkah-langkah ini, meskipun masih menyisakan sejumlah tantangan, menunjukkan komitmen Indonesia untuk beralih ke energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dengan PLTS sebagai tulang punggung utama, pembangunan IKN menegaskan dirinya sebagai contoh nyata proyek berkelanjutan dan inovatif.
Nantinya, OIKN juga mendukung semua infrastruktur sesuai yang direncanakan.
PLTS tulang punggung energi hijau bagi Ibu Kota Nusantara
Jumat, 16 Februari 2024 14:17 WIB