Bogor (Antaranews Megapolitan) - Perbankan Indonesia akan memasuki era masyarakat ekonomi Asean (MEA) pada 2020 karena itu agar mampu bersaing perlu menerapkan strategi efisiensi.
"Tingkat efisiensi perbankan Indonesia baru 65 persen, yang bagus itu 100 persen. Bank yang tidak efisien akan sulit bersaing dengan bank lainnya di ASEAN," kata Rahmat Mulyana dalam Sidang Promosi Doktoral Sekolah Bisnis IPB yang berlangsung di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Mantan Direktur Keuangan LKBN Antara ini menjelaskan, perbankan memproduksi jasa keuangan seperti menyimpan tabungan, memberikan pembiayaan. Sementara efisiensi adalah seberapa baik bank menggunakan input untuk memproduksi jasa keuangannya.
Riset yang dilakukan memperlihatkan seberapa besar biaya yang dipergunakan perbankan nasional untuk memproduksi jasa-jasanya dibandingkan dengan negara lain, dan juga antar bank di Indonesia.
Saat ini perbankan Indonesia berada diurutan kelima dari enam negara besar di Asean yang belum efisien.
Menurutnya, secara teori strategi bersaing ada tiga, yakni ungul secara produk, prima secara layanan, dan operasional yang luar biasa (excellent).
"Operasional yang `excellent` adalah perbankan yang efisien," kata Rahmat yang kini berstatus Dosen dan Wakil Ketua Bidang Keuangan, SDM, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia.
Untuk mengukur efisiensi perbankan tersebut ada metode yang digunakan yakni berdasarkan optimalisasi mengelola biaya. Setiap bank di Indonesia diukur dengan yang optimal, yakni cuma 65 persen, sedangkan Singapura sudah 93 persen.
Ia mengatakan efisiensi bank sangat diperlukan agar perbankan Indonesia mampu bersaing dalam masyarakat ekonomi Asean. Bank yang sulit bersaing akan kehilangan nasabahnya.
Ia mencontohkan, dengan berlakunya masyarakat ekonomi Asean, maka perbankan Indonesia dapat membuka cabang di negara-negara Asean, tetapi karena tidak efisien maka sulit bersaing dengan bank lokal yang sudah efisien.
"Bank tidak efisien menyebabkan bunga tinggi, dan salah satu permasalahan ekonomi di Indonesia adalah bunga kredit yang tinggi dibanding negara Asean lainnya," kata dia.
Ia menyebutkan, kredit bunga di Indonesia sebesar 12 persen cukup tinggi dibanding Singapura dan Malaysia yang cuma empat persen.
Bank yang tidak efisien, lanjutnya, membuat suku bunga menjadi tinggi. Suku bunga kredit yang tinggi membuat daya saing perekonomian Indonesia menjadi rendah.
"Semua industri akan minta kredit ke bank, kalau suku bunga tinggi maka usaha yang tadinya layak jadi tidak layak. Banyak usaha layak jadi tidak layak," katanya.
Selain itu, efek suku bunga tinggi menurunkan tingkat produktivitas dan konsumsi masyarakat, sehingga perekonomian nasional menjadi lebih terhambat.
"Bank yang tidak efisien membuat suku bunga tinggi. Suku bunga yang tinggi membuat perekonomian jadi tidak optimal, seluruh masyarakat mendapat beban, hingga level terkecil," kata Rahmat.
Dalam disertasinya, Rahmat Mulyana merekomendasikan agar perbankan Indonesia mampu masuk dalam masyarakat ekonomi Asean, perbankan Indonesia harus menerapkan strategi efisiensi yang sudah dibangun.
"Pemerintah harus menurunkan suku bunga, terutama dana pihak ketiga harus rendah, dan NIM perbankan harus dipangkas, karena NIM kita tinggi sekali dibanding bank di Asean," kata Rahmat.
Rahmat Mulyana dinyatakan lulus sidang promosi doktoral dan berhasil meraih gelar doktor setelah Komisi Pembimbing dan Penguji Luar Komisi melaksanakan ujian terbuka program doktoral.
Judul disertasi Rahmat yakni "Analisis strategi efisiensi perbankan Indonesia dalam menghadapi era masyarakat ekonomi Asean".
Rahmat Mulyana berhasil mempertahankan disertasinya dalam ujian terbuka program doktor Sekolah Bisnis IPB.
Ketua Komisi Pembimbing Prof Noer Azam Achsani menyebutkan, studi terkait efisien sudah banyak dilakukan, hasilnya ada yang kontradiktif dan kadang mendukung.
Tapi riset yang dilakukan Rahmat Mulyana menggabungkan seluruh faktor secara menyeluruh, mulai dari aset, biaya, bank syariah, non syariah, pendekatan kualitatf dan kuantitatif sehingga menjadikan penelitian ini sebagai satu kesatuan yang utuh.
"Penelitian ini juga mencoba membandingkan perbankan Indonesia dengan bank yang ada di Asean, dan memberikan rekomendasi strategi seperti apa supaya perbankan kita tidak kalah di 2020," kata Noer Azam.
Disertasi ini telah diuji oleh penguji luar provinsi yakni Prof Bunasor Sanim mantan Komisaris Bank Indonesia, Dr Endri dan Dr Hartoyo mewakili Kepala Prodi Manajemen Bisnis. Sedangkan Komisi Pembimbingan ada Dr Trias Andati dan Tubagus Nur Ahmad Maulan, PhD.
Editor berita: A. Buchori
Perbankan Indonesia harus siapkan strategi efisiensi dalam masuki MEA
Kamis, 20 Desember 2018 21:02 WIB
Tingkat efisiensi perbankan Indonesia baru 65 persen, yang bagus itu 100 persen. Bank yang tidak efisien akan sulit bersaing dengan bank lainnya di ASEAN.