Depok (ANTARA) - Doktor dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Dr Ana Uluwiyah mengungkapkan strategi bertahan hadapi tekanan krisis industri manufaktur di Indonesia.
"Industri manufaktur di Indonesia telah menghadapi tantangan sejak krisis ekonomi Asia pada tahun 1997," kata Dr Ana Uluwiyah, di Kampus UI Depok, Jawa Barat, Kamis.
Ia mengatakan sebelum krisis tersebut, sektor manufaktur telah menjadi pilar ekonomi Indonesia sejak tahun 1960-an. Namun di akhir tahun 1997, isu deindustrialisasi mulai muncul.
“Oleh sebab itu, penting untuk menganalisis dampak krisis terhadap kinerja perusahaan industri manufaktur di Indonesia guna memahami bagaimana krisis mempengaruhi ketahanan perusahaan dalam sektor ini,” ujar Dr Ana pula.
Baca juga: Promosi Doktor FEB UI: Desentralisasi dan ketimpangan layanan kesehatan di Indonesia
Dalam penelitian disertasinya yang berjudul “Dampak Pandemi COVID-19 dan Strategi Ketahanan terhadap Kinerja Perusahaan Industri Manufaktur di Indonesia memiliki empat tujuan, yaitu mengembangkan indeks kinerja perusahaan pada level mikro, mengukur tingkat ketahanan perusahaan IBS terhadap COVID-19.
Selanjutnya menganalisis dampak COVID-19 terhadap kinerja perusahaan industri IBS dan IMK, dan menganalisis peran strategi ketahanan terhadap pengaruh dampak COVID-19 pada kinerja perusahaan yang tujuannya untuk mendapatkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung.
Dalam penelitiannya didapatkan juga hasil bahwa rata-rata indeks kinerja perusahaan pada masa pandemi COVID-19 untuk Industri Besar Sedang (IBS) dan Industri Mikro Kecil (IMK) di Indonesia yang mengalami penurunan signifikan.
Baca juga: Doktor FEB UI lakukan penelitian faktor yang pengaruhi distribusi energi
Meskipun demikian, IBS menunjukkan pemulihan kinerja pasca awal pandemi, meskipun belum mencapai level pra-pandemi.
Kemudian, pada perbedaan kinerja berdasarkan lokasi dan jenis produk, Dr Ana mengatakan bahwa pada IMK, usaha di luar Jawa-Bali mengalami penurunan kinerja lebih besar dibandingkan di Jawa-Bali, sedangkan pada IBS perusahaan di luar Jawa-Bali atau yang menghasilkan produk pokok menunjukkan kinerja lebih baik.
Namun, kinerja perusahaan non-pokok pulih lebih signifikan setelah awal pandemi. Adapun, indeks ketahanan usaha IBS terhadap pandemi mencapai 84 persen turun 16 persen dari kondisi normal.
“Perusahaan yang terlibat dalam ekspor, inovasi, dan berada di kawasan industri lebih tahan terhadap pandemi,” kata Dr Ana.
Menurut laporan survei dari Badan Pusat Statistik (BPS), pandemi COVID-19 tahun 2020 telah menyebabkan penurunan produksi Industri Besar Sedang (IBS) dan Industri Mikro Kecil (IMK) di Indonesia.
Kedua skala industri tersebut mengalami penurunan pertumbuhan produksi secara signifikan pada year on year (yoy) di triwulan kedua tahun 2020, masing-masing sebesar minus 19,73 persen dan minus 21,31 persen.
Doktor ekonomi UI ungkap strategi bertahan hadapi tekanan krisis industri
Kamis, 14 November 2024 21:39 WIB
Industri manufaktur di Indonesia telah menghadapi tantangan sejak krisis ekonomi Asia pada tahun 1997.