Jakarta (ANTARA) - Hentakan kaki para siswa SMPN 13 Depok, Jawa Barat, terdengar menggelegar ketika mobil pikap dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cinere pelan-pelan memasuki halaman sekolah mereka.
Langkah-langkah kaki tak sabar itu berlarian dari ruang-ruang kelas di lantai atas menuju lobi depan sekolah yang menyimpan banyak piala. Mereka tak sabar menerima Makan Bergizi Gratis (MBG) yang hari itu menyajikan menu ayam katsu, salah satu yang menjadi favorit siswa.
Menu ayam katsu yang dinikmati para siswa itu hasil dari tangan terampil seorang juru masak yang rela melepaskan karier cemerlangnya di Qatar demi melihat senyum anak-anak yang setiap hari menanti menu-menu racikannnya.
Melihat mereka menghabiskan setiap menu, menulis ulasan yang disampaikan lewat pesan di media sosial Instagram SPPG Cinere, memberikan kesan tersendiri di hati Briansyah Setiahadi.
Brian bukan juru masak biasa. Dia pernah menempuh pendidikan di salah satu sekolah perhotelan di DI Yogyakarta. Ia lalu melanjutkan karier pertamanya ke salah satu hotel bintang lima di kota yang sama, Hyatt Regency.
Setelah itu, Brian memutuskan mendaftarkan diri ke luar negeri, dan diterima menjadi juru masak di Hotel Ramada Encore, Qatar, Asia Barat. Di sana, ia menjalani kariernya selama tiga tahun dengan penempatan di tower Al-Asmakh, salah satu tower khusus untuk para naratama.
Meski telah memiliki kedudukan yang spesial di Qatar, Brian mengaku tetap ingin pulang ke Indonesia dan membuka usaha katering sendiri dengan berbagai pengalaman yang dimilikinya. Hingga akhirnya datang tawaran dari Badan Gizi Nasional (BGN) yang menarik hatinya.
Berawal dari tawaran untuk menjadi juru masak di proyek uji coba tahun 2024, Brian melihat pengalaman memasak di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai salah satu peluang yang berbeda dan memutuskan untuk mengambilnya.
“Kemudian ada beberapa momen saya ikut ke sekolah untuk mengantarkan makanan ke adik-adik siswa. Di situ saya merasakan ternyata berbeda memberikan makanan ke orang as a costumer (sebagai sebatas konsumen) dan ke anak-anak di sekolah. Karena melihat langsung respons anak-anak saat mendapat makanannya, di situ membuat saya tergerak untuk membantu program ini,” kata Brian.
Dari pengalaman mengantarkan makanan untuk anak-anak sekolah itulah, Brian bertekad untuk terus memberikan makanan-makanan yang terbaik. Berbagai menu menarik, dari lokal hingga makanan-makanan yang biasa ia sajikan di hotel kelas dunia telah memenuhi perut lebih dari 3.000 anak-anak sekolah.
Kepala SPPG Cinere Afif Maulana Rivai mengakui Brian tak sekadar menyajikan makanan bergizi, tetapi juga makanan dengan rasa yang enak sehingga anak-anak pun menyukainya.
Sebelum MBG dimulai pada Januari 2025, Brian sempat menjalani masa uji coba selama enam bulan untuk menyajikan makanan bagi anak-anak di salah satu sekolah negeri di Jakarta Selatan. Kemudian, setiap menu dan data-data dari hasil uji coba selama enam bulan tersebut diberikan kepada BGN sebagai dasar kajian untuk memulai Program MBG.
Setelah enam bulan menjalani masa uji coba, Brian akhirnya ditugaskan untuk mengelola dapur di SPPG Cinere. Setelah berjalan selama kurang lebih enam bulan, lebih banyak komentar-komentar positif dari anak-anak atas menu-menu yang disajikan.
Selama bekerja sebagai juru masak di hotel kelas dunia, Brian mengaku memiliki standar yang tinggi dalam setiap penyajian makanan. Menurut dia, kunci utama menyajikan menu agar disukai anak-anak yakni dengan menetapkan standar yang sama ketika menjadi juru masak di hotel.
“Untuk semua juru masak, kalau memang sebelumnya pernah bekerja di hotel dengan standar yang tinggi, perlakukan standar yang sama ketika memasak untuk MBG. Kalau saya, menu-menu yang saya hidangkan itu standar-standarnya seperti di perhotelan juga,” ujar Brian.
Khusus untuk SPPG Cinere, Brian membuat menu-menu berdasarkan permintaan dari anak-anak sekolah. Meski tidak semua permintaan tersebut dipenuhi karena harus disesuaikan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang telah dikoordinasikan dengan ahli gizi, Brian mengupayakan setiap menu layak dan menarik untuk disantap para siswa.
Beragam menu lokal hingga kombinasi budaya kuliner atau fusion food telah dihidangkan oleh SPPG Cinere yang setiap waktu diperbarui melalui akun Instagram. Beragam menu sudah disajikan, mulai dari nasi dengan sayur tumis dan telur saus khas Padang, menu kombinasi telur khas Jepang, okonomiyaki dengan salad selada kol dan mayonaise, ayam bumbu telur asin, ayam katsu, kombinasi telur khas budaya Cina seperti fuyunghai saus asam manis, hingga ayam kemangi dengan sayur pokcoy.
Setiap makanan yang merupakan permintaan dari para siswa dikurasi oleh Brian dan ahli gizi menjadi hidangan-hidangan yang dapat dinikmati oleh anak-anak sekolah. Untuk memastikan keamanan pangan, SPPG Cinere juga menerapkan standar operasional prosedur (SOP) bagi seluruh relawan atau pekerjanya memiliki sertifikat penjamah makanan.
Selain itu, sertifikat khusus untuk juru koki dari hotel sebelumnya juga telah dikantongi oleh Brian, dengan beragam ketentuan yang telah dipenuhi mulai dari teknik memasak, keamanan pangan, atau manajemen dapur, sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Bagi semua juru masak yang ada di setiap SPPG, selain harus mematuhi SOP yang berlaku, kepercayaan diri terhadap menu yang disajikan menjadi salah satu trik khusus yang bisa dilakukan untuk menghasilkan menu-menu yang lezat dan bergizi.
“Lebih percaya diri saja sama makanannya, terus berusaha mencari celah bagaimana anak-anak itu bisa menikmati makanannya juga, menerima permintaan dari anak-anak yang sekiranya bisa dieksekusi sesuai dengan standar gizi yang ada di BGN,” kata Brian.
Tak kalah penting, penggunaan ilmu dan pengalaman di pekerjaan sebelumnya juga mesti diterapkan di dapur, yang tentunya disesuaikan dengan standar BGN.
Patuhi standar gizi
Keamanan pangan menjadi faktor utama yang perlu diperhatikan setiap SPPG dalam menyajikan menu kepada para siswa. Setiap hari, saat mengantarkan makanan ke sekolah, SPPG Cinere selalu memberikan formulir uji organoleptik kepada guru.
Uji organoleptik merupakan metode pengujian menggunakan panca indra manusia (penglihatan, penciuman, perasa, dan peraba) untuk menilai mutu dan daya terima suatu produk atau bahan makanan.
Sebelum makanan dibagikan kepada para siswa, guru wajib mencicipi terlebih dahulu dan mengisi formulir organoleptik sesuai dengan yang telah dirasakan.
Ahli Gizi SPPG Cinere Disha Nabilah mengemukakan, pedoman gizi MBG di dapur mereka mengikuti standar dari Kementerian Kesehatan, mula dari porsi, hingga angka kecukupan AKG sesuai umur. Porsi bagi siswa SD, SMP, dan SMA tentu berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan AKG masing-masing.
Selain itu, SPPG Cinere juga menilai porsi gizi berdasarkan habis atau tidaknya makanan yang disajikan. Oleh karena itu, standar porsi bagi siswa SMP dan SMA dibedakan menjadi dua, yakni porsi besar dan kecil.
Anak-anak yang memiliki permasalahan gizi seperti kegemukan atau obesitas juga diberi pilihan untuk menyampaikan permintaan diet khusus kepada SPPG Cinere, bisa melalui pesan di Instagram atau langsung datang ke SPPG. Namun, saat ini, masih belum ada permintaan khusus diet kepada SPPG Cinere.
Untuk memastikan pendistribusian dan penyajian MBG dalam kondisi layak, SPPG Cinere menerapkan SOP yang ketat mulai dari proses penerimaan bahan baku. Jika tidak sesuai, pihak SPPG telah menetapkan kesepakatan dengan para pemasok untuk mengembalikan bahan dan segera diganti yang baru.
Saat pengelolaan makanan, ahli gizi juga turut mengawasi dengan memastikan beberapa hal telah sesuai SOP, misalnya, suhu penggorengan harus di atas 100 derajat celcius yang dites menggunakan termometer celup untuk memastikan bakteri-bakteri yang ada dalam bahan baku telah mati.
Setelah makanan sudah matang, ahli gizi kembali harus mengecek menggunakan termometer celup apakah makanan sudah bisa dikemas ke dalam ompreng. Makanan yang masih panas tidak boleh langsung ditutup, tetapi harus didiamkan terlebih dahulu minimal satu jam sebelum pengemasan.
Makanan yang dibagikan harus segera dikonsumsi dan sebaiknya tidak dikonsumsi kembali di atas dua jam setelahnya. Oleh karena itu, peran ahli gizi dalam hal ini sangat penting guna memastikan penerimaan hingga pendistribusian sesuai dengan SOP.
Tak hanya itu, pemilihan pemasok juga harus penting, sehingga SPPG disarankan untuk tidak asal mengganti-ganti pemasok dalam waktu yang singkat untuk menghindari risiko keamanan pangan.
“Pada saat persiapan juga kita harus menginformasikan, misalnya sayur harus dicuci dengan air garam dan lain sebagainya. Jadi, setiap bagian-bagiannya seperti memasak, suhu, cara mencuci, dan seluruh prosedur itu ahli gizi harus terlibat agar makanan yang didistribusikan tidak basi,” kata Disha.
SPPG Cinere memperhatikan setiap detail prosedur pemilihan baku hingga distribusi. Bahkan, pemisahan warna pisau yang terlihat kecil, menjadi salah satu hal penting yang menentukan kualitas MBG yang disajikan kepada para siswa. Mereka memisahkan pisau sesuai dengan bahan, yakni warna hijau untuk sayur, merah untuk daging-dagingan, dan putih untuk buah-buahan.
Pembelajaran dari Brian yang tetap mempertahankan kualitasnya sebagai mantan juru masak di hotel ternama tingkat dunia dan mempertahankan standar yang dimiliki, kolaborasi dengan ahli gizi, hingga manajemen yang tepat dari Kepala SPPG dapat menjadi salah satu contoh baik bagi seluruh SPPG di Indonesia.
Beberapa SPPG yang ditutup karena tidak menerapkan SOP dengan ketat mesti belajar ke SPPG Cinere untuk menyajikan makanan yang benar-benar aman, sesuai dengan nilai gizi, bahkan disukai dan ditunggu-tunggu oleh para siswa.
SPPG Cinere menjadi salah satu bukti bahwa MBG tidak boleh dijalankan ala kadarnya. Ada nasib ribuan siswa yang bergantung pada Program MBG. Oleh karena itu, tata kelola di setiap SPPG sangat menentukan keberhasilan program ini.
Kolaborasi sumber daya manusia, kemampuan untuk mendengarkan keluhan dan mengeksekusinya dengan cepat dan tepat, serta integritas masing-masing pekerja untuk menjalankan tugas bukan hanya sesuai SOP, melainkan juga dengan hati yang tulus dan profesional akan membantu mewujudkan cita-cita mulia dari program ini, yakni menciptakan generasi sehat, berkualitas, dan produktif untuk masa depan bangsa.
