Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara mendukung penuh Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia.
Menurutnya, ratifikasi perjanjian ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat kerangka hukum Indonesia menghadapi kejahatan lintas negara yang makin kompleks.
“Perjanjian ini akan menjadi instrumen penting untuk menangani berbagai tindak kejahatan serius, mulai dari korupsi, pencucian uang, narkotika, hingga kejahatan siber. Semua itu membutuhkan kerja sama internasional yang kuat,” kata Dewi dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia menilai ratifikasi ini juga memiliki nilai strategis dari aspek diplomasi. Sejak 1950, Indonesia dan Rusia menjalin hubungan diplomatik yang relatif stabil meskipun menghadapi dinamika geopolitik global.
“Kerja sama dengan Rusia, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan anggota G20, akan membuka peluang bagi Indonesia memperluas jaringan kerja sama hukum dengan negara-negara lain,” ujarnya.
Dari sisi hukum, perjanjian ini dinilai memberikan kepastian lebih baik dibanding mekanisme sebelumnya yang sering hanya mengandalkan deportasi.
Perjanjian ini menetapkan bahwa ekstradisi berlaku untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman minimal satu tahun. Dengan demikian, mekanismenya menjadi lebih jelas, terstruktur, dan mengikat kedua negara.
Meski mendukung penuh, Dewi menekankan perlunya pengawasan ketat dalam implementasi perjanjian.
Selain itu, ia mendorong revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi.
