Jakarta (ANTARA) - Analis Reku Fahmi Almuttaqin menyampaikan, pasar kripto dan saham AS terguncang pasca serangan AS ke tiga fasilitas nuklir utama Iran pada Minggu (22/6).
Konflik ini mendorong volatilitas di pasar saham AS, di mana indeks S&P 500 futures dan indeks utama lainnya mengalami tekanan, seiring investor mengkhawatirkan risiko eskalasi yang lebih luas serta potensi dampak terhadap pasokan minyak global.
“Kekhawatiran ini diperkuat dengan melonjaknya harga minyak dan menguatnya dolar AS. Saham-saham sektor pertahanan dan energi cenderung mendapat perhatian lebih, sementara pasar obligasi menunjukkan pelebaran credit spread sebagai tanda peningkatan risiko,” kata Fahmi dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, performa positif saham perusahaan-perusahaan minyak besar seperti Chevron dan Exxon Mobil serta di sektor pertahanan seperti Lockheed Martin dan Northrop Grumman yang telah cukup terlihat berpotensi dapat semakin berkembang di tengah kondisi yang ada.
Namun, koreksi khususnya di sektor energi dapat terjadi jika ternyata tidak ada gangguan nyata pada suplai minyak.
Di sisi lain, pasar kripto juga menunjukkan reaksi signifikan. Bitcoin sempat turun tajam di bawah 100.000 dolar AS akibat meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap serangan langsung AS tersebut.
Merespon kondisi tersebut, Fahmi menilai secara umum, baik pasar saham AS maupun kripto bergerak defensif dan berpotensi menjadi lebih sensitif terhadap perkembangan terbaru di Timur Tengah di tengah potensi eskalasi konflik yang bisa berdampak lebih luas pada sentimen risiko global.
Bitcoin pada hari ini terlihat mulai mengalami pemulihan dan diperdagangkan di kisaran 100.500-101.400 dolar AS, dengan altcoin seperti ETH, XRP, dan SOL juga mulai pulih dari penurunan akhir pekan kemarin.
“Sementara itu, indeks saham AS masih cenderung bergerak datar dan harga emas naik tipis, menandakan pelaku pasar yang saat ini kembali mengambil sikap wait and see terhadap risiko geopolitik, pasca koreksi yang terjadi akhir pekan kemarin. Sementara itu harga minyak mentah tetap tinggi di sekitar 76 dolar AS per barel setelah lonjakan hampir 4 persen, dipicu kekhawatiran potensi Iran memblokir Selat Hormuz,” jelas Fahmi.