Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengusulkan kepada PresidenPrabowo Subianto agar menerbitkan Keputusan Presiden yang menetapkan tanggal 3 April sebagai Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penetapan tersebut, kata dia, sebagai peringatan dan penghormatan terhadap hadirnya kembali NKRI melalui mosi integral yang disampaikan oleh pejuang kemerdekaan Mohammad Natsir di parlemen Republik Indonesia Serikat pada 3 April 1950.
“Selama ini sudah ada Hari Nasional seperti Hari Pancasila pada 1 Juni dan Hari Konstitusi pada 18 Agustus dan lain-lain, sebagai pilar-pilar penting kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka penting Presiden Prabowo di awal masa pemerintahannya bisa menetapkan hari NKRI pada 3 April," kata Hidayat di Jakarta, Jumat.
Dia lantas berkata, "Apalagi dahulu Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang didirikan/dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo yang adalah Ayah dari Presiden Prabowo, juga termasuk partai yang secara aklamasi mendukung mosi integral Natsir itu."
Menurut dia, mosi integral yang disampaikan oleh Mohammad Natsir sebagai Ketua Fraksi Partai Islam Masyumi kala itu merupakan tonggak bersejarah yang sangat penting.
“Dengan penetapan tanggal 3 April sebagai hari NKRI semakin menegaskan hal tersebut sehingga ke depan tidak ada lagi upaya memecah belah kesatuan nasional dengan adu domba kelompok Islam dengan kelompok nasionalis lainnya karena menuduh umat Islam sebagai anti terhadap NKRI, padahal justru Partai Islam Masyumi melalui Ketuanya M. Natsir yang selamatkan NKRI,” katanya.
Menyatukan kembali Indonesia setelah dipecah belah oleh Belanda melalui pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS), sesuai dengan cita-cita dan kesepakatan para pendiri bangsa pada 18 Agustus 1945.
"Sebagaimana kesepakatan yang termaktub dalam Bab 1 Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 bahwa negara Indonesia yang didirikan bukan Republik berbentuk serikat, melainkan negara kesatuan," ucapnya.
Terlebih, ujarnya lagi, hal itu diperkuat pada masa reformasi dan amandemen konstitusi bahwa NKRI merupakan ketentuan yang tidak bisa dilakukan perubahan (unamandable provision) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 37 ayat (5) UUD 1945.
Baca juga: Wakil Ketua MPR minta pemda sosialisasikan sistem penerimaan murid baru 2025 secara masif
Baca juga: Sekolah rakyat tingkatkan kesetaraan pendidikan