Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid alias HNW mengatakan pembentukan Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus direalisasikan paling lambat 30 hari sejak undang-undang berlaku.
Adapun Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah telah disetujui oleh Komisi VII DPR RI dan pemerintah, yang rencananya dibawa ke rapat paripurna Selasa ini. RUU tersebut mengubah Badan Penyelenggara Haji menjadi kementerian.
"Alhamdulillah usulan tersebut kini telah disetujui dan disepakati bersama baik oleh DPR maupun Pemerintah. Sekarang RUU ini akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR-RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang," kata HNW di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan muatan utama RUU tersebut adalah peningkatan status kelembagaan Badan Penyelenggara Haji menjadi Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang dipimpin oleh seorang Menteri, di mana sebelumnya Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2024 baru membentuk Badan Penyelenggara Haji.
Selain soal peningkatan status kelembagaan BP Haji menjadi Kementerian, ada beberapa isu yang menjadi sorotan, yakni soal ditetapkannya kembali “syariah” sebagai asas pertama dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
Implementasinya, adalah batas usia keberangkatan haji yang sebelumnya ditetapkan 18 tahun, atau sudah menikah, kini telah dihapuskan karena prinsip syariah keberangkatan haji adalah bukan ketentuan itu, melainkan sebagai mukallaf atau akil baligh.
Kemudian, ditetapkannya kembali aspek keselamatan dan keamanan, dan ada penambahan aspek pelayanan pada asas penyelenggaraan haji, sehingga penyelenggaraan haji ke depan diharapkan dapat dilaksanakan dengan makna yang lebih mendalam, yakni melalui pelayanan yang ikhlas, optimal, profesional, dan berkeadilan bagi seluruh jemaah.
"Kami juga concern agar tidak berulangnya kasus jual beli kuota haji sebagaimana yang saat ini tengah diselidiki oleh KPK. Sehingga dalam RUU disepakati jika ada tambahan kuota haji harus dibahas bersama DPR, tentu harus dengan menjunjung prinsip kejujuran, kebaikan, kebenaran, transparansi, dan keadilan," kata anggota Komisi VIII DPR itu.
Dia juga mengapresiasi adanya ketentuan dalam UU yang perubahan yaitu kesepakatan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya keadaan luar biasa dan kondisi darurat dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah, seperti bencana alam, perang, kerusuhan, atau pandemi COVID-19, dengan disahkannya Bab XA tentang Keadaan Luar Biasa dan Kondisi Darurat.
Dia pun turut menyampaikan apresiasi kepada Kementerian Agama yang telah menjadi penyelenggara ibadah haji selama ini, dan berharap agar Kementerian Haji yang nanti dibentuk pascapenetapan RUU ini bisa semakin amanah, sukses dan berkah dalam penyelenggaraan haji ke depan.
"Dengan tidak berulang kembalinya permasalahan klasik dalam penyelenggaraan haji,” katanya.
Makin optimal
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah menilai kehadiran Kementerian Haji dan Umrah akan membuat tata kelola haji semakin optimal, karena ada lembaga yang fokus pada pelayanan teknis.
"Dengan adanya kementerian ini kami berterima kasih, karena akan ada lembaga yang fokus dan tentu saja bersinergi dengan kami agar penyelenggaraan ibadah haji lebih optimal," kata Fadlul.
Fadlul mengatakan perubahan Badan Penyelenggara Haji menjadi Kementerian Haji merupakan langkah serius pemerintah untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan ibadah haji dan umrah bagi jamaah Indonesia.
Pembentukan kementerian baru ini, kata dia, bukan berarti pelayanan haji selama ini buruk. Namun, menurut dia layanan haji memang harus selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Menurut dia, transformasi menjadi Kementerian Haji ini merupakan upaya besar untuk menyinergikan semua aspek pelayanan haji dan umrah mulai dari pendaftaran, manasik, keberangkatan, hingga kepulangan.
"Tujuannya adalah pelayanan terbaik. Oleh karena itu BPKH siap berkoordinasi dan bersinergi dengan lembaga manapun yang ditunjuk pemerintah," kata Fadlul.
Fadlul mengingatkan bahwa BPKH memiliki peran khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014, yakni mengelola dana haji secara profesional dan akuntabel untuk meningkatkan nilai manfaat dan kemaslahatan umat.
Ia menegaskan BPKH tidak melaksanakan operasional penyelenggaraan ibadah haji. Menurut dia, pelaksanaan tetap di bawah kementerian yang nanti akan dibentuk pemerintah.
"Jika ini terealisasi BPKH tetap akan menjalankan amanat sesuai dengan undang-undang," kata Fadlul.
Dari sisi regulasi dan pelayanan, BPKH akan memastikan dana kelolaan dan penyelenggaraan dilakukan secara efektif dan efisien, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Haji dengan BPKH.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan Badan Penyelenggara Haji disetujui untuk diubah atau dinaikkan statusnya menjadi kementerian setelah Rancangan Undang-Undang tentang Haji dan Umrah disetujui.
Supratman mengatakan Komisi VIII DPR beserta seluruh fraksi partai politik sudah menyetujui hal tersebut karena perubahan itu penting untuk persiapan penyelenggaraan haji tahun berikutnya.
"Karena sekarang sudah memasuki tahapan penyelenggara ibadah haji untuk tahun depan, di bulan Agustus ini," kata Supratman.
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) menyambut positif pembentukan Kementerian Haji dan Umrah dan berharap hadirnya kementerian tersebut dapat membuat tata kelola haji menjadi lebih baik.
"Marhaban Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia. Semoga lahirnya kementerian ini menjadikan tata kelola penyelenggaraan haji dan umrah menjadi jauh lebih baik lagi untuk kemaslahatan umat," ujar Ketua Bidang Humas dan Media DPP AMPHURI Abdullah Mufid.
Perubahan kelembagaan Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) menjadi Kementerian Haji dan Umrah mengemuka dalam rapat Panitia Kerja DPR RI bersama pemerintah, terkait pembahasan perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Mufid mengungkapkan AMPHURI telah sejak lama mendorong adanya kementerian khusus yang menangani urusan haji dan umrah secara lebih terfokus. Bahkan setahun lalu pihaknya secara terbuka menyampaikan harapan tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto.
"Ketika setahun lalu muncul Badan Penyelenggara Haji, kami mengapresiasi positif dan meyakini itu sebagai embrio menuju lahirnya kementerian," kata dia.
Menurut Mufid, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah merupakan sektor dengan kategori risiko tinggi, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
"Maka sangat tepat bila urusan ini ditangani langsung oleh kementerian tersendiri," ujar Mufid.
Lebih lanjut ia menekankan pentingnya regulasi dan pengawasan ketat dari pemerintah terhadap penyelenggara perjalanan ibadah haji dan umrah. Ia menilai kehadiran Kementerian Haji dan Umrah akan memperkuat fungsi perlindungan, pembinaan, dan pelayanan terhadap masyarakat.
"Meskipun Arab Saudi membuka opsi umrah dan haji mandiri, negara tetap harus hadir. Warga negara perlu dilindungi dan dibina, agar tidak sembarangan berangkat tanpa melalui PPIU dan PIHK resmi," kata dia.
Menanggapi keberadaan platform Nusuk milik Pemerintah Arab Saudi, Mufid menyatakan tidak merasa terganggu. Menurutnya, platform tersebut hanya sebagai sarana penyediaan layanan oleh pihak swasta di Arab Saudi, bukan pengganti sistem perizinan Indonesia.
"Kami percaya Pemerintah Indonesia akan tetap melindungi warganya dan usaha kami sebagai PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) dan PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) yang telah memenuhi syarat dan perizinan resmi," katanya.
Majelis Ulama Indonesia mengapresiasi wacana peningkatan status Badan Penyelenggaraan Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah dan kehadiran lembaga baru dinilai dapat lebih mengoptimalkan peran negara dalam penyelenggaraan haji.
"MUI siap bekerja sama, mendukung, dan memberikan suport untuk sukses penyelenggaraan haji dengan optimal, melalui fatwa-fatwa keagamaan terkait ibadah haji," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh.
Asrorun berharap dengan kehadiran Kementerian Haji dan Umrah akan menjamin umat Islam yang wajib haji dapat melaksanakan kewajiban secara baik, terpenuhi syarat rukun, serta terlayani sarana-prasarana untuk ibadah dengan baik.
Ia menekankan adanya sinergi antara Kementerian Haji dan Umrah dan MUI, khususnya dalam penyelenggaraan haji.
"Kementerian haji menyelenggarakan pelayanan haji, sementara MUI menetapkan fatwa-fatwa keagamaan terkait manasik haji yang jadi pedoman bagi kementerian," kata dia.
Ketua Umum Majelis Alumni Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama ini juga mendorong agar Kementerian Haji dan Umrah melakukan kordinasi dengan Kementerian Agama.
Ia menilai koordinasi tersebut penting dilakukan terkait dengan pelaksanaan pembinaan jamaah haji, terutama pasca-pelaksanaan haji, terkait transformasi kelembagaan dan ketenagakerjaan.
Walau bagaimanapun Kementerian Agama sebagai kementerian induk yang sebelumnya menyelenggarakan ibadah haji penting untuk koordinasi kelembagaan.
