Jakarta (ANTARA) - PT Rekayasa Industri (Rekind), sebagai perusahaan EPC (Engineering, Procurement, and Construction), mendorong modernisasi kilang minyak Indonesia untuk memperkuat kemandirian energi nasional.
"Sebagai perusahaan EPC yang telah membuktikan kapabilitasnya dalam berbagai proyek strategis nasional, Rekind memiliki rekam jejak membanggakan dalam merancang bangun dan memodernisasi kilang di Indonesia," ujar Direktur Utama Rekind Triyani Utaminingsih dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin.
Saat ini, lanjut dia, Rekind turut serta dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur, yang salah satunya punya dampak besar dalam meningkatkan kapasitas pengolahan di Crude Distillation Unit (CDU) 4 dan 5.
Rekind turut serta dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur, di bawah Joint Operation (JO) bersama Hyundai Engineering Co. Ltd. (HEC), SK Engineering & Construction Co. Ltd (SK & EC), dan PT Pembangunan Perumahan (Persero), untuk meningkatkan kapasitas total CDU dari 260.000 menjadi 360.000 barel per hari. Proyek ini menjadikan CDU Balikpapan sebagai kapasitas CDU terbesar di Indonesia.
Tak hanya itu, Rekind juga berperan dalam proyek Refinery RDMP Balongan Phase 1, yang berhasil meningkatkan kapasitas produksi dari 125.000 menjadi 150.000 barel per hari. Lebih mengesankan lagi, proyek ini diselesaikan lebih cepat dari target waktu yang ditentukan, sebuah bukti nyata kompetensi dan efisiensi Rekind dalam industri EPC.
"Kepercayaan ini adalah bukti nyata bahwa Rekind adalah mitra strategis bagi industri energi nasional. Kami terus berkomitmen mendukung pemerintah dalam meningkatkan kemandirian energi Indonesia," ujar Triyani.
Pernyataan tersebut ia sampaikan terkait dengan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) nasional yang harus dipenuhi oleh pemerintah.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2025, kapasitas produksi kilang nasional diperkirakan hanya mencapai 1,167 juta barel per hari. Dari jumlah tersebut, minyak yang dapat diolah hanya sekitar 719.000 barel per hari, sementara kebutuhan nasional mencapai 1,359 juta barel per hari.
Defisit sebesar 640.000 barel per hari ini masih harus ditutup dengan impor, yang menjadi tantangan besar bagi ketahanan energi Indonesia.