Surabaya (ANTARA) - Tim gabungan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) V Surabaya menggagalkan penyelundupan 103 koli pakaian bekas impor ilegal (ballpres) senilai Rp515 juta menjelang Lebaran 2025.
Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Danlantamal) V Laksma TNI Arya Delano mengatakan kasus tersebut terungkap saat ada aktivitas pemindahan pakaian bekas impor ilegal dari kontainer ke truk di Dermaga Kalimas, Perak Utara, Surabaya, dekat Pos 5/Pintu Keluar, pada Jumat (21/3) sore.
"Petugas langsung melakukan penyekatan dan pengamanan terhadap kendaraan serta barang bukti," kata Laksma Arya saat konferensi pers di Kantor Lantamal V, Sabtu.
Laksma Arya menjelaskan tiga kendaraan yang diamankan adalah kontainer dengan nomor polisi L 9073 UE dikemudikan oleh K, truk berpelat AG 8801 EG dikemudikan oleh AM, serta truk bernomor AG 9687 VI dikemudikan oleh A.
Baca juga: MenKopUKM dan Mendag sepakati langkah berantas impor pakaian bekas ilegal
Secara keseluruhan barang bukti dan pengemudi, lanjutnya, telah diamankan di Kantor Tim Intel Lantamal V untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Laksma Arya menambahkan, dari hasil penyelidikan kasus tersebut, menunjukkan penyelundupan didalangi oleh N, salah seorang pemilik CV Renaldi Trans, yang beralamat di pergudangan Kalimas.
"N bekerja sama dengan R, yang diketahui sering melakukan aksi serupa dengan modus operasi menyelundupkan barang dari luar negeri ke Makassar, lalu dikirim ke Surabaya menggunakan kapal MV Pangkal Pinang," ujarnya.
Selanjutnya, setelah tiba di Surabaya, barang selundupan dipindahkan ke gudang penyimpanan di Kalimas menggunakan truk, sebelum didistribusikan ke Malang dan berbagai wilayah di Jawa Timur.
Baca juga: Pakaian bekas impor ilegal berpotensi menyebarkan corona
Arya menegaskan jika penyelundupan pakaian bekas tersebut melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Impor Pakaian Bekas.
Hal tersebut, kata Laksma Arya, akan merugikan industri tekstil dalam negeri yang nantinya bisa menyebabkan banyak pabrik garmen tutup, pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat, angka pengangguran naik, serta UMKM kesulitan bersaing.
"Penyelundupan ini harus diberantas hingga ke akarnya karena berdampak negatif," ucapnya.