Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi dari penasihat hukum terpidana pembunuhan Ronald Tannur, Lisa Rachmat dan ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur terkait dengan kasus dugaan suap atas pengondisian kasus Ronald Tannur.
Hakim Ketua Rosihan Juhriah Rangkuti berpendapat bahwa keberatan kedua terdakwa ditolak, antara lain, karena penuntut umum telah menguraikan berbagai unsur tindak pidana yang didakwakan secara cermat jelas dan lengkap.
"Uraian dijelaskan berdasarkan hal-hal yang relevan dan hasil pemeriksaan penyidikan sehingga menjadi jelas tentang tindak pidana yang didakwakan," ucap Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan sela majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Maka dari itu, majelis hakim memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama kedua terdakwa berdasarkan surat dakwaan penuntut umum serta menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir.
Hakim Ketua menyebutkan salah satu keberatan kedua terdakwa melalui penasihat hukumnya, menyatakan dakwaan penuntut umum kabur atau obscuur libel, yakni tidak memenuhi syarat materiel.
Baca juga: Kejagung akan telusuri sumber uang disita dari mantan Ketua PN Surabaya
Baca juga: Majelis hakim Tipikor Jakarta tolak nota keberatan hakim "vonis bebas" Ronald Tannur
Alasannya, sambung Hakim Ketua, dakwaan dinilai tidak menguraikan secara jelas berbagai tindakan yang dilakukan oleh para terdakwa yang sesuai dengan berbagai pasal dakwaan, baik dakwaan pertama maupun dakwaan kedua.
Dakwaan disebutkan hanya menguraikan tindakan penyerahan uang dari Meirizka kepada Lisa sehingga tidak dapat menunjukkan adanya korelasi yang jelas terkait dengan unsur-unsur dalam ketentuan pasal yang diuraikan oleh penuntut umum, baik dalam dakwaan pertama maupun dakwaan kedua.
Selain itu, Hakim Ketua menambahkan bahwa peristiwa perbuatan terdakwa dalam dakwaan kedua dinilai menyalin ulang dari uraian peristiwa dalam dakwaan pertama, sedangkan tindak pidana yang didakwakan dalam masing-masing dakwaan tersebut secara prinsip berbeda satu dengan yang lain.
Terhadap keberatan penasihat hukum para terdakwa tersebut, majelis hakim mempertimbangkan dakwaan penuntut umum telah mencantumkan tanggal dan ditandatangani serta telah mencantumkan identitas terdakwa secara lengkap.
"Dakwaan juga telah menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan serta telah menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana yang dilakukan," tutur Hakim Ketua.
Baca juga: Kejagung kembali periksa tiga hakim PN Surabaya tersangka suap vonis bebas Ronald Tannur.
Dalam kasus tersebut, ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, didakwa memberikan suap kepada tiga hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sebesar Rp4,67 miliar untuk memberikan "vonis bebas" pada kasus anaknya.
Suap diberikan kepada Hakim Ketua Erintuah Damanik beserta hakim anggota Mangapul dan Heru Hanindyo.
Atas perbuatannya, Meirizka terancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, didakwa memberikan suap kepada hakim di PN Surabaya senilai Rp4,67 miliar serta hakim di MA sebesar Rp5 miliar.
Suap diduga diberikan Lisa untuk mengondisikan perkara Ronald Tannur, baik di tingkat pertama maupun kasasi, supaya majelis hakim di tingkat pertama menjatuhkan putusan bebas Ronald Tannur dan di tingkat kasasi guna memperkuat putusan bebas itu.
Dengan demikian, Lisa terancam pidana pada Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a jo. Pasal 18 dan Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.