Kota Bogor (ANTARA) - Aksi demonstrasi menolak perubahan Undang-Undang (UU) TNI kembali terjadi di berbagai daerah, termasuk di Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 27 Maret 2025.
Di Bogor, aksi ini dipusatkan di sekitar Tugu Kujang dan dimulai sekitar pukul 15.30 WIB.
Pantauan di lokasi menunjukkan massa yang berasal dari kelompok mahasiswa dan masyarakat sipil bergantian menyampaikan orasi.
Mereka menegaskan penolakan terhadap revisi UU TNI, yang dianggap dapat menghidupkan kembali dwifungsi militer dan membuka jalan bagi keterlibatan TNI dalam ranah sipil.
Berdasarkan pantauan Jangkau Indonesia, terdapat 12 demonstran yang ditangkap dalam aksi penolakan UU TNI tersebut.
Ke-12 demonstran tersebut di antaranya masyarakat, siswa SMK, mahasiswa UIKA, dan mahasiswa Universitas Pakuan.
Anggota DPRD Kota Bogor, Sugeng Teguh Santoso (STS), turut memberi tanggapan atas aksi penolakan UU TNI sekaligus penangkapan demonstran yang terjadi.
"Ekspresi para mahasiswa yang menolak UU TNI dapat dipahami mengingat sejarah panjang militerisme di Indonesia. Selama 30 tahun kekuasaan Orde Baru, TNI menjadi kekuatan utama, yang pada saat itu sering melakukan tindakan yang dapat dinilai sebagai pelanggaran HAM," ungkap STS di Bogor pada Jumat, 28 Maret 2025.
Ia melanjutkan, "Setelah Reformasi 1998, sistem pemerintahan berubah menjadi demokrasi sipil, yang menjadi harapan civil society."
Namun, menurut Sugeng, setelah disetujuinya perubahan UU TNI, ada kekhawatiran bahwa TNI tidak hanya kembali berperan sebagai dwifungsi seperti di masa Orde Baru, tetapi justru menjadi multifungsi.
"Ada ketakutan bahwa penggunaan kekuatan TNI dalam penyelesaian masalah sosial bisa kembali terjadi dan berpotensi mengarah pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)," tegasnya.
Sebagai anggota DPRD, STS mengaku memahami aspirasi yang dilontarkan mahasiswa.
Menurutnya, meskipun Indonesia saat ini berada di bawah pemerintahan sipil, tokoh-tokoh politik sipil dinilai gagal mewujudkan cita-cita reformasi.
"Saya sangat memahami kegelisahan mahasiswa. Apalagi dalam sistem pemerintahan sipil seperti sekarang, para politisi sipil justru gagal menghadirkan reformasi yang diharapkan," ungkapnya.
Terkait penangkapan mahasiswa saat unjuk rasa, STS menganggap hal itu sebagai bagian dari konsekuensi perjuangan.
"Kalau mereka ditangkap saat demo, saya pikir itu hal biasa. Sebagai calon pemimpin masa depan, mereka harus siap menghadapi risiko perjuangan. Baru ditahan sebentar oleh polisi, jangan cengeng," katanya.
Ia juga mengapresiasi langkah Kapolresta Bogor, Kombes Eko Prasetyo, yang telah membebaskan para demonstran.
STS juga berharap para mahasiswa memahami substansi perubahan UU TNI dan memiliki argumen yang kuat dalam menentangnya.
"Saya berharap mereka benar-benar paham materi perubahan dalam UU TNI, sehingga demonstrasi yang dilakukan memiliki dasar yang jelas, bukan sekadar aksi tanpa substansi," pungkasnya.
STS: Civil society harus berani mengawal cita-cita reformasi
Jumat, 28 Maret 2025 22:44 WIB

Anggota DPRD Kota Bogor, Sugeng Teguh Santoso (STS). (ANTARA/HO-Indonesia Police Watch (IPW))