Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi salah satu hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian "vonis bebas" kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.
Hakim Ketua Teguh Santoso mengatakan nota keberatan penasihat hukum Heru telah memasuki pokok perkara sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dalam persidangan.
"Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa Heru Hanindyo tidak dapat diterima," ujar Hakim Ketua dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Selanjutnya, Majelis Hakim memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Nomor 106/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst atas nama terdakwa Heru Hanindyo.
Baca juga: Kejagung kembali periksa tiga hakim PN Surabaya tersangka suap vonis bebas Ronald Tannur.
Adapun Heru disidangkan bersama dengan dua hakim nonaktif PN Surabaya lainnya yang terkait perkara "vonis bebas" Ronald Tannur, yakni Erintuah Damanik dan Mangapul.
Namun, hanya Heru yang mengajukan nota keberatan atas dakwaan yang diberikan oleh penuntut umum, sedangkan kedua terdakwa lainnya memilih untuk melanjutkan perkara langsung ke pemeriksaan saksi.
Ketiga hakim nonaktif tersebut didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar dan gratifikasi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian "vonis bebas" kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.
Selain suap, ketiga terdakwa juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
Baca juga: MA tidak akan lindungi anggota yang lakukan perbuatan tidak benar
Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Secara perinci, suap yang diduga diterima oleh ketiga hakim tersebut meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).
Lebih perinci, uang tunai sebesar 48 ribu dolar Singapura atau Rp571,2 juta diterima dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur dan penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat oleh Erintuah, sebesar 140 ribu dolar Singapura atau Rp1,66 miliar diterima dari Meirizka dan Lisa, serta sebesar Rp1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura atau Rp1,43 miliar dari Merizka dan Lisa diterima oleh Heru.
Baca juga: Kejaksaan Agung Ri tangkap Ronald Tannur di Surabaya
Adapun uang tunai sebesar 140 ribu dolar Singapura dibagi-bagi untuk ketiga terdakwa, yakni Erintuah sebesar 38 ribu dolar Singapura atau Rp452,2 juta, Mangapul senilai 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta, Heru sebanyak 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta, dan sisanya sebesar 30 ribu dolar Singapura atau Rp357 juta disimpan oleh Erintuah.
Ketiga terdakwa diduga telah mengetahui bahwa uang yang diberikan oleh Lisa bertujuan untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum.